Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Waode Nurmuhaemin
Penulis

Praktisi pendidikan, penulis buku dan novel pendidikan

Kemiskinan Struktural, Pendidikan, dan Indonesia Emas 2045

Kompas.com - 05/11/2023, 17:30 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

ADA satu anekdot satire bahwa kemiskinan di Indonesia dengan cepat menurun. Namun, menurunya ke anak cucu.

Tentu saja hal ini bisa dijelaskan secara ilmiah dan logis. Mau tidak mau, suka tidak suka kemiskinan adalah turunan. Inilah yang dikenal dengan kemiskinan struktural.

Saya melihat banyak dalam masyarakat ada satu pola yang membentuk semacam lingkaran warisan atau pola hidup yang diturunkan oleh orangtua kepada anaknya.

Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy pernah mengatakan sebaiknya orang kaya menikah dengan orang miskin agar pola kemiskinan terurai.

Sebagian publik merespons negatif. Seolah-olah kurang empati dengan orang miskin.

Namun, Pak Menteri tidak asal bicara. Beliau adalah ahli sosiologi. Apa yang dikatakanya sangat tepat karena kemiskinan memang diturunkan atau diwariskan.

Bayangkan saja, misalnya satu keluarga dengan kategori miskin mempunyai tujuh anak yang tumbuh di lingkungan miskin.

Mereka mengalami stunting, pendidikan seadanya lalu menikah dengan orang yang ekonominya sama. Mereka kemudian akan melahirkan anak-anak dengan ekonomi sama. Kondisi ini akan terus berlanjut entah sampai kapan.

Menurunkan angka kemiskinan tidak sesederhana memberi bantuan langsung tunai (BLT) seumur hidup. Memang ada anak yang keluar dari lingkaran setan itu, tetapi berapa banyak?

BPS tahun ini, menetapkan standar bahwa orang miskin pendapatanya Rp 535.547 per kapita per bulan.

Dosen tetap non ASN saja penghasilannya Rp 1,7 juta sebulan. Ini adalah kalangan cendekiawan dan bergelar tinggi, bagaimana masyarakat lapisan terbawah?

Jumlah pasti angka orang miskin harus dikoreksi sehingga kita bisa dengan tepat mengetahui apa yang harus dilakukan untuk membuat Indonesia menjadi negara maju pada 2045.

Salah satu syarat untuk menjadi negara maju, pendapatan masyarakat Indonesia harus rata-rata Rp 15 juta sebulan. Dengan kata lain, pertumbuhan ekonomi harus setara 8 persen setahun.

Bagaimana pendapatan masyarakat kita hari ini? Sudah 20 tahun pertumbuhan ekonomi Indonesia hanya di kisaran 5 persen setahun.

Bank Dunia mengukur kategori orang miskin pendapatannya 3 dollar AS sehari. Jika menggunakan standar Bank Dunia tersebut, maka angka kemiskinan penduduk di Indonesia menjadi 110 juta orang.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com