Duta Besar Jepang untuk Indonesia saat itu, Yasuaki Tanizaki, sempat meluapkan kekecewaan dan penyesalan pemerintahnya kepada Indonesia.
"Saya telah menyatakan penyesalan saya karena dua alasan," kata Tanizaki memulai pembicaraan di hadapan wartawan yang mengerubunginya di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian dikutip dari pemberitaan Kompas.com 4 September 2015.
Pertama, pihak Jepang menyesal lantaran dana yang sudah dikucurkan untuk studi kelayakan high speed rail (HSR) rute Jakarta-Bandung sangat besar. Studi kelayakan HSR dikerjakan selama tiga tahun dan melibatkan pakar teknologi Jepang yang bermitra dengan Indonesia.
Baca juga: Kereta Cepat Minta Konsesi Jadi 80 Tahun, Menhub Jonan Dulu Menolaknya
Kedua, Tanizaki menuturkan teknologi yang ditawarkan Jepang merupakan teknologi terbaik dan memiliki standar keamanan tinggi.
"Tapi keputusan ini sudah dibuat pemerintah Indonesia dan kami menghormatinya, karena ini bukan keputusan yang mudah. Saya akan langsung menyampaikannya ke Tokyo," ucap Tanizaki.
Pada 2015, pengamat kebijakan publik Danang Parikesit mengaku kaget setelah mempelajari dua proposal kereta cepat Jakarta-Bandung yang disodorkan Jepang dan China.
Rupanya, kata dia, dua proposal itu memiliki parameter perencanaan yang berbeda-beda setelah dirinya mempelajari dan membandingkan proposal China maupun Jepang.
"Membandingkan proposal Jepang dan Tiongkok tidaklah relevan. Selain mereka memiliki parameter perencanaan yang berbeda-beda, kedalaman analisis yang disampaikan juga tidak setara," kata Danang.
"Akibat dari parameter perencanaan yang berbeda-beda ini, seolah-olah kita membandingkan sushi dengan dimsum. Enggak bisa dibandingkan," ujar Danang.
Baca juga: China Pernah Ngotot Minta APBN RI Jadi Jaminan Utang Kereta Cepat
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.