Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kadir Ruslan
Analis Data di BPS, Pengajar di Politeknik Statistika STIS

Bekerja sebagai analis data sosial-ekonomi di Badan Pusat Statistik

Mengapa Harga Beras Terus Naik?

Kompas.com - 14/02/2024, 05:52 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

BELAKANGAN ini, harga beras dari hari ke hari terus mencatatkan rekor tertinggi. Apakah hal ini terjadi semata karena efek El Nino? Ataukah karena faktor struktural terkait kapasitas produksi yang menyebabkan terbatasnya pasokan?

Artikel ini berusaha menjawab pertanyaan tersebut dengan menggunakan data Badan Pusat Statistik (BPS) yang dikumpulkan melalui Survei Kerangka Sampel Area (KSA).

BPS mencatat, harga beras mulai mengalami kenaikan secara konsisten sejak Juli 2022. Saat itu, inflasi beras secara bulanan atau month-to-month (m-to-m) tercatat sebesar 0,05 persen.

Hingga Januari 2024, beras tercatat hanya sekali mengalami deflasi atau penurunan harga (m-to-m), yakni pada Juli 2023 sebesar 0,02 persen.

Melihat perkembangan harga saat ini, hampir dipastikan beras akan kembali mengalami inflasi pada Februari 2024.

Salah satu faktor yang seringkali dinyatakan sebagai penyebab kenaikan harga beras belakangan ini adalah fenomena El Nino yang menyebabkan kekeringan.

Kondisi tersebut memicu gagal tanam dan gagal panen di berbagai wilayah sentra produksi padi nasional.

El Nino juga menyebabkan musim tanam padi akhir tahun 2023, yang biasanya sudah dimulai sejak Oktober, mengalami kemunduran. Akibatnya, realisasi produksi padi awal tahun ini tidak setinggi tahun lalu.

Hal ini tergambar dari data hasil Survei KSA. Fenomena El Nino yang menguat sepanjang Juni hingga November 2023, berdampak pada kondisi pertanaman padi sepanjang paruh kedua tahun 2023.

BPS mencatat, luas panen padi sepanjang September hingga Desember 2023, mengalami penurunan sekitar 210.000 hektare dibandingkan dengan periode yang sama pada 2022.

Akibatnya, produksi padi dan beras juga mengalami penurunan masing-masing sebesar 960.000 ton gabah kering giling (GKG) dan 550.000 ton beras untuk konsumsi pangan penduduk.

Penurunan tersebut memberi andil terhadap penurunan produksi beras sepanjang tahun 2023 dibandingkan tahun 2022 yang sebesar 580.000 ton.

Data terbaru hasil KSA memperlihatkan bahwa produksi beras sepanjang Januari hingga Maret tahun ini diperkirakan sebesar 5,81 juta ton, jauh lebih rendah dibandingkan produksi pada periode yang sama tahun lalu yang sebesar 9,32 juta ton.

Jadi, tidak mengherankan jika harga beras terus merangkak naik sepanjang awal tahun 2024 karena pasokan yang terbatas.

Kapasitas produksi menurun

Sebetulnya, penurunan produksi beras sepanjang 2023 lebih banyak disumbang oleh penurunan produksi sepanjang periode Januari-April yang sebesar 730.000 ton, sebelum fenomena El Nino terjadi.

Untungnya, penurunan tersebut dapat terkompensasi oleh kenaikan produksi beras sepanjang Mei-Agustus 2023, yang sebesar 690.000 ton.

Itu artinya, kenaikan harga beras secara konsisten sejak Juli 2022 bukan semata karena efek El Nino. Fenomena El Nino hanya memperburuk persoalan struktural kapasitas produksi padi nasional yang terus menurun dalam beberapa tahun terakhir.

BPS mencatat, luas panen padi nasional terus mengalami penurunan secara konsisten sejak 2018 hingga 2023, yakni dari 11,38 juta hektare pada 2018; 10,68 juta hektare pada 2019; 10,66 juta hektare pada 2020; 10,41 juta hektare pada 2021; 10,45 juta hektare pada 2022; menjadi 10,21 juta hektare pada 2023.

Itu artinya, sepanjang 2018 hingga 2023, luas panen padi menyusut seluas 1,17 juta hektar. Penyusutan tersebut mengakibatkan penurunan produksi padi dan beras nasional masing-masing sebanyak 5,47 juta ton GKG dan 2,98 juta ton beras untuk pangan pada periode yang sama.

Tren penurunan tersebut nampaknya sangat dipengaruhi oleh laju konversi lahan sawah menjadi lahan perkebunan dan lahan untuk penggunaan non-pertanian dalam beberapa tahun terakhir.

Laju konversi lahan sawah tidak mampu dimbangi dengan pencetakan sawah baru sehingga menyebabkan defisit neraca lahan sawah dalam beberapa tahun terakhir.

Data Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional memperlihatkan bahwa luas baku sawah mengalami penurun dari 7,75 juta hektare pada 2013 menjadi 7,46 juta hektare pada 2019.

Mestinya, hal tersebut dapat diimbangi dengan peningkatan produktivitas padi nasional. Sayangnya, sejak tahun 2018, produktivitas padi nasional tidak mengalami peningkatan yang berarti, bahkan cenderung stagnan, yakni hanya meningkat dari 5,2 juta ton GKG per hektare pada 2018, menjadi 5,3 juta ton GKG per hektare pada 2023.

Pada saat yang sama, BPS mencatat bahwa total kebutuhan beras nasional untuk konsumsi pangan terus meningkat, dari 29,57 juta ton pada 2018 menjadi 30,62 juta ton pada 2023.

