Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menepis Kekhawatiran "Jebolnya Anggaran" dari Program Makan Siang Gratis Prabowo-Gibran

Kompas.com - 29/02/2024, 11:45 WIB
Haryanti Puspa Sari,
Aprillia Ika

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Program makan siang gratis yang diusung capres-cawapres Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka diperhitungkan untuk masuk dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2025. Namun, kebijakan tersebut menuai sejumlah kekhawatiran, terutama soal anggaran negara.

Maklum, estimasi dana untuk pelaksanaan program ini sebesar Rp 450 triliun, untuk makan siang gratis sekitar 82,9 juta penerima, dengan "harga" makanan Rp 15.000 per penerima. Jumlah Rp 450 triliun ini, setara dengan membangun 4.500 kilometer tol Trans Sumatera. Setara juga dengan 4 kali lipat investasi kereta cepat Jakarta-Bandung. Atau, sekitar 13,53 persen APBN 2024.

Tak heran jika banyak pihak khawatir, soal anggaran negara jika harus membiayai program ini. Contoh saja, wanti-wanti dari Kepala Perwakilan Bank Dunia untuk Indonesia dan Timor-Leste Satu Kahkonen.

Ia menggarisbawahi, Program Makan Siang Gratis perlu direncanakan dengan matang, khususnya pada aspek anggaran. Terutama, harus memperhitungkan kemampuan kas negara, dalam hal ini terkait dengan aspek pendapatan dan pembiayaan negara.

Sehingga, ia berharap, pemerintah dapat mematuhi batas defisit anggaran yang telah ditetapkan, atau setinggi-tingginya sebesar 3 persen terhadap produk domestik bruto (PDB).

Baca juga: Wanti-wanti Bank Dunia Soal Program Makan Siang Gratis

"Wanti-wanti" lain datang dari Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira yang mengatakan bahwa anggaran program makan siang gratis tanpa disertai realokasi anggaran yang signifikan akan berdampak terhadap defisit anggaran mencapai 3-3,2 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).

Oleh sebab itu, pemerintah perlu memerhatikan pos belanja lainnya terkait program makan siang gratis tersebut agar program ikonik tersebut tidak menyebabkan defisit fiskal yang melebar, yang lantas berpotensi meningkatkan penerbutan utang baru, hingga bisa mengganggu capaian ekonomi lain. 

"Kalau defisitnya langsung naik aja 2,8 persen misalnya, itu sudah meningkatkan kebutuhan penerbitan utang baru cukup signifikan, selain itu, ini akan membuat ABPN di pandang kurang kredibel karena kalau tahun pertamanya sudah hampir 3 persen," ujar Bima.

Baca juga: Makan Siang Gratis Masuk RAPBN 2025, Defisit Anggaran Berpotensi Melebar

Itung-itungan defisit anggaran

Ternyata, pemerintah sudah melakukan itung-itungan tersendiri soal program makan siang gratis ini. Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan, program makan siang gratis diperhitungkan dalam membuat estimasi defisit anggaran RAPBN 2025 sebesar 2,45 persen - 2,8 persen pada tahun 2025. 

Hal yang serupa juga disampaikan oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto. Namun ia mengatakan, kebutuhan anggaran program makan siang gratis sudah diperhitungkan dalam rencana defisit dalam RAPBN 2025, yakni di kisaran 2,48 - 2,8 persen terhadap produk domestik bruto (PDB).

Menurut Sri Mulyani, jika dilihat, target defisit pada tahun 2025 itu tidak berbeda jauh dibanding tahun 2024. Pada 2024 ini, pemerintah mulanya menargetkan defisit sebesar 2,29 persen dari PDB atau sebesar Rp 522,8 triliun. Namun, defisit diprediksi terkerek di kisaran 2,3 persen-2,8 persen karena lonjakan subsidi pupuk dan Bantuan Langsung Tunai (BLT).

Namun, jika dibandingkan pada tahun 2023, target defisit 2025 jauh lebih tinggi. Pada tahun 2023, pemerintah menargetkan defisit APBN mencapai 2,84 persen dan sesuai Perpres 75/2023 sebesar 2,27 persen.

Dengan demikian, semua hitungan pemerintah, masih di bawah "wanti-wanti" Bank Dunia, untuk menjaga defisit APBN di bawah 3 persen. 

Baca juga: Makan Siang Gratis Bikin Utang Pemerintah Bertambah? Menko Airlangga: Bujet Defisit Hampir Sama...

Halaman Berikutnya
Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com