Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Beda Pandangan Anies, Prabowo, dan Ganjar soal Persaingan BUMN dan Swasta

Kompas.com - 15/01/2024, 20:12 WIB
Agustinus Rangga Respati,
Erlangga Djumena

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pelaku usaha yang tergabung dalam Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia mempertanyakan pembagian peran Badan Usaha Milik Negara dan pihak swasta dalam menjalankan sebuah usaha.

Menurut Kadin, fungsi BUMN adalah mengerjakan pekerjaan yang tidak dapat dilakukan sektor swasta. Namun begitu, menurut Kadin, sering terdapat penugasan dan monopoli di BUMN yang tidak sesuai dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang larangan praktik monopoli dan persaingan usaha yang tidak sehat.

Adapun, keberlanjutan usaha bagi sektor swasta merupakan tolok ukur yang penting. Untuk itu para calon presiden (capres) yakni Anies Baswedan, Prabowo Subianto, dan Ganjar Pranowo diminta memaparkan strategi untuk memberikan kesempatan yang sama antara BUMN dan swasta.

Baca juga: BUMN dalam Pandangan Anies, Prabowo, dan Ganjar

Lantas bagaimana jawaban dari setiap capres ketika ditanya seputar strategi memastikan kesempatan berusaha yang sama antara BUMN dan sektor swasta?

Calon presiden nomor urut 1, Anies Baswedan usai berdialog dengan Kadin Indonesia di Djakarta Teather, Jakarta Pusat, Kamis (11/1/2024) malam.KOMPAS.com/SINGGIH WIRYONO Calon presiden nomor urut 1, Anies Baswedan usai berdialog dengan Kadin Indonesia di Djakarta Teather, Jakarta Pusat, Kamis (11/1/2024) malam.
1. Anies Baswedan

Capres nomor urut 1 Anies Baswedan mengatakan, BUMN sepatutnya tidak dipandang sebagai institusi untuk meningkatkan pendapatan negara. BUMN seharusnya dipandang sebagai institusi untuk mengembangkan pembangunan.

Menurut Anies, negara pada dasarnya memiliki dua tangan yang tercermin dari birokrasi dan korporasi. Dua tangan negara tersebut bertugas melakukan pembangunan.

"Jadi korporasi milik negara tidak dipandang sebagai institusi untuk meningkatkan pendapatan negara, tetapi dipandang sebagai institusi yang melakukan pembangunan," kata dia.

Selain birokrasi, ia menambahkan, negara menghadirkan korporasi karena membutuhkan fleksibilitas dalam eksekusi program pembangunan. Ketika dipandang sebagai instrumen yang bertugas meningkatkan pendapatan negara, korporasi milik negara atau BUMN akan crowding out pasar.

Crowding out merupakan kondisi ketika kebijakan pemerintah yang bersifat ekspansif memengaruhi kondisi pasar.

"Di situ ada conflict of interest. Di satu sisi regulator, di sisi lain adalah market player, maka dia akan bisa membuat regulasi yang menguntungkan market player yang miliknya dia," terang dia.

Untuk itu, mantan Gubernur DKI Jakarta itu bilang, korporasi yang dimiliki negara harus dipandang sebagai agen pembangunan seperti birokrasi.

Sebagai contoh, ketika masih menjabat Gubernur DKI, Anies memilih membentuk perseoran terbatas (PT) alih-alih menyerahkan pengelolaan transportasi publik kepada Dinas Perhubungan.

Hal tersebut karena bentuk PT lebih mudah untuk melakukan kontrak dengan pihak mana saja, termasuk untuk rekrutmen pegawai. Itu dapat dilakukan tanpa terikat denga peraturan aparatur sipil negara (ASN) yang rumit.

"Jadi ketika negara punya korporasi, jangan dipandang itu sebagai mencari keuntungan. Itu menjalankan tugas pembangunan dengan cara fleksibilitas yang ada di korporasi. Ini yang absen di dalam BUMN kita selama ini," tandas dia.

Baca juga: Anies Sebut BUMN Jangan Jadi Alat Negara Dongkrak Pendapatan

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com