Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Ahmad Danu Prasetyo
Peneliti

Danu adalah seorang Analis Senior di OJK Institut. Ia menempuh pendidikan di Keio University, Jepang dan meraih gelar PhD di bidang ekonomi. Sebelum berkarir di OJK, ia adalah seorang pengajar di Sekolah Bisnis dan Manajemen ITB. Danu memiliki minat untuk meneliti berbagai aspek terkait ekonomi dan keuangan. Beberapa hasil penelitiannya telah dipublikasikan di berbagai Jurnal Nasional dan Internasional.

Menyoal Pinjaman Dana Pendidikan

Kompas.com - 03/02/2024, 11:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

BELAKANGAN ini masyarakat dihebohkan pemberitaan mengenai layanan pinjaman yang diberikan oleh Danacita, salah satu perusahaan Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi (LPBBTI) untuk pembayaran Uang Kuliah Tunggal (UKT) Institut Teknologi Bandung.

Banyak pihak yang menyayangkan atas keputusan ITB yang bekerjasama dengan perusahaan LPBBTI tersebut dengan berbagai alasan, mulai dari keharusan PTN untuk menyelenggarakan pendidikan yang inklusif, hingga kepada faktor psikologis mahasiswa.

Menanggapi polemik tersebut, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) selaku regulator dan pengawas sektor jasa keuangan di Indonesia tidak tinggal diam.

Dari hasil penelusuran OJK, tidak ada aturan yang dilanggar terkait dengan kerja sama tersebut. Pihak Danacita telah memenuhi semua ketentuan dalam pemberian dana pinjaman, termasuk ketentuan mengenai besaran bunga pinjaman yang ditetapkan sesuai SEOJK No. 19/2023.

Berdasarkan informasi yang diterima, ITB bukanlah perguruan tinggi pertama yang menjalin kerja sama dengan Danacita.

Sebelumnya, perusahaan tersebut telah bekerjasama dengan ratusan perguruan tinggi dan penyelenggara kursus dalam penyaluran pinjaman bagi pembayaran dana pendidikan.

Lebih jauh, sebenarnya Danacita bukanlah satu-satunya perusahaan yang menawarkan skema pembiayaan untuk tujuan pendidikan, terdapat setidaknya empat perusahaan LPBBTI lainnya yang menawarkan pinjaman dengan skema serupa.

Meluruskan persepsi tentang utang

Dalam ilmu manajemen keuangan, utang adalah alat yang dapat digunakan untuk meraih tujuan keuangan. Utang dapat meningkatkan leverage usaha.

Selain itu, utang juga merupakan sumber pemodalan dengan biaya lebih murah dibandingkan dengan sumber lainnya.

Namun demikian, penggunaan utang harus dilakukan secara bijak dan hati-hati. Utang sebaiknya digunakan untuk memenuhi kebutuhan produktif yang memberikan imbal hasil lebih besar daripada bunganya.

Selain itu, penting untuk menilai kemampuan keuangan yang kita miliki untuk melunasi kewajiban yang akan timbul.

Apabila melihat dari syarat-syarat yang disebutkan di atas, maka pinjaman pendidikan telah memenuhi syarat pertama; pendidikan dapat dianggap sebagai investasi diri untuk meraih penghidupan yang lebih baik di masa depan.

Namun, banyak orang yang gagal dalam menilai kemampuan keuangannya, atau bahkan mengabaikan sama sekali konsekuensi yang akan dihadapi.

Kasus "Student Loan" di Amerika Serikat

Beberapa ekonom memperingatkan bahaya jebakan utang yang membayangi pinjaman pendidikan dengan membandingkan kasus ledakan tunggakan student loan di Amerika Serikat.

Namun, perlu kiranya kita memahami perbedaan skema pinjaman yang dilakukan di Amerika Serikat dan di Indonesia.

Di Amerika Serikat, pinjaman dapat diberikan oleh pemerintah federal, bank, atau lembaga keuangan lainnya. Pembayaran pinjaman beserta bunganya dimulai setelah mahasiswa lulus dari perkuliahan dan mendapatkan pekerjaan.

