Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ekonomi Indonesia Butuh Stimulus Fiskal dan Moneter

Kompas.com - 07/11/2023, 19:00 WIB
Agustinus Rangga Respati,
Yoga Sukmana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Perlambatan perekonomian global sudah terlihat. Hal tersebut ditandai dengan sejumlah negara yang mencatat pertumbuhan ekonomi lebih kecil dari perkiraan, termasuk Indonesia.

Bahana TCW Investment Management menilai perlunya pemerintah bersama otoritas moneter mengambil langkah segera untuk mendorong pertumbuhan ekonomi ke depan.

Badan Pusat Statitik (BPS) mencatat produk domestik bruto (PDB) selama Juli-September 2023 tercatat tumbuh 4,94 persen secara tahunan dibanding periode yang sama tahun sebelumnya.

Baca juga: Target Pertumbuhan Ekonomi 2023 Bisa Dicapai, tapi Tidak Mudah

Pencapaian ini lebih rendah jika dibandingkan kuartal dua yang tumbuh sebesar 5,17 persen.

Ekonom Bahana TCW Emil Muhamad menuturkan, secara akumulasi selama sembilan bulan pertama tahun ini, ekonomi Indonesia telah tumbuh 5,05 persen.

"Ke depan kami melihat perlunya menambah amunisi stimulus fiskal dan moneter," kata dia dalam keterangan resmi, Selasa (7/11/2023).

Ia menambahkan, respons kebijakan BLT El-nino serta pembebasan PPN bagi rumah di bawah Rp 2 miliar akan mampu mendorong aktivitas perekonomian selama dua bulan terakhir tahun ini.

Baca juga: 3 Alasan Pertumbuhan Ekonomi RI di Bawah 5 Persen menurut Ekonom

Menurut dia, pemerintah melakukan langkah sigap dalam merespons tanda-tanda perlambatan ekonomi yang mulai muncul.

Sementara itu dari sisi moneter, Bank Indonesia (BI) dinilai perlu melonggarkan likuiditas melalui diskon giro wajib minimum (GWM) serta menurunkan rasio penyangga likuiditas makroprudensial yang dapat mempermudah perbankan dalam menyalurkan kredit.

Emil berharap, pelonggaran likuiditas mampu menjaga momentum pertumbuhan ekonomi hingga tahun depan karena tantangan perekonomian dunia, termasuk Indonesia, tidak mudah ke depan.

Era suku bunga tinggi secara global telah menurunkan daya beli masyarakat dan juga berdampak pada kinerja ekspor Indonesia. Tak heran bila pertumbuhan ekspor terhadap PDB domestik mulai memperlihatkan penurunan atau minus 4,26 persen secara tahunan.

Baca juga: Tren Pertumbuhan Ekonomi RI di Atas 5 Persen Berakhir?

Bahkan rasio kontribusi ekspor terhadap PDB turun ke 21,3 persen, dari periode yang sama tahun sebelumnya masih tercatat sebesar 25,5 persen.

Konsumsi rumah tangga yang selalu menjadi penopang utama pertumbuhan ekonomi mengalami penurunan dan hanya tumbuh sebesar 5,06 persen, dengan kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi sebesar 52,62 persen.

Padahal, konsumsi rumah tanggap pada periode yang sama tahun sebelumnya tumbuh sebesar 5,39 persen. Hal ini terjadi di tengah masih lambatnya realisasi belanja pemerintah.

Baca juga: Kejar Target Pertumbuhan Ekonomi di Atas 5 Persen, Ini Jurus Sri Mulyani

Menurut anak usaha Indonesia Financial Holding (IFG) ini, melemahnya konsumsi masyarakat dapat dibantu oleh penyaluran belanja negara. Selama kuartal tiga tahun ini, belanja negara hanya tumbuh 1,75 persen secara tahunan.

Halaman:


Terkini Lainnya

Ada Gempa Garut, Kereta Cepat Whoosh Tetap Beroperasi Normal

Ada Gempa Garut, Kereta Cepat Whoosh Tetap Beroperasi Normal

Whats New
Akhirnya, Bea Cukai Bebaskan Bea Masuk Alat Belajar SLB yang Tertahan Sejak 2022

Akhirnya, Bea Cukai Bebaskan Bea Masuk Alat Belajar SLB yang Tertahan Sejak 2022

Whats New
Sri Mulyani Minta Ditjen Bea Cukai Perbaiki Layanan Usai 3 Keluhan Terkait Pelayanan Viral di Medsos

Sri Mulyani Minta Ditjen Bea Cukai Perbaiki Layanan Usai 3 Keluhan Terkait Pelayanan Viral di Medsos

Whats New
Menuju Indonesia Emas 2045, Pelaku Usaha Butuh Solusi Manajemen SDM yang Terdigitalisasi

Menuju Indonesia Emas 2045, Pelaku Usaha Butuh Solusi Manajemen SDM yang Terdigitalisasi

Whats New
Jadi Sorotan, Ini 3 Keluhan Warganet soal Bea Cukai yang Viral Pekan Ini

Jadi Sorotan, Ini 3 Keluhan Warganet soal Bea Cukai yang Viral Pekan Ini

Whats New
Perhitungan Lengkap Versi Bea Cukai soal Tagihan Rp 31 Juta ke Pembeli Sepatu Seharga Rp 10 Juta

Perhitungan Lengkap Versi Bea Cukai soal Tagihan Rp 31 Juta ke Pembeli Sepatu Seharga Rp 10 Juta

Whats New
Berapa Gaji dan Tunjangan Pegawai Bea Cukai Kemenkeu?

Berapa Gaji dan Tunjangan Pegawai Bea Cukai Kemenkeu?

Work Smart
Dukung 'Green Building', Mitsubishi Electric Komitmen Tingkatkan TKDN Produknya

Dukung "Green Building", Mitsubishi Electric Komitmen Tingkatkan TKDN Produknya

Whats New
Kemenhub Cabut Status 17 Bandara Internasional, Ini Alasannya

Kemenhub Cabut Status 17 Bandara Internasional, Ini Alasannya

Whats New
Kinerja Pegawai Bea Cukai 'Dirujak' Netizen, Ini Respon Sri Mulyani

Kinerja Pegawai Bea Cukai "Dirujak" Netizen, Ini Respon Sri Mulyani

Whats New
Pembatasan Impor Barang Elektronik Dinilai Bisa Dorong Pemasok Buka Pabrik di RI

Pembatasan Impor Barang Elektronik Dinilai Bisa Dorong Pemasok Buka Pabrik di RI

Whats New
Sukuk Wakaf Ritel adalah Apa? Ini Pengertian dan Karakteristiknya

Sukuk Wakaf Ritel adalah Apa? Ini Pengertian dan Karakteristiknya

Work Smart
Viral Mainan 'Influencer' Tertahan di Bea Cukai, Ini Penjelasan Sri Mulyani

Viral Mainan "Influencer" Tertahan di Bea Cukai, Ini Penjelasan Sri Mulyani

Whats New
Harga Emas ANTAM: Detail Harga Terbaru Pada Minggu 28 April 2024

Harga Emas ANTAM: Detail Harga Terbaru Pada Minggu 28 April 2024

Spend Smart
Harga Emas Terbaru 28 April 2024 di Pegadaian

Harga Emas Terbaru 28 April 2024 di Pegadaian

Spend Smart
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com