Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
KILAS

Kebijakan Fiskal Jadi Penjaga Stabilitas Ekonomi Indonesia di Tengah Tekanan Global

Kompas.com - 08/12/2023, 19:28 WIB
Dwi NH,
A P Sari

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Kebijakan fiskal memiliki peranan penting sebagai penjaga stabilitas nasional sekaligus mempertahankan pertumbuhan ekonomi. 

Pemerintah Indonesia lewat Kementerian Keuangan (Kemenkeu) berkomitmen melaksanakan reformasi struktural dalam meningkatkan daya saing di dunia lewat pembangunan infrastruktur, perbaikan kualitas sumber daya manusia (SDM), serta penguatan institusi.

Pada beberapa forum kerja sama ekonomi internasional, Indonesia secara aktif berkontribusi dalam menetapkan agenda global dan menyelesaikan masalah global.

Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani menyampaikan bahwa Indonesia terus melanjutkan perjalanannya menjadi negara yang berpenghasilan tinggi atau high income country.

Baca juga: Sederet Insentif Pemerintah untuk Dorong Masyarakat Berpenghasilan Rendah Punya Rumah

"Ini bukanlah perjalanan yang mulus dan mudah, karena tidak ada seorang pun yang menjanjikan bahwa menjadi negara berpenghasilan tinggi itu akan muda. Namun, ini adalah sesuatu yang harus terus kita dukung dengan kebijakan institusi yang baik,” ujarnya dalam siaran pers yang diterima Kompas.com, Jumat (8/12/2023).

Pada acara Annual International Forum on Economic Development and Public Policy (AIFED) ke-12 di Nusa Dua, Bali, Rabu (6/12/2023) sampai Kamis (7/12/2023), Sri Mulyani menjabarkan strategi Indonesia untuk pulih dari kesulitan akibat pandemi Covid-19.

Ia mengungkapkan bahwa cara melindungi ekonomi Indonesia adalah menggunakan kebijakan moneter dan fiskal.

Kemenkeu, kata Sri Mulyani, menggunakan kedua kebijakan tersebut dengan cara yang belum pernah terjadi sebelumnya.

Baca juga: Singapura dan China Merencanakan Kebijakan Bebas Visa Bersama Selama 30 Hari

"Pada saat yang sama, kami juga melihat dunia yang sangat terfragmentasi dengan perang teknologi dan fragmentasi geopolitik. Lingkungan global ini jelas memengaruhi pilihan kebijakan dan peluang bagi suatu negara," jelas Sri Mulyani.

Fragmentasi global, lanjut dia, menjadi stimulus terjadinya peningkatan nasionalisme dan populisme. Keduanya dipastikan akan memberikan tekanan besar di sisi fiskal.

"Karena pada akhirnya, fiskal, yaitu anggaran, merupakan cerminan dari aspirasi masyarakat, sehingga sentimen terhadap nasionalisme dan populisme pasti akan ditransmisikan ke dalam kebijakan fiskal," ucap Sri Mulyani.

Lebih lanjut, Sri Mulyani mengatakan bahwa banyak negara yang mengadopsi kebijakan fiskal tertentu yang sebenarnya mengakomodir banyak hal, seperti defisit yang tinggi ataupun utang yang tinggi.

Baca juga: PII Siap Jamin Utang Proyek di IKN yang Digarap Pemerintah Bersama Pengusaha

"Tapi kalau memang mereka masih mampu untuk memiliki utang yang tinggi," imbuhnya.

Menurut Sri Mulyani, kebijakan fiskal mampu bertahan terhadap tekanan yang datang dari guncangan global, baik itu dalam bentuk krisis keuangan global, pandemi, ataupun yang terbaru seperti perubahan iklim.

Ia mengungkapkan bahwa semua bentuk krisis tersebut harus dapat direspons oleh suatu negara.

Indonesia, sebut Sri Mulyani, merupakan salah satu negara yang mampu merespons dengan cepat guncangan global tersebut.

"Saya sangat senang melihat Badan Kebijakan Fiskal (BKF) di Kemenkeu menyadari betul perubahan dinamika global ini yang perlu dipahami karena sebetulnya ini masih terus berlangsung. (Perubahan) ini belum sepenuhnya bisa dimengerti, dan pada saat yang sama juga belum final, ini bisa menciptakan dinamika yang sangat besar," tuturnya.

