Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ekonom: APBN Diinjak-injak dari Sisi Pengeluaran...

Kompas.com - 06/02/2024, 10:38 WIB
Agustinus Rangga Respati,
Erlangga Djumena

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Ekonom yang juga Rektor Universitas Paramadina Didik J. Rachbini menilai bahwa Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Indonesia telah diinjak-injak. Untuk itu, APBN perlu dikontrol dan mendapatkan pengawasan.

"Diinjak-injak dari sisi pengeluaran, mau bansos Rp 496 triliun, belum bayar utang Rp 500 triliun, belum pendidikan 20 persen (dari APBN) itu sudah Rp 600 triliun, transfer daerah itu Rp 800 triliun. Itu menyebutkan 4 saja sudah Rp 2.400 triliun, mau tambahan apa lagi?," kata dia dalam Diskusi Universitas Paramadina, ditulis Selasa (6/2/2024).

Ia menambahkan, APBN juga perlu diawasi terlebih ketika musim pemilihan umum (pemilu) seperti saat ini. APBN dikhawatirkan akan dimanfaatkan atau dipolitisasi untuk urusan tertentu.

Baca juga: Penyaluran Bansos Bebani APBN? Ini Kata Pengamat

"Jadi harus ada yang rasional. Jadi janji-janji presiden, mau ini mau itu, dari mana uangnya. Itu pertanyaan yang harus kritis," imbuh dia.

Di sisi sebaliknya, pengeluaran yang terbilang banyak ternyata tak sebanding dengan pendapatan yang dikumpulkan negara.

Rasio pajak atau tax ratio Indonesia dinilai belum optimal dan malah cenderung turun setelah sempat menyentuh 11-12 persen.

Kementerian Keuangan (Kemenkeu) sendiri mencatat rasio perpajakan terhadap produk domestik bruto (PDB) atau tax ratio sebesar 10,21 persen pada 2023

Sebagai pembanding, Denmark memiliki tax ratio mencapai 41 persen. Sementara, negara yang tergabung dalam The Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) memiliki rata-rata tax ratio 32 persen.

Baca juga: Butuh Dana Rp 11,25 Triliun untuk BLT, Pemerintah Bakal Otak-atik APBN

Organisasi di bidang ekonomi tersebut berisi 30 negara yang bertugas membentuk kebijakan bagi kehidupan masyarakat yang lebih baik.

"Bandingkan saja dengan Filipina yang ekonominya dianggap di belakang kita, itu sudah 15-16 persen. Singapura gitu juga, meskipun Singapura merendahkan pajaknya tapi tax ratio-nya cukup tinggi," tandas dia.

Sebagai informasi, Kemenkeu melaporkan meskipun tax ratio masih di level double digit, tetapi jumlahnya turun dibandingkan 2022. Pada 2022, tax ratio RI ada dikisaran 10,39 persen.

Koreksi tax ratio itu disebabkan oleh adanya program pengungkapan sukarela (PPS) pada 2022 yang tidak berulang pada 2023.

Kemenkeu mencatat, tanpa adanya PPS, tax ratio pada 2022 sebesar 10,08 persen. Menteri Keuangan RI Sri Mulyani menilai, kinerja perpajakan RI sepanjang tahun lalu positif.

Pasalnya, di tengah tren penurunan harga komoditas global, kinerja penerimaan pajak masih mampu melanjutkan tren pertumbuhan sejak 2021.

Baca juga: Sri Mulyani Tegaskan Bansos adalah Program APBN

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com