Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Agung Setiyo Wibowo
Author

Konsultan, self-discovery coach, & trainer yang telah menulis 28 buku best seller. Cofounder & Chief Editor Kampusgw.com yang kerap kali menjadi pembicara pada beragam topik di kota-kota populer di Asia-Pasifik seperti Jakarta, Singapura, Kuala Lumpur, Manila, Bangkok, Dubai, dan New Delhi. Founder & Host The Grandsaint Show yang pernah masuk dalam Top 101 podcast kategori Self-Improvement di Apple Podcasts Indonesia versi Podstatus.com pada tahun 2021.

Menakar Masa Depan Industri Perbukuan

Kompas.com - 21/11/2023, 08:30 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Maraknya digitalisasi tidak diragukan lagi berdampak pada industri perbukuan. Masyarakat semakin beralih ke buku digital dan e-book dibandingkan buku cetak tradisional.

Meskipun konten digital diyakini kurang menguntungkan dibandingkan buku bersampul keras, konten digital memiliki jangkauan lebih luas dan memenuhi preferensi audiens yang melek teknologi - khususnya generasi milenial, generasi Z, dan kemungkinan generasi-generasi yang lebih muda pada masa depan.

Format digital memungkinkan penyertaan konten tambahan, seperti elemen multimedia dan fitur interaktif, yang meningkatkan pengalaman membaca dan memberikan peluang pendapatan baru bagi penerbit.

Memang benar bahwa jumlah pencetakan buku mengalami penurunan secara global, namun masih jauh dari punah, khususnya di sektor pendidikan.

Buku teks, bahan referensi, dan publikasi cetak terus menjadi penting bagi sekolah, perguruan tinggi, universitas, perpustakaan, fakultas kedokteran, firma hukum, dan berbagai institusi lainnya. Buktinya apa?

Ketika memperhatikan secara saksama, jumlah penerbitan mayor maupun indie masih begitu subur di kota-kota pelajar seperti Yogyakarta, Malang, Bandung, dan Solo. Itu menandakan masih ada "kue" untuk diperebutkan.

Di era digital yang berkembang pesat saat ini, perdebatan seputar keuntungan buku fisik versus e-book tetap menjadi topik yang kontroversial dan memiliki banyak segi.

Meskipun mungkin tampak intuitif bahwa e-book, dengan kemudahan dan aksesibilitasnya, akan mendominasi pasar, kenyataannya tidak seperti yang terlihat.

Masih ada begitu banyak orang yang lebih nyaman melipat, mencoret, atau menandai halaman yang terakhir dibaca melalui buku cetak dibandingkan dengan membaca buku digital dengan segala kepraktisannya.

Bertentangan dengan anggapan umum, banyak penelitian dan analisis pasar secara konsisten menunjukkan bahwa penjualan buku fisik terus melebihi penjualan e-book.

Menurut hemat saya sebagai penulis sekaligus penggemar buku; industri perbukuan masih jauh rasanya jika dikatakan akan tumbang.

Penerbit-penerbit lokal kita hanya perlu beradaptasi menyesuaikan kebutuhan pasar. Misalnya, dengan merilis buku cetak dan ebook sekaligus di setiap penerbitan, membuat dan menjual versi audiobook-nya, hingga membuat materi-materi pelatihan berbasis konten buku untuk genre buku pengembangan diri khususnya.

Simalakama pembajakan

Salah satu tantangan terbesar yang dihadapi industri perbukuan adalah pembajakan. Sama seperti industri musik dan film, pembajakan merupakan ancaman serius terhadap penghidupan penerbit dan penulis.

Pembajakan tidak hanya menghilangkan pendapatan yang sah bagi pembuat konten, tetapi juga melemahkan insentif untuk memproduksi konten baru.

Berbagai upaya telah dilakukan untuk memerangi pembajakan, termasuk tindakan hukum, teknologi manajemen hak digital (DRM), dan kampanye kesadaran masyarakat.

Namun permasalahannya tetap ada dan belum ada solusi yang pasti. Penting bagi konsumen untuk memahami dampak negatif pembajakan dan mendukung penulis dan penerbit dengan membeli buku yang sah.

Selain tantangan digitalisasi dan pembajakan, industri perbukuan juga menghadapi beberapa masalah mendesak lainnya yang berdampak signifikan terhadap operasional dan profitabilitasnya.

Produksi buku cetak melibatkan berbagai biaya, termasuk biaya kertas, tinta, peralatan pencetakan, dan transportasi. Selama bertahun-tahun, harga komponen penting ini terus meningkat.

Meningkatnya harga kertas dan tinta cetak tidak hanya memengaruhi margin keuntungan penerbit, tetapi juga menyebabkan harga buku yang lebih tinggi bagi konsumen.

Penerbit sering kali perlu mengambil keputusan sulit mengenai proses pencetakan dan harga untuk mempertahankan daya saing mereka.

Ketergantungan industri percetakan pada kertas telah menimbulkan permasalahan lingkungan. Produksi kertas melibatkan penggundulan hutan, penggunaan air, dan konsumsi energi.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com