Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Indonesian Insight Kompas
Kelindan arsip, data, analisis, dan peristiwa

Arsip Kompas berkelindan dengan olah data, analisis, dan atau peristiwa kenyataan hari ini membangun sebuah cerita. Masa lalu dan masa kini tak pernah benar-benar terputus. Ikhtiar Kompas.com menyongsong masa depan berbekal catatan hingga hari ini, termasuk dari kekayaan Arsip Kompas.

Benarkah Harga Beras Mahal karena Ada Bansos?

Kompas.com - 26/02/2024, 20:35 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

SALAH satu narasi yang mencuat di tengah kenaikan harga beras saat ini adalah mengaitkannya dengan jor-joran bantuan sosial (bansos) dari pemerintah.

Pertanyaannya, apakah betul bansos membuat angka konsumsi melonjak dan karenanya menaikkan harga sesuai hukum ekonomi?

Lalu, faktor apa saja sebenarnya yang membuat harga beras pada hari-hari ini melejit?

"Narasi yang mengatakan harga beras naik karena ada bansos itu salah dan menyesatkan," ujar ekonom dari Sustainable Development Indonesia (SDI), Dradjad Hari Wibowo, lewat layanan pesan singkat, Senin (26/2/2024). 

Menurut Dradjad, narasi tersebut salah karena bertentangan dengan teori baku ekonomi tentang hukum pasokan dan permintaan yang mempengaruhi harga.

Baca juga: Tom Lembong Tuding Bansos Jokowi Menguras 1,3 Juta Ton Beras Bulog, Sebabkan Lonjakan Harga

Jika bansos memang menjadi penyebab harga beras naik, artinya bansos menggeser kurva permintaan bergeser ke kanan alias menambah permintaan.

"Faktanya, rakyat penerima bansos selama ini mengonsumsi beras dalam jumlah tertentu saja. Tidak lalu bertambah konsumsinya karena ada bansos," ujar Dradjad.

Bedanya, ungkap Dradjad, beras harus dibeli pakai uang sendiri ketika tidak ada bansos. Sebaliknya, saat ada bansos, uang milik sendiri tidak terpakai untuk membeli beras lagi tetapi bisa dipakai untuk membeli barang atau jasa lain.

"Kuantitas berasnya relatif tidak berubah banyak (dengan ada atau tidak ada bansos)," kata Dradjad.

Baca juga: Harga Beras Naik, Tom Lembong Sebut Banyak Pejabat Kerja sebagai Pemadam Kebakaran

Yang berubah karena keberadaan bansos, tegas Ketua Dewan Pakar Partai Amanat Nasional (PAN) ini, adalah pendapatan disposable—pendapatan yang siap dibelanjakan—masyarakat.

"Ketika permintaan beras tidak bergeser, cateris paribus, harga tidak berubah," kata Dradjad.

Warga penerima bantuan beras dan sembako membawa paket bantuan yang dibagikan di Gudang Bulog, Klahang, Sokaraja, Banyumas, Jawa Tengah, Rabu (3/1/2024).  KOMPAS/MEGANDIKA WICAKSONO Warga penerima bantuan beras dan sembako membawa paket bantuan yang dibagikan di Gudang Bulog, Klahang, Sokaraja, Banyumas, Jawa Tengah, Rabu (3/1/2024).

Narasi yang mengaitkan kenaikan harga beras dan bansos juga menyesatkan menurut Dradjad karena tidak berbasis data. 

"Faktanya, harga beras dunia memang sedang naik tinggi," sebut Dradjad.

Data global beras

Dradjad menyodorkan sejumlah data dari aneka lembaga dunia. Dari Organisasi Pangan dan Pertanian PBB (FAO), salah satunya.

FAO punya data yang dinamai FAO All Rice Price Index (FARPI). Ini adalah indeks harga beras FAO.

Pada Januari 2024, sebut Dradjad, angka FARPI adalah 142,8. Sebelumnya, pada Januari 2023, angkanya 126,4.

"Artinya, harga beras dunia secara rerata naik 13 persen selama Januari 2023-Januari 2024," ungkap Dradjad.