Peningkatan ini didorong oleh pertambahan jumlah penduduk dan penurunan angka konsumsi beras per kapita yang lambat.

Sepanjang 2018 hingga 2023, angka konsumsi beras per kapita pertahun hanya sedikit mengalami penurunan dari 111,58 kg pada 2018 menjadi 111,20 kg pada 2023.

Kombinasi kapasitas produksi yang terus menurun dan kebutuhan yang terus meningkat tersebut pada akhirnya menggerus surplus produksi (produksi-konsumsi) beras nasional dari 4,37 juta ton pada 2018 hingga hanya menjadi 340.000 ton pada 2023.

Hal ini menunjukkan bahwa stok beras hasil produksi dalam negeri terus menipis dari tahun ke tahun sehingga mimicu tren kenaikan harga beras dalam beberapa tahun terakhir.

Karena itu, jalan keluarnya adalah meningkatkan kapasitas produksi padi nasional, baik dengan meningkatkan luas panen (ekstensifikasi) maupun mamacu produktivitas (intensifikasi).

Ekstensifikasi dapat dilakukan melalui dua cara. Pertama, mengoptimalkan penanaman padi pada lahan sawah yang sudah ada dengan meningkatkan indeks pertanaman atau menanami lahan sawah yang selama ini tidak ditanami padi. Kedua, melakukan pencetakan sawah baru.

Upaya meningkatkan kapasitas produksi melalui ekstensifikasi tidaklah mudah di tengah derasnya laju konversi lahan sawah menjadi lahan non-pertanian serta penuan dan penurunan jumlah petani padi sebagaimana yang ditunjukkan oleh hasil Sensus Pertanian 2023.

Karena itu, memacu produktivitas harus menjadi fokus pemerintah dalam beberapa tahun ke depan, khususnya di wilayah luar Pulau Jawa yang produktivitas padinya sekitar 20 persen lebih rendah dibanding Pulau Jawa.

Hal ini antara lain dapat dilakukan dengan melakukan modernisasi budidaya tanaman padi melalui mekanisasi dan digitalisasi serta adopsi benih padi hibrida dengan produktivitas tinggi secara masif.

Tanpa upaya yang masif dan serius dalam meningkatkan kapasitas produksi padi nasional akan sulit bagi masyarakat Indonesia untuk menikmati beras murah dengan hanya mengandalkan produksi beras dalam negeri.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Libur Kenaikan Yesus Kristus, 328.563 Kendaraan Tinggalkan Jakarta

Libur Kenaikan Yesus Kristus, 328.563 Kendaraan Tinggalkan Jakarta

Whats New
OCBC Singapura Ajukan Tawaran Rp 16 Triliun untuk Akuisisi Great Eastern Holdings

OCBC Singapura Ajukan Tawaran Rp 16 Triliun untuk Akuisisi Great Eastern Holdings

Whats New
Inggris Keluar dari Jurang Resesi Ekonomi

Inggris Keluar dari Jurang Resesi Ekonomi

Whats New
Minta Penjualan Elpiji di Warung Madura Diperketat, Ini Penjelasan Peritel

Minta Penjualan Elpiji di Warung Madura Diperketat, Ini Penjelasan Peritel

Whats New
Intervensi Bank Sentral Kesetabilan Rupiah dan Cadangan Devisa

Intervensi Bank Sentral Kesetabilan Rupiah dan Cadangan Devisa

Whats New
Bank Muamalat Buka Lowongan Kerja hingga 31 Mei 2024, Cek Posisi dan Syaratnya

Bank Muamalat Buka Lowongan Kerja hingga 31 Mei 2024, Cek Posisi dan Syaratnya

Work Smart
Viral Video Youtuber Korsel Diajak Mampir ke Hotel, Ini Tanggapan Kemenhub

Viral Video Youtuber Korsel Diajak Mampir ke Hotel, Ini Tanggapan Kemenhub

Whats New
Finaccel Digital Indonesia Berubah Nama jadi KrediFazz Digital Indonesia

Finaccel Digital Indonesia Berubah Nama jadi KrediFazz Digital Indonesia

Whats New
Dampak Fluktuasi Harga Pangan Awal 2024

Dampak Fluktuasi Harga Pangan Awal 2024

Whats New
Mengenal 2 Fitur Utama dalam Asuransi Kendaraan

Mengenal 2 Fitur Utama dalam Asuransi Kendaraan

Earn Smart
Penggunaan Gas Domestik Didominasi Industri, Paling Banyak Industri Pupuk

Penggunaan Gas Domestik Didominasi Industri, Paling Banyak Industri Pupuk

Whats New
Libur Panjang, Angkasa Pura II Proyeksikan Penumpang Capai 1 Juta Orang

Libur Panjang, Angkasa Pura II Proyeksikan Penumpang Capai 1 Juta Orang

Whats New
Percepat Peluncuran Produk untuk Perusahaan Teknologi, XpandEast Terapkan Strategi Pengurangan Time-to-Market

Percepat Peluncuran Produk untuk Perusahaan Teknologi, XpandEast Terapkan Strategi Pengurangan Time-to-Market

Whats New
Pasar Kripto Berpotensi 'Rebound', Simak Prospek Jangka Panjangnya

Pasar Kripto Berpotensi "Rebound", Simak Prospek Jangka Panjangnya

Earn Smart
Asosiasi 'Fintech Lending' Buka Suara Soal Pencabutan Izin Usaha TaniFund

Asosiasi "Fintech Lending" Buka Suara Soal Pencabutan Izin Usaha TaniFund

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com