Dengan skema seperti itu, diharapkan mahasiswa dapat terlepas dari kekhawatiran terkait permasalahan finansial dan berfokus pada pendidikannya.

Namun, ternyata skema tersebut menjadi bom waktu. Demand terhadap pendidikan tinggi semakin membludak seiring dengan pelambatan ekonomi, yang berakibat biaya perkuliahan terkerek naik.

Begitu pun, permintaan akan pinjaman pendidikan juga semakin meningkat, yang menyebabkan naiknya suku bunga pinjaman.

Di sisi lain, pemerintah federal mulai membatasi pemberian pinjaman bersubsidi sejak tahun 2002, sementara peningkatan pendapatan yang diharapkan tidak kunjung terjadi.

Bisa dipastikan, tingkat Non Performing Loan (NPL) kemudian menjadi melonjak. Pada 2020 yang lalu, jumlah tunggakan student loan di Amerika Serikat mencapai lebih dari 1,6 Triliun dollar AS, angka yang sangat fantastis.

Berbeda dengan skema pembiayaan di Amerika Serikat, di Indonesia, pinjaman pendidikan pada dasarnya adalah skema kredit tanpa agunan biasa, di mana kewajiban pembayarannya dimulai segera setelah pinjaman dicairkan.

Selain itu durasi pinjaman cukup pendek, maksimal hingga 24 bulan saja.

Perbedaan lainnya adalah terkait dengan adanya penjamin pinjaman. Di Amerika Serikat, mahasiswa bertanggung jawab sendiri atas pinjaman yang ia ajukan.

Umumnya, ini adalah pinjaman pertama yang ia lakukan dalam jumlah besar, sehingga akan mengurangi kapasitasnya untuk melakukan pinjaman lainnya setelah kelulusan, seperti pengajuan KPR, kredit kendaraan dan lain sebagainya.

Di Indonesia, peran seorang wali dibutuhkan sebagai penjamin pinjaman. Hal ini dikarenakan mahasiswa dianggap belum cukup umur dan belum memiliki penghasilan, sehingga wali yang kemudian bertanggungjawab untuk melunasi kewajiban atas utang tersebut.

Kehadiran kewajiban tambahan ini biasanya muncul belakangan setelah tujuan-tujuan keuangan primer telah dipenuhi.

Bukan solusi paten

Walaupun risiko skema pinjaman pendidikan di Indonesia lebih terukur, akan tetapi menurut hemat saya itu hanya panasea.

Pemberian pinjaman merupakan solusi sementara sekadar memindahkan kewajiban masa kini ke waktu yang akan datang.

Biasanya masyarakat yang tertarik untuk mengajukan pinjaman dari LPBBTI memang berada pada kondisi terdesak dan tidak memiliki aset yang cukup untuk diagunkan.

Dengan suku bunga pinjaman yang relatif tinggi, pinjaman tersebut justru akan membawa risiko kredit yang lebih tinggi pula.

Untuk mengatasi hal itu, diperlukan dukungan dari berbagai pihak. Pihak PT dapat berupaya untuk memberikan alternatif pembiayaan pendidikan melalui beasiswa, research grant, ataupun bekerja paruh waktu di kampus.

Kementerian Keuangan dapat menyediakan pendanaan pendidikan yang lebih murah yang bersumber dari dana abadi pendidikan yang dikelola oleh LPDP.

Selanjutnya, OJK perlu melakukan program literasi keuangan yang lebih intensif kepada masyarakat, meninjau kembali aturan mengenai batas maksimum suku bunga pinjaman LPBBTI, khususnya bagi skema pinjaman dana pendidikan, serta meningkatkan pengawasan terhadap perilaku penyelenggara LPBBTI.

Selain itu, perlu pula kiranya Kemendikbudristek mempertimbangkan fleksibilitas yang lebih luas bagi PT untuk berinovasi dalam mencari pendanaan alternatif serta mengelola dan mengembangkan aset yang mereka miliki.

Diharapkan semua pemangku kepentingan dapat bersinergi sehingga didapatkan titik cerah atas permasalahan terkait pinjaman dana pendidikan ini.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com