Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pakar Hukum: RPP Pengaturan Produk Tembakau Harus Pertimbangkan Semua Aspek

Kompas.com - 03/10/2023, 14:08 WIB
Sakina Rakhma Diah Setiawan

Editor

Sumber Antara

JAKARTA, KOMPAS.com - Pakar hukum Hikmahanto Juwana menyatakan, Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) yang mengatur pengamanan zat adiktif berupa produk tembakau sebagai aturan pelaksana Undang-undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan harus mempertimbangkan semua aspek.

Menurut dia, saat membahas sebuah peraturan yang memunculkan implikasi luas terhadap publik, pemerintah seharusnya tidak hanya mempertimbangkan satu aspek.

Dalam kasus pembahasan draf RPP, lanjutnya melalui keterangan tertulis di Jakarta, Selasa (3/10/2023), di luar kesehatan pemerintah semestinya mempertimbangkan aspek lain seperti kesejahteraan rakyat, penyerapan tenaga kerja, keberlangsungan hidup petani tembakau, dan kontinuitas sektor industri hasil tembakau (IHT) nasional, hingga penerimaan negara.

Baca juga: Cegah Misinformasi, Asosiasi Minta Sosialisasi Produk Tembakau Alternatif Dioptimalkan

Petani tembakau dan tanaman tembakau di lereng Gunung Sumbing, Temanggung, Jawa Tengah. Gambar diambil pada 4 Juli 2020. SHUTTERSTOCK/BAGASKARA LAZUARDI Petani tembakau dan tanaman tembakau di lereng Gunung Sumbing, Temanggung, Jawa Tengah. Gambar diambil pada 4 Juli 2020.

"Isu kesehatan memang merupakan persoalan penting untuk jadi bahan pertimbangan dalam sebuah kebijakan publik. Namun demikian, kepentingan lain juga tidak boleh diabaikan," katanya menanggapi draf RPP Kesehatan yang memuat beberapa aturan untuk produk tembakau.

Aturan tersebut di antaranya larangan iklan produk tembakau, larangan promosi dan sponsorship, larangan penjualan produk secara ketengan, larangan kegiatan CSR, larangan display produk, dan aturan kemasan minimal 20 batang/bungkus.

Hikmahanto yang juga Rektor Universitas Jenderal Achmad Yani (Unjani) Cimahi ini menegaskan, jika draf RPP ini dipaksakan, akan punya implikasi banyak terhadap berbagai peraturan lain baik yang setara atau turunannya.

"Akibatnya, industri hasil tembakau (IHT) nasional bisa mati. Lalu bagaimana dengan nasib petani dan pekerja yang menggantungkan hidupnya pada tembakau?," katanya.

Baca juga: Tekan Prevalensi Merokok, Bagaimana dengan Produk Tembakau Alternatif?

Ilustrasi pabrik hasil tembakau.SHUTTERSTOCK/KICHIGIN Ilustrasi pabrik hasil tembakau.

Ia melanjutkan, apabila RPP ini disahkan, akan marak penyelundupan hasil tembakau dari luar negeri dan rokok ilegal. Belum lagi pemerintah harus mampu mengganti sumber pemasukan negara, yang jumlahnya berkisar 9 sampai 13 persen dari total penerimaan pajak negara.

"Saya mensinyalir LSM luar negeri berada di balik draf RPP Kesehatan. LSM ini sudah lama memberikan tekanan pada pemerintah untuk meratifikasi Framework Convention on Tobacco Control (FCTC)," ujarnya.

Menurut dia, draf RPP tersebut seharusnya tidak hanya bicara soal satu dimensi kepentingan, tetapi merupakan titik temu berbagai kepentingan sehingga kementerian/lembaga terkait harus diikutsertakan agar pembahasan mengenai peraturan perundangan lebih komprehensif.

"Selain itu, naskah akademik RPP sebagai dasar revisi harus dibuka ke publik untuk mendapatkan masukan," katanya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com