Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Eko Setiadi
Analyst Energy

Profesional di sektor energi dengan pengalaman manajemen proyek, business planning, portfolio, risk management, dan policy

Implikasi Konflik Israel-Hamas terhadap Dinamika Energi Global

Kompas.com - 31/10/2023, 11:16 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Apabila serangan Israel menjangkau Iran, maka reaksi balasan Iran akan meningkatkan eskalasi ketegangan geopolitik di teluk Persia.

Kedua, terjadinya langkah yang lebih keras sebagai implementasi kebijakan pemerintahan Biden terhadap Iran.

Sudah beberapa tahun ini Amerika Serikat menekan China untuk menghentikan impor minyak dari Iran. Desakan ini berkaitan sanksi atas Iran terhadap aktivitas nuklir dan pengembangan rudal balistik.

Namun China selalu menolak sanksi AS dengan alasan kerja sama Iran-China legal dan memiliki legitimasi hukum internasional.

Dengan volume impor 1,5 juta barel per hari plus harga diskon untuk memenuhi kebutuhan industri domestiknya, tentu bukan hal yang mudah untuk menekan China mengikuti kemauan AS.

Ketiga, terlewatinya momentum menuju normalisasi hubungan antara Arab Saudi dan Israel. Satu tahun ini, normalisasi hubungan Saudi dengan Israel yang dimediasi AS tengah mengalami kemajuan.

AS juga berupaya menambahkan Arab Saudi ke dalam daftar penandatangan Abraham Accords. Pembicaraan ini melibatkan isu-isu rumit termasuk tuntutan Saudi terhadap jaminan keamanan AS dan kerja sama energi nuklir.

Namun dengan pecahnya perang Israel-Hamas, Arab Saudi memutuskan untuk menghentikan sementara pembicaraan normalisasi hubungan diplomatik dengan Israel.

Saat ini konflik Israel-Hamas belum menunjukkan dampak adanya gejolak di pasar energi. Indikasinya adalah masih relatif stabilnya harga minyak Brent berkisar pada 85-90 dollar AS/bbl.

Namun jika konflik meluas ke negara-negara penghasil minyak seperti Arab Saudi, Irak dan Iran serta fakta kawasan Timur Tengah menyumbangkan sepertiga pasokan minyak global, ketidakstabilan kawasan pasti akan memicu ketidakpastian pasar dan mengganggu pasokan minyak.

Para senator di AS baru saja menyetujui tindakan Israel dengan suara bulat untuk melanjutkan serangan militer di Gaza.

Sikap ini mencerminkan hubungan yang kuat antara Amerika dan Israel, yang sebagian besar didasari kepentingan strategis Amerika dalam memastikan pengaruhnya di Timur Tengah, keamanan kawasan, dan upaya menetralisi ancaman nuklir Iran.

Negara-negara Arab yang tergabung dalam Dewan Kerja Sama Teluk (GCC) tetap berkomitmen pada keamanan energi dan menghindari penggunaan minyak sebagai senjata geopolitik.

Sejauh ini, Arab Saudi dan negara sekutunya di Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC+) masih sebatas memantau dampak yang sedang berlangsung.

OPEC+ yang berkepentingan menjaga harga minyak tetap stabil dan dapat diprediksi, cenderung menghindari keputusan yang berdasarkan pada volatilitas jangka pendek.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com