Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Diteken Jokowi, Ini Aturan yang Bikin Pajak Hiburan Jadi 40-75 Persen

Kompas.com - Diperbarui 17/01/2024, 13:50 WIB
Muhammad Idris

Penulis

KOMPAS.com - Pajak hiburan yang diatur dalam Undang-Undang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (UU HKPD) menuai banyak protes dari para pengusaha pemilik usaha, terutama ketentuan tarif pajak hiburan minimal 40 persen.

Mulanya, tarif pajak hiburan diatur dalam UU Nomor 28 tahun 2009 atau juga dikenal dengan UU Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (UU PDRD).

Salah satu sosok yang paling vokal menentang aturan itu adalah pengacara kondang Hotman Paris yang juga pemilik Atlas Beach Fest Bali dan tempat hiburan malam Holywing.

Kemudian figur lainnya yang cukup lantang menentang regulasi tersebut yakni pedangdut Inul Daratista yang merupakan pemilik jaringan karaoke, Inul Vista.

Baca juga: Jadi Sumber Polemik Riau dan Sumbar, Apa Itu Pajak Air Permukaan?

Mengenal pajak hiburan

Pajak hiburan sendiri sejatinya merupakan pajak daerah, bukan pajak pusat. Meski demikian, payung hukum pengenaan pajak daerah dikeluarkan oleh pemerintah pusat.

Dengan kata lain, meski pemungut pajak adalah pemerintah daerah, namun untuk penetapan tarif pajaknya tetap mengacu pada UU yang dibuat pemerintah pusat dan DPR RI.

Pemerintah daerah diberikan keleluasaan menetapkan tarif mengacu pada batas minimal dan maksimal, itu sebabnya besaran pajak hiburan di masing-masing daerah berbeda-beda.

Mengutip sejumlah laman resmi pemerintah daerah, pajak hiburan dapat diartikan sebagai pajak yang dikenakan atas penyelenggaraan sebuah hiburan.

Pajak hiburan dapat meliputi semua jenis pertunjukkan, tontonan, permainan, atau keramaian dalam bentuk apapun dan dapat dikenakan pungutan pajak.

Baca juga: Mengapa Konglomerat Bisa Mengusai Ratusan Ribu Hektar Lahan di RI?

Lebih detailnya, apabila merujuk pada UU, berikut 12 kategori yang masuk objek pajak barang dan jasa tertentu (PBJT), yaitu:

  1. Tontonan film atau bentuk tontonan audio visual lainnya yang dipertontonkan secara langsung di suatu lokasi tertentu
  2. Pergelaran kesenian, musik, tari, dan/atau busana
  3. Kontes kecantikan
  4. Kontes binaraga
  5. Pameran
  6. Pertunjukan sirkus, akrobat, dan sulap
  7. Pacuan kuda dan perlombaan kendaraan bermotor
  8. Permainan ketangkasan
  9. Olahraga permainan dengan menggunakan tempat/ruang dan/atau peralatan dan perlengkapan untuk olahraga dan kebugaran
  10. Rekreasi wahana air, wahana ekologi, wahana pendidikan, wahana budaya, wahana salju, wahana permainan, pemancingan, agrowisata, dan kebun binatang
  11. Panti pijat dan pijat refleksi
  12. Diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap/spa.

Menurut Kementerian Keuangan, dari 12 kategori PBJT di atas, hanya kategori terakhir yang dikenakan pajak minimal 40 persen yang meliputi diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap/spa. Sementara kategori PBJT lainnya dikenakan pajak maksimal 10 persen.

Bagian dari UU Cipta Kerja

Untuk diketahui saja, UU Nomor 1 Tahun 2022 atau UU HKPD adalah bagian dari UU Cipta Kerja. Besaran tarif pajak hiburan diatur secara jelas dalam Pasal 58.

Disebutkan, bahwa pajak hiburan paling kecil adalah 40 persen dan paling tinggi adalah 75 persen. Aturan minimal tarif pajak 40 persen untuk hiburan kategori khusus inilah yang paling banyak menuai protes para pengusaha karena sebelumnya tidak diatur dalam regulasi yang lama.

Dengan aturan minimal tarif pajak 40 persen, otomatis semua pemda wajib mengikutinya karena seluruh Peraturan Daerah (Perda) harus tunduk pada UU HKPD.