Baca juga: Dibanding Tahun Lalu, Nilai Impor Beras Januari 2024 Melonjak 135 Persen

Menurut Dradjad, FARPI Januari 2024 itu bahkan tertinggi sejak tahun 2008.

Tak berhenti di situ, Dradjad menyodorkan pula proyeksi Bank Dunia soal harga beras. Selama 2024 harga beras dunia diperkirakan akan naik 6 persen menurut lembaga ini. Kenaikan tersebut diyakini berlanjut hingga awal 2025.

Faktor pemicu

Bila data sudah bicara, pertanyaan berikutnya adalah apa yang sebenarnya menjadi penyebab kenaikan harga beras pada saat ini?

Menurut Dradjad, sebab pertama adalah pemberlakuan larangan ekspor beras varietas non-basmati oleh India sejak 21 Juli 2023.

Tren harga beras 2023-2024 hingga 16 Februari 2024.ARSIP KOMPAS/LUHUR Tren harga beras 2023-2024 hingga 16 Februari 2024.
Larangan ini masih ditambah dengan restriksi ekspor lain yaitu penerapan harga dasar ekspor 950 dollar AS per metrik ton (MT) terhadap beras basmati dan 20 persen tarif terhadap ekspor beras setengah matang.

Baca juga: Beras Mahal dan Residu Politik Pilpres 2024

India adalah eksportir beras terbesar dunia, menguasai lebih dari 40 persen pasar. India menyalip Thailand sebagai eksportir terbesar mulai 2011.

Restriksi ekspor India membuat 9 juta MT beras menghilang dari pasar global sehingga harga melonjak.

Sebab kedua, lanjut Dradjad, adalah El Nino yang membuat produksi beras di berbagai negara anjlok.

S&P memperkirakan produksi beras India turun dari 135,5 juta MT pada 2023 menjadi 128 juta MT pada 2024. Pemerintah Thailand juga memroyeksikan penurunan produksi 6 persen selama 2023-2024.

"Dengan demikian wajar jika harga beras di Indonesia juga ikut melonjak," kata Dradjad.

Bagaimana pun, lanjut dia, harga di dalam negeri mau tidak mau mengikuti harga di pasar global juga. Terlebih lagi, ada porsi impor untuk pasokan di dalam negeri, sekalipun tidak dominan.

Dradjad menjelaskan, data impor beras pun sejatinya terlihat tidak dominan ketika dilihat secara tahunan. Namun, kata dia, bisa jadi pada bulan tertentu ketika pasokan dari dalam negeri tidak banyak maka porsi beras impor menjadi dominan di pasar.

Berharap pada beras Bulog

Untuk mengurangi dampak buruk bagi rakyat tersebab kenaikan harga beras, Dradjad berpendapat pemerintah perlu segera menggelontor pasar dengan cadangan beras Bulog.

"Operasi pasar bisa mengurangi skala kenaikan harga," ujar dia.

Tren rata-rata harga beras beserta data produksi dan impor beras pada 2022 dan 2023ARSIP KOMPAS/GUNAWAN Tren rata-rata harga beras beserta data produksi dan impor beras pada 2022 dan 2023

Menurut Dradjad, sebab yang sama juga yang menjadi alasan Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan mendorong masyarakat beralih ke beras SPHP, Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan, yaitu beras Bulog.

Baca juga: Pedagang dan Masyarakat di Kota Malang Mengeluh Beras SPHP Bulog Sulit Didapat

Zulkifli juga menyebut stok aman karena Bulog memiliki cadangan 1,5 juta ton beras, sudah mengimpor 4 juta ton beras, serta dalam proses (on going) impor 2 juta ton beras.

Bersamaan, Menko Perekonomian Airlangga Hartarto dan Zulkifli juga sudah pula meminta penyaluran beras Bulog dipercepat dan diperbanyak.

"Gerak cepat Bulog ini sangat penting bagi rakyat banyak, selain untuk mementahkan plintiran politik yang mengarah ke fitnah," imbuh Dradjad.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com