Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Celios: Keuntungan Semu Industri Nikel, Hanya Bisa Dinikmati 5 Tahun Pertama

Kompas.com - 20/02/2024, 18:59 WIB
Haryanti Puspa Sari,
Sakina Rakhma Diah Setiawan

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Center of Economic and Law Studies (Celios) mengungkapkan keuntungan dari industri nikel hanya bisa dinikmati pada lima tahun pertama.

Hal tersebut disampaikan Celios bersama Centre for Research on Energy and Clean Air (CREA) dalam hasil penelitian terbaru bertajuk "Membantah Mitos Nilai Tambah, Menilik Ulang Industri Nikel" di Jakarta, Selasa (20/2/2024).

Direktur Eksekutif Celios Bhima Yudhistira mengatakan, laju pertumbuhan industri nikel yang saat ini berpusat di tiga provinsi, yaitu Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, dan Maluku Utara diperkirakan akan menyumbang 4 miliar dollar AS atau setara Rp 62,8 triliun pada tahun kelima.

Baca juga: Jepang Resesi, Ekspor Batu Bara, Karet, hingga Nikel dari RI Bisa Terpukul

Direktur Eksekutif Celios, Bhima Yudhistira dalam paparan penelitian bertajuk Membantah Mitos Nilai Tambah, Menilik Ulang Industri Nike di Jakarta, Selasa (20/2/2024).KOMPAS.com/Haryanti Puspa Sari Direktur Eksekutif Celios, Bhima Yudhistira dalam paparan penelitian bertajuk Membantah Mitos Nilai Tambah, Menilik Ulang Industri Nike di Jakarta, Selasa (20/2/2024).

Namun, menurut Bhima, pada tahun-tahun berikutnya, industri nikel menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan dan produktivitas pertanian maupun perikanan, sehingga memengaruhi penurunan ekonomi secara dratis setelah tahun kedelapan.

"Meskipun diklaim terdapat masa depan yang menjanjikan dan peluang yang sangat besar bagi negara yang bisa didapat industri nikel, dampaknya terhadap masyarakat sekitar, terutama kesehatan dan sumber mata pencaharian, menempatkan mereka pada risiko yang besar," kata Bhima dalam paparannya di Jakarta, Selasa.

Bhima juga mengatakan, degradasi lingkungan merupakan salah satu dampak yang ditimbulkan oleh operasional pengolahan nikel.

Ia mengatakan, menurunnya kualitas air, tanah dan udara menyebabkan penurunan dalam jumlah nilai mata pencaharian pada nelayan dan petani di sekitar kawasan industri.

Baca juga: Punya Nikel, Jokowi Yakin Mobil Listrik Jadi Masa Depan Industri Otomotif Indonesia

 

"Diproyeksikan dalam laporan bahwa dalam 15 tahun ke depan, para petani dan nelayan akan mengalami kerugian hingga Rp3,64 triliun (234,84 juta dollar AS)," ujarnya.

Bhima juga mengatakan, penyerapan tenaga kerja lokal dari proyek industri nikel di tiga wilayah tersebut hanya akan terjadi pada tahun ke-3, kemudian cenderung menurun pada tahun ke-15.

Dalam paparannya, Bhima menjelaskan, penyerapan tenaga kerja industri nikel di Sulawesi Tengah pada tahun ketiga mencapai 66.008 orang namun terus menurun hingga pada tahun ke-15 menjadi 1.144 orang.

Kemudian penyerapan tenaga kerja industri nikel di Sulawesi Tenggara pada tahun ketiga mencapai 25.894 orang namun terus menurun pada tahun ke-15 menjadi 2.164 orang.

Baca juga: Tom Lembong Sebut Hilirisasi Nikel di Indonesia Terlalu Dipaksakan

Lalu, penyerapan tenaga kerja industri nikel di Maluku Utara pada tahun ketiga mencapai 14.035 orang namun terus menurun pada tahun ke-15 menjadi 218 orang.

"Tren ini konsisten dengan proyeksi penurunan output dari pertambangan, penggalian, dan semua sektor lainnya seiring dengan munculnya dampak eksternal negatif yang lebih nyata pada beberapa tahun kemudian," ujarnya.

Lebih lanjut, Bhima memberikan beberapa rekomandasi untuk pemerintah terkait proyek industri nikel salah satunya, membatasi izin smelter baru di kawasan industri dan menata ulang seluruh standar terkait pengelolaan limbah, pengendalian emisi gas buang, dan keselamatan kerja bagi semua perusahaan smelter yang sedang dan akan beroperasi.

Kemudian meningkatkan kontribusi berupa royalti dan dana bagi hasil dari aktivitas smelter maupun pertambangan nikel kepada daerah, menumbuhkan keterlibatan aktif masyarakat lokal, dan membangun transparansi dan akuntabilitas data emisi dan izin lingkungan hidup di tingkat perusahaan.

Baca juga: Peta Hilirisasi Nikel

 

"Melakukan revisi terhadap peraturan terkait pembangunan PLTU di kawasan industri, dan memasukkan rencana pensiun dini PLTU kawasan industri (captive) dalam kesepakatan JETP dan rencana pemerintah di bidang ketenagalistrikan," ucap dia.

Kondisi industri Nikel di Indonesia

Dikutip dari Kompas.id, Indonesia merupakan negara dengan produksi bijih nikel tertinggi di dunia, berdasarkan data United State Geological Survey (USGS) dan Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).

Produksi bijih nikel Indonesia sekitar 1,6 juta ton pada 2022. Jumlah itu terpaut jauh dengan Filipina yang menduduki peringkat kedua dunia dengan produksi sekitar 330.000 ton, dan Rusia di peringkat ketiga dengan produksi 220.000 ton.

Adapun cadangan nikel Indonesia tersebar di Sulawesi, Maluku dan Papua. Produksi bijih nikel Indonesia dari 2018 hingga 2022 juga selalu menjadi nomor satu dunia.

Baca juga: Ramai Kendaraan Listrik Pakai LFP dan Nikel, Apa Perbedaannya?

Sejak Januari 2020, Pemerintah Indonesia melarang ekspor nikel mentah dengan tujuan mendapat manfaat lebih dari unsur logam itu.

Kebijakan hilirisasi nikel ini dilakukan untuk menopang industri baterai kendaraan listrik agar Indonesia bisa menjadi pemain utama dalam industri kendaraan listrik dunia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com