Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ekonomi Indonesia Bisa Tumbuh 7 Persen, tapi Harus Kerja Ekstra Keras

Kompas.com - 24/12/2023, 18:00 WIB
Kiki Safitri,
Yoga Sukmana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Cawapres nomor urut 3 Mahfud MD mengatakan, pertumbuhan ekonomi Indonesia tidak pernah sampai 7 persen sejak era Orde Baru. Hal ini dikarenakan korupsi dan inefisiensi yang terjadi pada sektor pendukung pertumbuhan ekonomi.

"Saya sampaikan ke beberapa ahli mereka bilang hanya karena kebodohan kita tidak bisa naikkan pertumbuhan ekonomi 7 persen karena kita ini kaya raya dengan SDA dan SDM yang hebat," uja Mahfud dalam acara Debat Cawapres di Jakarta Convention Center (JCC) Jakarta, Jumat (22/12/2023).

Menanggapi hal itu, Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Mohammad Faisal menilai, Indonesia bisa mencapai pertumbuhan ekonomi sebesar 7 persen, bahkan lebih. Hanya saja butuh kerja yang lebih keras lagi.

Baca juga: Daftar Janji Muhaimin, Gibran, dan Mahfud MD di Bidang Ekonomi

“Masih mungkin, dengan kerja ekstra keras. Kalau enggak kerja keras, dan melakukan pendekatan yang lebih kuat lagi dari sebelumnya, ya sulit,” kata Faisal kepada Kompas.com, Minggu (24/12/2023)

Fisal menekankan, untuk mendapat pertumbuhan ekonomi 7 persen itu butuh usaha yang luar biasa, mengingat dalam 20 tahun terakhir sejak Orde Baru, Indonesia tidak pernah dapat pertumbuhan ekonomi 7 persen.

“Paling tinggi kita dapat 6 persen karena ada booming komoditas. Pada 2022 lalu, kita booming komoditas naiknya 5,3 persen. Artinya, kalau mau 7 persen harus ada banyak perubahan yang jauh lebih besar dari sebelumnya, yang sifatnya out of the box,” ungkap dia.

Baca juga: Mahfud MD: Pertumbuhan Ekonomi Tidak Pernah Capai 7 Persen karena Banyak Korupsi

Faisal bilang, untuk mencapai pertumbuhan ekonomi, kuncinya adalah revitalisasi industri. Dia menilai revitalisasi industri adalah hal yang paling memungkinkan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi lebih tinggi, karena industri ini bisa menciptakan lapangan kerja.

Contohnya, hilirisasi yang merupakan sebagian penguatan industri manufaktur. Dengan membangun industri hilirnya yang berasal dari sumber daya alam, yang mana kita saat ini memiliki keunggulan komparatif dari sumber daya alam.

“Hilirisasi sudah dilakukan sejak 2019, yang mulai kelihatan di nikel. Pada 2020 ada larangan ekspor nikel dan masih baru, belum ada 5 tahun, ini efeknya 5 persenan juga (pertumbuhan ekonomi RI). (Jika dilanjutkan), ini bisa ngangkat ke 7 persen,” kata dia.

Baca juga: Menko Airlangga Ungkap 3 Mesin Ekonomi untuk Capai Target Pertumbuhan

“Harus diperdalam hilirisasinya, bukan hanya pengolahan tahap awal, tapi ke produk yang lebih hilir, kalau bisa sampai produk jadi tersambung. Selain diperdalam hilir, perlu diperluas sekrtornya, jadi bukan hanya nikel tapi sumber daya alam komoditas lain, dan bukan di tambang saja, tapi juga paling banyak potensinya,” lanjut dia.

Menurut Faisal, hilirisasi di sektor pertanian, perikanan, perkebunan memiliki potensi yang tidak kalah besar. Di sisi lain ini juga dekat dengan karakteristik dan budaya masyarakat Indonesia.

“Dari sektor itu, paling banyak juga menciptakan lapangan pekerjaan. Efeknya bisa kepada peningaktan kesejahteraan dan pertumbuhan ekonomi bisa lebih luas,” kata dia.

Baca juga: Ini Ramalan Terbaru Ekonomi Indonesia dari OECD

Menurut, Direktur Center of Economics and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira, mencapai pertumbuhan ekonomi 7 persen dalam lima tahun tentu tidaklah mudah. Tapi hal ini bisa dicapai dengan memanfaatkan bonus demografi (masyarakat usia produktif) yang hanya akan sampai tahun 2035.

“Pertumbuhan 7 persen melihat tantangan eksternal yang cukup besar, fragmentasi perdagangan internasional, konflik geopolitik nampaknya agak sulit,” kata Bhima saat dihubungi Kompas.com Minggu (24/12/2023).

“Bisa tumbuh 5 persen saja sudah dikatakan performa yang tinggi dibanding negara G20 lainnya. Perlu dicatat juga bahwa kekuatan ekonomi indonesia adalah bonus demografi, jadi usia produktifnya harus lebih diberdayakan diberi lapangan kerja yang berkualitas,” sambung Bhima.

Baca juga: Apakah Ekonomi Indonesia Bisa Tumbuh Sampai 7 Persen?

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com