Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Rudi Hartono
Penulis Lepas dan Peneliti

Penulis lepas dan pendiri Paramitha Institute

Meluruskan Jalan Hilirisasi

Kompas.com - 05/01/2024, 12:40 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Pada 2013, investasi senilai Rp 1 triliun bisa menyerap 4.954 tenaga kerja. Sekarang ini, investasi senilai Rp 1 triliun hanya menyerap 1.340 tenaga kerja. Penyebabnya, investasi lewat hilirisasi lebih banyak padat modal dan teknologi.

Yang juga agak ironi, meskipun investasi yang didorong hilirisasi bisa mendongkrak pertumbuhan ekonomi lokal, tetapi angka kemiskinan masih tetap tinggi.

Data BPS menunjukkan, kemiskinan di sentra pengolahan nikel tetap tinggi, melebihi angka kemiskinan nasional yang pada 2022 mencapai 9,57 persen.

Mari melihat Kabupaten Morowali, Sulawesi Tengah, salah satu pusat smelter Nikel di Indonesia.

Pertumbuhan produk domestik regional bruto (PDRB) per kapita Morowali merupakan yang tertinggi di Sulawesi Tengah, yaitu 14,51 persen (BPS, 2023). Namun, tingkat kemiskinan di sana masih 12,58 persen dari total populasi.

Isu lainnya adalah lingkungan dan keselamatan tenaga kerja. Aktivitas pertambangan dan pembangunan smelter memicu kekhawatiran soal kerusakan ekosistem hutan hujan, sungai, danau, hingga pesisir dan laut.

Hal lain yang perlu diperhatikan adalah soal keselamatan pekerja. Beberapa hari lalu, ledakan tungku smelter di Morowali menyebabkan 21 orang korban meninggal (update per 3 Januari 2024).

Trend Asia mencatat, setidaknya hingga September 2023, ada 19 kejadian kecelakaan kerja smelter di Indonesia.

Melanjutkan hilirisasi

Agenda hilirisasi tidak boleh berhenti di tengah jalan seperti sebelum-sebelumnya. Komitmen Presiden Jokowi untuk melanjutkan hilirisasi perlu didukung, tetapi juga perlu diluruskan.

Pertama, hilirisasi perlu didorong agar semakin ke hilir agar tidak hanya memproduksi olahan setengah jadi, tetapi juga olahan yang bisa menjadi bahan baku untuk kebutuhan industri dalam negeri.

Dalam hal ini, kebijakan hilirisasi seharusnya mengintegrasikan aktivitas pertambangan di hulu dengan kebutuhan industri di hilir. Kita perlu merancang strategi jangka panjang yang menjembatani industri hulu, antara, dan hilir.

Menautkan antara hilirisasi dengan industrialisasi adalah yang terpenting. Sebab, berkaca pada pengalaman banyak negara maju, industrialisasi merupakan kereta yang paling cepat dan tangguh untuk mendongkrak pertumbuhan ekonomi, memperluas penyerapan tenaga kerja, mengurangi kemiskinan, dan melentingkan inovasi.

Kedua, hilirisasi harus diperluas tidak hanya pada komoditas mineral dan batu bara, tetapi juga pada sektor perkebunan, perikanan, kelautan, dan lain-lain. Hilirisasi pada sektor yang disebut belakangan bisa lebih padat karya, sehingga memperluas penyerapan tenaga kerja.

Ketiga, hilirisasi perlu didorong lebih inklusif, dengan memberi kesempatan kerja kepada masyarakat lokal dan pelibatan UMKM. Mulai dari pelibatan UMKM dan koperasi dalam memenuhi kebutuhan harian pekerja di smelter hingga melibatkan UMKM dalam rantai pasok industri.

Terakhir, hilirisasi harus memberi kesempatan lebih banyak kepada tenaga kerja lokal. Mengingat bahwa hilirisasi mineral bersifat padat modal dan teknologi, sehingga membutuhkan tenaga kerja yang lebih terampil, ada kebutuhan bagi pemerintah untuk menggenjot pembangunan SDM, mulai dari investasi besar-besaran untuk pendidikan, perluasan lembaga/balai pelatihan kerja, hingga transfer pengetahuan (transfer of knowledge) antara tenaga kerja asing (TKA) dan tenaga kerja lokal.

Jika hilirisasi terus berjalan dengan konsisten, disertai dengan industrialisasi yang menderap maju, maka kita perlu menaruh harapan besar bahwa bangsa ini akan segera terlepas dari jeratan middle income trap, juga bisa menghempaskan kutukan sumber daya, lalu melangkah menjadi negara maju, adil, dan makmur.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com