Dengan demikian, investasi ke depan memiliki potensi besar akan mengalami stagnasi bahkan penurunan.
Dalam jangka panjang, walaupun konsumsi memiliki proporsi tertinggi dalam formasi PDB, tetapi tidak boleh dilupakan bahwa Indonesia memiliki masalah ketimpangan yang cukup serius dan pengangguran yang berpotensi mengubah bonus demografi jadi malapetaka.
Cepat atau lambat, masalah struktural ini bisa jadi merusak harmoni dan mengubah konstelasi sosioekonomi masa depan, serta membuat efektivitas kebijakan menjadi berkurang.
Oleh sebab itu, Indonesia tidak boleh terlena dan patut mewaspadai per risiko baik internal maupun eksternal.
Di tengah ketidakpastian global, BI terus beradaptasi pada perubahan ekonomi global dengan kebijakan moneternya.
Kendati inflasi yang terus melandai lebih cepat dibandingkan ekspektasinya, keputusan BI untuk tetap menahan suku bunga di level 5,75 persen merupakan langkah tepat.
Sebabnya, kondisi saat ini masih diselimuti ketidakpastian dan ekonomi global yang tengah mengalami turbulensi tinggi. Terbukti dari outlook neraca pembayaran yang cukup terganjal dan mengalami tren outflow.
Maka ikutannya adalah stabilitas eksternal masih menjadi prioritas yang masuk akal untuk sekarang.
Utak-atik suku bunga sebelum adanya kepastian warta perkembangan terkini, baik secara domestik maupun luar negeri, tentunya juga berpotensi memicu destabilisasi dan memengaruhi ekspetasi pasar.
Paling tidak bertahan dengan tidak menaikkan suku bunga acuan adalah pilihan moderat bagi Bank Indonesia di tengah situasi seperti ini.
Pertumbuhan ekonomi Indonesia memang melampaui ekspektasi, tetapi kondisi ini tidak secara otomatis membuka ruang gerak suku bunga ataupun menjadi jangkar utama bagi BI dalam mengarahkan biduk kebijakan suku bunganya ke depan.
Bila dicermati secara lebih dalam, pertumbuhan ekonomi kuartal II memiliki corak yang musiman. Siklus pertumbuhan ekonomi Indonesia selalu memuncak pada kuartal II, lalu turun setelahnya.
Ini cukup logis karena per bulan April hingga Juni, merupakan bulan spiritual penting di Indonesia dan seringkali terjadi peningkatan pendapatan cukup drastis dari adanya momentum ini, sehingga menciptakan ilusi yang membuat aktivitas ekonomi nampak menggeliat.
Lebih jauh, kendati inflasi di AS yang mulai menjinak, tetapi belum ada tanda bahwa The Fed akan mengubah stance kebijakannya dan nilai tukar Rupiah sudah mengalami tren pelemahan selama sebulan lamanya.
Selain itu, posisi cadangan devisa juga masih belum sepenuhnya optimal. Per kondisi ini menunjukkan bahwa situasi eksternal masih belum baik-baik saja dan memberikan tekanan cukup serius pada perekonomian Indonesia.