Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Rabiul Misa
Pegawai Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Tenggara

Menulis adalah bekerja untuk keabadian

Menggelorakan Inklusi Keuangan UMKM Pertanian Hijau

Kompas.com - 07/12/2023, 15:39 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

DI TENGAH berbagai tantangan perubahan iklim yang dihadapi, ekonomi hijau menjadi perbincangan global yang semakin mengemuka guna memastikan kesejahteraan masyarakat untuk generasi sekarang maupun generasi mendatang.

Sejauh mana praktik pengembangan ekonomi hijau di Indonesia?

Berdasarkan review MIT Technology, peringkat Indonesia pada The Green Future Index 2023 meningkat dari tahun sebelumnya, namun masih dalam kategori Climate Laggards.

GFI Indonesia tahun 2023 berada pada peringkat 49 dari 76 negara, sempat meningkat dari tahun 2022.

Indonesia masih dalam kelompok Climate Laggards (slow and uneven progress or commitment toward building a green future).

Green Economy Index Indonesia khususnya pada pilar environment juga masih tertinggal dibandingkan indikator lainnya. Kondisi tersebut menyiratkan pesan bahwa implementasi ekonomi hijau di Tanah Air ibarat masih jauh panggang dari api.

Tidak dapat dipungkiri, saat ini implementasi pertanian organik saja masih menghadapi sejumlah tantangan dari beberapa aspek di tengah besarnya kontribusi sektor pertanian terhadap PDB domestik.

Pertama, kendala terkait kurangnya permodalan dan SDM berupa rendahnya mindset petani untuk implementasi pertanian organik.

Kedua, berkaitan dengan produksi di mana petani menilai biaya untuk memulai produksi tanaman organik masih cukup tinggi.

Ketiga, kurangnya modal sosial, yakni tingkat solidaritas Kelompok Tani (Poktan) untuk saling mendukung dalam penerapan konsep organik. Misalnya, terbatasnya kemampuan dalam mendapatkan informasi bahan baku pertanian organik yang terjangkau baik lokasi maupun harga.

Terakhir, adanya kendala pemasaran pada ranah domestik di mana masyarakat menganggap tingginya harga tanaman organik ketika disandingkan dengan tanaman nonorganik.

Sementara pada tataran global turut diperhadapkan dengan masih terbatasnya pasokan tanaman organik yang dapat memenuhi permintaan pasar luar negeri.

Merespons berbagai persoalan yang muncul, Bank Indonesia sebagai otoritas moneter turut menaruh perhatian serius.

Hal itu diwujudkan melalui pengembangan UMKM Hijau sebagai salah satu inisiatif dalam framework Kebijakan Ekonomi dan Keuangan Hijau Bank Indonesia.

Hal ini difokuskan untuk mendorong terciptanya pembiayaan berwawasan lingkungan (green financing) melalui penerbitan peraturan rasio Green Loan to Value (LTV)/Financing to Value (FTV), Green Rasio Pembiayaan Inklusif Makroprudensial (RPIM), serta mengembangkan instrumen pasar uang hijau.

Halaman:

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com