Presiden ICAO saat menghadiri G20 Aviation Dialog di Bali pada Oktober 2022, mendorong negara-negara anggotanya untuk berkomitmen dalam kebijakan pengurangan emisi dengan teknologi inovatif.
Memang untuk mengurangi emisi karbon di penerbangan dapat dilakukan dengan banyak hal, tidak hanya dengan menggunakan SAF saja.
Dapat juga dengan melakukan pengaturan rute penerbangan yang lebih efisien melalui air traffic management oleh ATC Airnav Indonesia.
Dapat juga dilakukan dengan mengganti bahan bakar fosil dengan listrik yang didapat dari tenaga matahari, angin atau lainnya. Penggunaan listrik sebagai penggerak mesin pesawat dan helikopter saat ini juga sudah banyak diujicoba.
Pemerintah Indonesia sebenarnya sudah berkomitmen mendukung penerbangan ramah lingkungan.
Selain menjalankan program CORSIA dari ICAO, menurut Menteri Koordinator Maritim dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan pada G20 Aviation Dialog, Indonesia mendorong transformasi industri penerbangan melalui kebijakan penggunaan energi hijau dan teknologi penerbangan berkelanjutan.
Indonesia juga mendukung implementasi kesepakatan Long Term Global Aspirational Goals (LTAG) terkait zero emission 2050, dengan menyesuaikan pada prinsip Common but Differentiated Responsibilities and Respective Capabilities (CBDR-RC) dan komitmen Paris Agreement.
Diharapkan pada 2025, penerbangan Indonesia sudah dapat menggunakan SAF 5 persen.
Kendala utama penggunaan SAF saat ini salah satunya adalah harganya yang sekitar 30 persen lebih mahal dari avtur biasa. Biaya produksinya masih mahal karena produksinya belum massal, tidak sebanyak produksi avtur.
Para produsen sepertinya masih menunggu bagaimana kelanjutan dari program ini untuk melakukan investasi.
Di sisi lain, Indonesia sebenarnya mempunyai banyak keuntungan untuk meningkatkan investasi di bidang bahan bakar berkelanjutan.
Kita masih mempunyai lahan yang luas. Misalnya, di Kalimantan atau Papua untuk mengembangkan tanaman yang dapat diolah untuk menjadi biofuel tersebut.
Untuk itu, ada baiknya kita mulai melakukan penelitian-penelitian terkait SAF, baik terkait tanaman-tanaman apa saja yang dapat dipakai maupun pengujian-pengujian dampak SAF terhadap mesin pesawat. Reduksi emisi gas karbondioksida juga harus dihitung secara cermat.
Tidak kalah penting adalah membuat aturan yang mendukung pengembangan SAF di Indonesia. Dengan demikian, pada waktunya ketika SAF akan betul-betul dibutuhkan, kita sudah siap dengan produksi massal.
Dengan produksi massal, tentunya harga produk akan jadi murah dan tidak akan meningkatkan biaya produksi operasional penerbangan.
Dan yang lebih penting, emisi karbon dioksida atau pencemaran udara dapat dikurangi dan bencana akibat efek rumah kaca juga dapat dicegah.
Untuk itu, marilah kita dukung penerbangan ramah lingkungan di Indonesia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.