Misalnya saja, Pemda DKI Jakarta yang baru saja menetapkan pajak hiburan sebesar 40 persen. Sebelum adanya UU HKPD, Pemprov DKI mengenakan pajak sebesar 25 persen untuk pajak kelab malam hingga diskotek sesuai dengan Perda DKI Jakarta Nomor 3 tahun 2015.

Baca juga: Mengenal HGU, Alasan Prabowo Bisa Kuasai Tanah Hampir 500.000 Hektar

"Khusus tarif PBJT atas jasa hiburan pada diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap/spa ditetapkan paling rendah 40 persen dan paling tinggi 75 persen," bunyi Pasal 58 ayat (2) UU HKPD.

Sementara dalam regulasi yang lama yakni UU PDRD, tarif pajak hiburan ditetapkan maksimal 35 persen dan 10 persen untuk hiburan kesenian rakyat. Tidak batasan minimal tarif pajak dalam UU lama.

Masih dalam UU PDRD yang lama, pemerintah pusat memperbolehkan pemda memungut pajak sampai 75 persen untuk beberapa jenis usaha hiburan misalnya klab malam, diskotik, panti pijat, dan spa.

Namun tak semua penyelenggaraan hiburan dikenakan pajak. Beberapa hiburan yang bebas yang dikecualikan dari PBJT antara lain promosi budaya tradisional, kegiatan layanan masyarakat, dan kesenian atau hiburan lain yang diatur Perda.

UU Nomor 1 Tahun 2022 ini diteken oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada 5 Januari 2022 dan mulai diundangkan pada tanggal yang sama oleh Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly.

Baca juga: 7 Daerah yang Tetapkan Tarif Pajak Hiburan 75 Persen

Klarifikasi Kemenkeu

Sementara itu Direktur Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan Kemenkeu, Lydia Kurniawati menegaskan, pungutan pajak hiburan tersebut bukanlah suatu hal yang baru.

Aturan baru dalam UU HKPD adalah batas tarif bawah, di mana pajak hiburan dikenakan paling sedikit 40 persen kategori hiburan khusus. Aturan inilah yang menimbulkan beberapa penolakan.

"PBJT ini bukan jenis pajak baru. Pada saat UU Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, sebelum UU HKPD, ini sudah ada. Dikenalnya dengan pajak hiburan," tutur Lydia beberapa waktu lalu.

Lydia menjelaskan, salah satu alasan pemerintah menetapkan batas bawah pajak hiburan atas jasa diskotik hingga spa ialah dikarenakan jasa tersebut tergolong jasa hiburan khusus.

Pemerintah menilai, hiburan kategori khusus seperti jasa diskotek, karaoke, kelab malam, hingga spa, tidak dinikmati oleh masyarakat umum, sehingga diperlukan perlakuan khusus terhadap kegiatan-kegiatan tersebut.

Baca juga: Pajak Hiburan Naik 40 Persen, Pengusaha Teriak

"Untuk mempertimbangkan rasa keadilan dalam upaya mengendalikan, dipandang perlu untuk menetapkan tarif batas bawahnya," ujar Lydia.

Selain itu, alasan pemerintah untuk menetapkan batas bawah ialah agar pemerintah daerah tidak berlomba-lomba menetapkan tarif pajak hiburan yang rendah terhadap jasa-jasa tergolong hiburan khusus.

"Guna mencegah terjadinya penetapan tarif yang race to bottom," katanya.

Lebih lanjut Lydia bilang, besaran batas bawah 40 persen sudah melalui berbagai pembahasan yang melibatkan berbagai pihak terkait, hingga akhirnya diputuskan bersama DPR RI.

"Dalam penetapan tarif ini pemerintah bersama dengan legislatif, jadi eksekutif dan legislatif itu telah mempertimbangakn masukan dari berbagai pihak," ucapnya.

Selain itu, Lydia juga menegaskan, tak semua usaha hiburan dikenakan pajak minimal 40 persen. Tarif pajak tersebut hanya berlaku untuk kategori diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap/spa.

Baca juga: Lahan Dipakai untuk Tiang Listrik PLN, Bisakah Minta Ganti Rugi? 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com