Setidaknya ada sejumlah kondisi yang memungkinkan Pelita Air dapat bertumbuh maksimal. Pertama, bisnis Pelita Air tidak mengalami dampak serius akibat serangan Covid-19, sebab selama ini fokus melayani penyewaan pesawat.
Pelita Air baru memasuki penerbangan berjadwal pada 28 April 2022. Artinya, secara keuangan tidak terganggu.
Kedua, saat ini jumlah pesawat komersial berjadwal untuk penerbangan dalam negeri masih terbatas. Menurut data Kementerian Perhubungan, hingga 30 Agustus 2023, jumlah pesawat yang dioperasikan untuk penumpang niaga berjadwal sebanyak 393 unit.
Pesawat yang sedang perawatan 173 unit. Sementara kebutuhan idealnya 700 unit pesawat.
Ketiga, sekitar 40 persen biaya operasional pesawat adalah avtur atau bahan bakar minyak. Harga avtur selalu mengikuti harga minyak dunia. Belakangan harga avtur selalu naik.
Hal tersebut sering menjadi masalah bagi sejumlah maskapai. Akan tetapi, bagi Pelita Air, persoalan ini takkan menjadi kendala serius, sebab Pertamina pasti tetap menyulai avtur sebagai bagian dari investasi.
Akan tetapi, ada sejumlah persoalan juga bakal menghadang Pelita Air. Jika masalah ini tidak tertangani dengan baik, berpeluang maskapai ini bakal berjalan agak tertatih juga.
Pertama, adanya depresiasi nilai tukar rupiah. Melemahnya nilai tukar rupiah ini menjadi beban serius bagi industri penerbangan, terutama maskapai Indonesia yang hanya mengandalkan penerbangan domestik.
Penerbangan ini pendapatannya hanya dalam bentuk rupiah. Padahal hampir semua komponen produksi penumpang berkaitan dengan nilai tukar asing, yakni dollar AS. Misalnya, biaya sewa pesawat, suku cadang, dan asuransi.
Kedua, Transformasi bisnis Pelita Air menuntut budaya kerja yang lebih responsif, lebih aktif dalam mempromosikan dan memasarkan maskapai ini kepada publik. Promosi itu melalui publikasi media massa, media sosial dan media lainnya.
Dengan demikian, Pelita Air menjadi pembicaraan di kalangan masyarakat. Setelah itu menjadi pertama setiap kali mereka ingin terbang ke kota yang juga ada penerbangan Pelita Air.
Sejauh ini, harapan tersebut belum terwujud. Hal ini mungkin saja karena selama 52 tahun, Pelita Air hanya fokus mengurusi penyewaan pesawat yang tidak perlu atraktif dalam melakukan promosi, sebab sudah memiliki pelanggan yang jelas dan riil. Kadang promosi dan publikasi sering terabaikan.
Ketiga, selama ini Pertamina dan semua anak usahanya memiliki sejumlah aktivitas pemberdayaan masyarakat melalui program tanggung jawab sosial (Corporate Social Responsilibity/CSR). Misalnya, pendampingan desa wisata, usaha kuliner serta usaha mikro kecil dan menengah (UMKM).
Pelita Air dapat melakukan kolaborasi dan menjembatani kepentingan itu. Maskapai ini dapat mempromosikan desa wisata dan memasarkan produk UMKM.
Pilihan lain, yakni Pelita Air melakukan sinergi dan kerjasama dengan biro perjalanan memasarkan paket wisata. Salah satu, yakni mengajak wisatawan mengunjungi desa wisata, menikmati kuliner dan membeli produk UMKM hasil binaan kelompok usaha Pertamina.
Melihat peluang-peluang yang ada, maka transformasi Pelita Air saat ini merupakan pilihan tepat. Perannya tidak semata-mata memperkuat penerbangan niaga berjadwal nasional, tetapi lebih dari itu dapat mendongkrak ekonomi masyarakat melalui pariwisata.
Itu sebabnya, semua pihak yang terlibat dalam transformasi bisnis Pelita perlu lebih atraktif dan responsif.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.