Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Respons "Janji Manis" Bacapres dan Bacawapres, Kemenkeu: Harus Diapresiasi, tapi...

Kompas.com - 20/09/2023, 13:53 WIB
Rully R. Ramli,
Aprillia Ika

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Jelang Pilpres 2024, bakal calon presiden (bacapres) dan bakal calon wakil presiden (bacawapres) sudah menebar sejumlah "janji manis" ke masyarakat. Sejumlah janji bersifat populis disampaikan untuk menggaet simpati masyarakat.

Salah satu contoh janji manis ialah, janji pemberian makan siang dan minum susu gratis bagi semua murid di sekolah, pesantren, anak-anak balita, dan bantuan gizi untuk ibu hamil. Janji ini dilontarkan oleh bacapres, Prabowo Subianto.

Selain itu juga terdapat janji populis lainnya, yakni janji BBM gratis. Hal ini disampaikan oleh Wakil Sekretaris Jenderal PKB Syaiful Huda. Ia menyebutkan, jika Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar memenangkan Pilpres 2024, maka pemerintah akan memberikan BBM gratis bagi pengendara sepeda motor.

Baca juga: Sri Mulyani Klarifikasi Tudingan APBN Digadaikan ke China demi KCJB

Lantas, bagaimana Kementerian Keuangan selaku kementerian yang membidangi urusan keuangan negara menanggapi janji-janji manis tersebut?

Kepala Pusat Kebijakan APBN Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Kuangan Wahyu Utomo mengatakan, memasuki tahun politik menjadi wajar ketika para bacapres dan bacawapres menyampaikan gagasan yang akan diambil.

"Apapun bentuknya harus kita apresiasi," ujar Wahyu, dalam Mini Talkshow Bedah RAPBN 2024, Rabu (20/9/2023).

Baca juga: RAPBN 2024: Anggaran Transisi yang Rawan

Menurutnya, berbagai janji manis yang ditebar oleh para elite politik masih bersifat gagasan. Oleh karenanya, gagasan tersebut masih perlu diuji, khususnya dari aspek ekonomi, kebijakan fiskal, hingga kebijakan publik.

Menurutnya, program yang bertujuan untuk mensejahterakan masyarakat bisa dalam berbagai bentuk. Oleh karenanya, selama mengedepankan kepentingan publik dan kemajuan negara, Wahyu menilai, gagasan dari bacapres dan bacawapres perlu diapresiasi.

"Tapi, ada tapinya sebaiknya juga tetap dilihat dari beberapa prespektif tadi," kata dia.

"Feasible enggak secara ekonomi, feasible secara fiskal, feasible secara sosial, dan feasible secara public policynya," sambung Wahyu.

Wahyu enggan menanggapi secara spesifik berbagai janji manis yang telah disampaikan para bacapres dan bacawapres. Ia bilang, janji-janji tersebut baru bisa diuji kebenarannya setelah Pilpres 2024 terlaksana.

Baca juga: RAPBN 2024, Belanja Negara Direncanakan Rp 3.304 Triliun


Pada kesempatan yang sama Direktur Eksekutif Research Institute Piter Abdullah menilai, tidak semua janji politik, apalagi yang bersifat populis, perlu mendapatkan respons. Menurutnya, janji yang diumbar tersebut justru menunjukan sifat dari bacapres dan bacawapres tersebut.

"Justru janji mengungkapkan siapa yang memberikan janji. Enggak perlu capek-capek ngitung realistis atau tidak," kata dia.

Pieter menilai, dengan anggaran belanja pemerintah yang telah menembus Rp 3.000 triliun, berbagai janji yang disampaikan oleh elite politik sebenarnya bisa dilakukan. Namun, hal itu akan menciptakan konsekuensi perubahan arah belanja negara.

"Kita pasti akan mengurangi anggaran lain, kita ngga bangun infrastruktur, mungkin bisa. Tapi apakah itu yang ingin kita lakukan? Jadi ini adalah janji yang sebenarnya enggak perlu kita jawab," ucap dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com