Demikian juga pemberian keringanan pajak barang mewah bagi mobil listrik yang menggunakan baterai hasil hilirisasi nikel.
Insentif yang sama juga dalam bentuk pemberian keringanan bea masuk bagi mobil dan komponen yang menggunakan baterai hasil hilirisasi nikel, dengan tarif yang bervariasi (hingga 50 persen untuk mobil, 7,5 persen untuk completely knock down (CKD), dan 10 persen untuk spare part).
Belanja pajak yang besar untuk hilirisasi Nikel dan ekosistemnya ini menuai kritikan.
Pertama, dianggap menjadi salah satu faktor penekan realisasi penerimaan pajak. Kebijakan hilirisasi komoditas nikel dinilai telah menggerus penerimaan pajak hingga Rp 32 triliun. Hal ini diungkapkan oleh lembaga riset Center of Economic and Law Studies (Celios).
Kedua, dengan dampak deforestasi yang ditimbulkan di sektor hulu dari hilirisasi nikel, seharusnya insentif yang diberikan perlu dengan kajian yang komprehensif, dalam kerangka ekonomi berkelanjutan.
Dus, ekonomi hijau idealnya memiliki supply chain yang linear. Pernyataan bahwa ekonomi hijau memiliki supply chain yang linier berarti bahwa ekonomi hijau menerapkan prinsip-prinsip ramah lingkungan dalam setiap tahap rantai pasok, mulai dari pemilihan bahan baku berkelanjutan, penggunaan energi terbarukan, pengurangan dan pengelolaan limbah, hingga pengoptimalan logistik untuk mengurangi emisi.
Jika insentif diberikan pada produk hilirisasi nikel dengan perolehan baku dengan dampak deforestasi yang tinggi, justru bertentangan dengan prinsip-prinsip ideal ekonomi hijau.
Data yang dirilis harian Kompas edisi 13 Juli 2023, menunjukkan bahwa deforestasi nikel telah mencapai 24.811 ha dari 2000-2023.
China menguasai supply chain ekonomi hijau, yang berarti China memiliki peran penting dalam memproduksi dan mendistribusikan produk ramah lingkungan, seperti energi terbarukan, kendaraan listrik, dan produk organik.
Sementara Indonesia, dengan kemampuan supply chain yang terbatas dalam ekonomi hijau, hanya menjadi pasar bagi produk-produk impor seperti mobil listrik. Di saat yang sama, dari sisi hulu hilirisasi SDA, mengalami deforestasi.
Indonesia perlu meningkatkan kemampuan dan kemandirian dalam mengembangkan supply chain ekonomi hijau di dalam negeri.
Indonesia juga perlu mengevaluasi kebijakan pajak yang diberikan kepada perusahaan smelter China, agar tidak merugikan keuangan negara dan menghambat perkembangan industri lokal.
Indonesia harus bisa memanfaatkan sumber daya alamnya untuk menciptakan produk-produk hijau yang bernilai tinggi dan berdaya saing di pasar global.
Geliat pertumbuhan ekonomi di Sulteng lima tahun terakhir cukup fantastis. Secara tahunan, rata-rata pertumbuhan ekonomi Sulteng dari 2020-Triwulan III-2023 di kisaran 11 persen.
Pada Triwulan III-2023, pertumbuhan ekonomi Sulteng adalah 13,6 persen (yoy). Industri pengolahan mencatatkan kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi Sulteng sebesar 27,99 persen dengan pertumbuhan secara tahunan sebesar 9.78 persen