Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Indonesian Insight Kompas
Kelindan arsip, data, analisis, dan peristiwa

Arsip Kompas berkelindan dengan olah data, analisis, dan atau peristiwa kenyataan hari ini membangun sebuah cerita. Masa lalu dan masa kini tak pernah benar-benar terputus. Ikhtiar Kompas.com menyongsong masa depan berbekal catatan hingga hari ini, termasuk dari kekayaan Arsip Kompas.

Benarkah Harga Beras Mahal karena Ada Bansos?

Kompas.com - 26/02/2024, 20:35 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Pada Januari 2024, sebut Dradjad, angka FARPI adalah 142,8. Sebelumnya, pada Januari 2023, angkanya 126,4.

"Artinya, harga beras dunia secara rerata naik 13 persen selama Januari 2023-Januari 2024," ungkap Dradjad.

Baca juga: Dibanding Tahun Lalu, Nilai Impor Beras Januari 2024 Melonjak 135 Persen

Menurut Dradjad, FARPI Januari 2024 itu bahkan tertinggi sejak tahun 2008.

Tak berhenti di situ, Dradjad menyodorkan pula proyeksi Bank Dunia soal harga beras. Selama 2024 harga beras dunia diperkirakan akan naik 6 persen menurut lembaga ini. Kenaikan tersebut diyakini berlanjut hingga awal 2025.

Faktor pemicu

Bila data sudah bicara, pertanyaan berikutnya adalah apa yang sebenarnya menjadi penyebab kenaikan harga beras pada saat ini?

Menurut Dradjad, sebab pertama adalah pemberlakuan larangan ekspor beras varietas non-basmati oleh India sejak 21 Juli 2023.

Larangan ini masih ditambah dengan restriksi ekspor lain yaitu penerapan harga dasar ekspor 950 dollar AS per metrik ton (MT) terhadap beras basmati dan 20 persen tarif terhadap ekspor beras setengah matang.

Baca juga: Beras Mahal dan Residu Politik Pilpres 2024

India adalah eksportir beras terbesar dunia, menguasai lebih dari 40 persen pasar. India menyalip Thailand sebagai eksportir terbesar mulai 2011.

Restriksi ekspor India membuat 9 juta MT beras menghilang dari pasar global sehingga harga melonjak.

Sebab kedua, lanjut Dradjad, adalah El Nino yang membuat produksi beras di berbagai negara anjlok.

S&P memperkirakan produksi beras India turun dari 135,5 juta MT pada 2023 menjadi 128 juta MT pada 2024. Pemerintah Thailand juga memroyeksikan penurunan produksi 6 persen selama 2023-2024.

"Dengan demikian wajar jika harga beras di Indonesia juga ikut melonjak," kata Dradjad.

Bagaimana pun, lanjut dia, harga di dalam negeri mau tidak mau mengikuti harga di pasar global juga. Terlebih lagi, ada porsi impor untuk pasokan di dalam negeri, sekalipun tidak dominan.

Dradjad menjelaskan, data impor beras pun sejatinya terlihat tidak dominan ketika dilihat secara tahunan. Namun, kata dia, bisa jadi pada bulan tertentu ketika pasokan dari dalam negeri tidak banyak maka porsi beras impor menjadi dominan di pasar.

Berharap pada beras Bulog

Untuk mengurangi dampak buruk bagi rakyat tersebab kenaikan harga beras, Dradjad berpendapat pemerintah perlu segera menggelontor pasar dengan cadangan beras Bulog.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com