Baca juga: 3 Hubungan antara Kimia Hijau dengan Pemanasan Global

Nasionalisme dan fragmentasi global

Seminar internasional Annual International Forum on Economic Development and Public Policy (AIFED) ke-12, di Nusa Dua, Bali, yang dihelat mulai Rabu (6/12/2023) sampai Kamis (7/12/2023).
DOK. Humas Kemenkeu Seminar internasional Annual International Forum on Economic Development and Public Policy (AIFED) ke-12, di Nusa Dua, Bali, yang dihelat mulai Rabu (6/12/2023) sampai Kamis (7/12/2023).

Sementara itu, Sri Mulyani mengungkapkan tentang pandangannya terhadap perkembangan kebijakan negara-negara dunia.

Menurutnya, kemunculan dan peningkatan sentimen nasionalisme yang berlebihan di banyak negara dapat berdampak negatif pada masa depan multilateralisme.

Peningkatan fragmentasi global, kata Sri Mulyani, dapat menyebabkan menurunnya kepercayaan antarnegara, terutama dalam hal prioritas dalam dunia global.

"Hal ini dapat dimengerti karena setiap pemimpin dipilih oleh rakyatnya sendiri dan karena itulah mereka akan melindungi rakyatnya terlebih dahulu. Namun, sepertinya era ketika kepentingan nasional dan kepentingan global dapat disejajarkan sudah tidak ada lagi," katanya.

Baca juga: SBY Minta Jokowi Hati-hati soal Alasan Cawe-cawe Demi Kepentingan Nasional

Sri Mulyani mengatakan bahwa fragmentasi menciptakan tantangan antara negara-negara, termasuk Indonesia yang berperan konstruktif di tengah lanskap global yang tidak menentu akibat banyaknya perubahan dalam perputaran perekonomian antar negara.

Oleh karena itu, sebut dia, Kemenkeu terus menjalankan segala sesuatunya sesuai dengan konstitusi serta berperan konstruktif untuk memastikan bahwa dunia dibangun dengan perdamaian, kedaulatan, dan kesetaraan.

Kinerja yang stabil

Dalam kesempatan tersebut, Sri Mulyani mengatakan bahwa Indonesia telah menunjukkan kinerja yang relatif stabil dan baik dalam mengatasi situasi global yang penuh dengan tantangan, seperti suku bunga tinggi dan perubahan iklim akibat pandemi.

Kinerja itu dibuktikan dengan perekonomian Indonesia yang terus tumbuh sekitar 5 persen dalam delapan kuartal terakhir.

Baca juga: Perputaran Uang di Festival Irau Ke-10 Capai Rp 44 Miliar, Bupati Malinau: Berdampak pada Perekonomian

"Kami juga terus berfokus pada hal-hal yang paling penting dalam membangun fondasi yang tepat dan lebih kuat bagi Indonesia untuk melanjutkan perjalanan kami menjadi negara berpenghasilan tinggi," jelas Sri Mulyani.

Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa kesuksesan Indonesia dalam menghadapi perubahan global dapat diatribusikan pada penggunaan perangkat fiskal untuk mengelola berbagai guncangan, baik dari tekanan global maupun domestik.

Dengan menggunakan kebijakan fiskal secara bijaksana dan responsif, Indonesia berhasil menstabilkan perekonomian, meski sekaligus tetap menjaga kesinambungan fiskal.

Setelah pandemi, kata Sri Mulyani, Indonesia segera melaksanakan konsolidasi fiskal dengan baik. Hal ini berimbas pada kondisi fiskal Indonesia saat ini yang relatif lebih baik dibandingkan dengan negara berkembang dan maju lainnya.

Baca juga: Pengertian Negara Maju dan Negara Berkembang, Apa Bedanya?

"Itu adalah harta karun atau fondasi yang perlu dipertahankan. Karena saat ini dan juga di masa depan kita akan terus menghadapi guncangan yang akan datang," ujarnya.

Kemenkeu, lanjut Sri Mulyani, akan terus menggunakan instrumen fiskal yang dirumuskan dengan prinsip kehati-hatian, berkeadilan, dan berkesinambungan untuk mengatasi tantangan jangka pendek dan panjang, sehingga dapat mencapai tujuan menjadi negara berpendapatan tinggi di masa mendatang.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com