SESAAT lagi kita masuk pada penghujung 2023. Perekonomian global masih dalam kondisi gloomy atau suram.
Pertumbuhan ekonomi di berbagai negara mengalami pelambatan seperti Amerika pada triwulan ke III hanya bertumbuh 2,9 persen (yoy) melanjutkan pertumbuhan positif triwulan sebelumnya.
Sedangkan perekonomian Tiongkok mengalami penurunan dibandingkan triwulan II yang mengalami akselerasi 6,3 persen.
Sedangkan Ekonomi Jepang menyusut di kuartal III yang sebelumya menunjukkan kinerja positif dengan pertumbuhan 6 persen (yoy). Tidak disangka Jepang mengalami penurunan pertumbuhan sangat signifikan menjadi 2,1 (yoy) persen karena kenaikan inflasi domestik yang membebani permintaan konsumen.
Sedangkan India adalah negara yang paling stabil tren pertumbuhan ekonominya, yaitu berada pada angka 6,5 persen.
Untuk negara Asean, Indonesia pada kuartal III pertumbuhan ekonominya 4,9 persen, masih di bawah Malaysia, Filipina, dan Thailand.
Namun ini menunjukkan kinerja perekonomian Indonesia masih cukup baik, walaupun kita harus tetap waspada atas faktor eksternal dan internal.
Faktor eksternal, semakin memanasnya geopolitik Israel dan Palestina di Gaza, sedangkan perang Rusia dan Ukraina belum jelas kapan berakhir.
Faktor internal, Indonesia masuk pada tahun politik Pemilu 2024. Suhu politik memengaruhi perekonomian. Jika politiknya stabil, maka harga-harga stabil, daya beli masyarakat juga stabil.
The Fed tampaknya sudah berada pada titik untuk tidak lagi bersikap hawkish, meskipun tidak akan mengambil keputusan dalam waktu dekat karena tingkat pengangguran AS masih di bawah 4 persen.
Ketika inflasi mulai menurun, likuiditas kembali menyeret kurva imbal hasil dan mendongkrak harga saham. Sisi negatifnya terbatas, sedangkan sisi positifnya mungkin tidak terlalu fluktuatif.
Selain itu, nilai tukar efektif dollar AS telah terapresiasi lebih dari 8 persen terhadap mata uang utama lainnya sejak Maret 2022, ketika The Fed mulai menaikkan suku bunga.
Meskipun apresiasi mata uang tidak terlalu berpengaruh dalam meredam harga barang-barang yang dapat diperdagangkan di AS dibandingkan di negara lain.
Dengan kebijakan The Fed yang kurang hawkish, greenback mungkin akan kembali ke level 15.000 pada Kuartal I 2024 terhadap rupiah.
Kebijakan moneter kita terkunci dalam “imposible Trinity” mau tidak mau Indonesia harus mengikuti The Fed untuk menjaga rupiah.