Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

BPR Terus Bertumbangan, Kenapa?

Kompas.com - 07/03/2024, 10:39 WIB
Agustinus Rangga Respati,
Erlangga Djumena

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Industri Bank Perekonomian Rakyat (BPR) terus berbenah menjelang implementasi dari Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU PPSK).

Ekonom sekaligus Director of Digital Economy Center of Economic and Law Studies (Celios) Nailul Huda mengatakan, BPR masih kalah bersaing dibandingkan bank umum lainnya.

Salah satu penyebabnya, BPR belum mampu melakukan transformasi digital secara optimal dibandingkan lembaga jasa keuangan lain.

Selain itu, area bisnis BPR juga dianggap terbatas untuk mengembangkan bisnis ke depan. BPR berhadapan dengan Lembaga Keuangan Mikor (LKM) yang bahkan memiliki ruang bisnis lebih besar.

Baca juga: Perkuat Industri, OJK Sebut 33 BPR Sudah Merger

"Beberapa BPR juga mengalami mismanagement, ada beberapa fraud (kecurangan) yang istilahnya membuat BPR ini kurang performace, ini yang menyebabkan BPR kolaps," ujar dia ketika ditemui di Jakarta, Rabu (6/3/2024).

Ia berharap nantinya bisnis BPR dapat berkembang dengan perluasan lokasi bisnis dan penambahan layanan perbankan yang diizinkan regulator.

Sebagai catatan, data statistik perbankan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menunjukkan, industri BPR mencetak laba Rp 1,94 triliun sepanjang 2023. Angka ini merosot 38,65 persen secara tahunan dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar Rp 3,16 triliun.

Padahal, industri BPR mencetak penyaluran kredit sebanyak Rp 140,79 triliun sepanjang 2023, atau tumbuh 8,16 persen secara tahunan dibandingkan periode yang sama tahun lalu senilai Rp 129,29 triliun.

Kredit BPR saat ini didominasi oleh kredit modal kerja sebanyak 48,62 persen dan kredit konsumtif senilai 42,87 persen.

Di sisi lain, aset BPR disebut tumbuh 7,52 persen secara tahunan dan penghimpunan dana tumbuh 8,63 persen secara tahunan. Adapun, penghimpunan DPK BPR masih didominasi tabungan sebanyak 69,10 persen.

Menurut Nailul, merosotnya laba BPR tak lepas dari adanya kecurangan yang marak terjadi dalam BPR. "Mismanagement di situ cukup berperan. Di situ ada anomali," terang dia.

Lebih lanjut, hal tersebut menunjukkan kurang solidnya menejemen yang ada di dalam BPR. Belum lagi audit internal BPR disebut jarang dilakukan.

Sebelumnya, Ekonom sekaligus Direktur Esekutif Segara Research Institute Piter Abdullah bahkan mengibaratkan, persaingan BPR dan bank umum layaknya kisah Daud yang berusaha melawan Goliat.

"(Persaingan BPR dan bank umum) ini seperti David melawan Goliath, di mana kaki David diikat," kata dia.

Baca juga: OJK Nilai Ekonomi Syariah RI Belum Optimal, Bakal Perkuat Bank dan BPR Syariah

Ia menjabarkan, BPR pada umumnya adalah bank yang sangat kecil, bahkan disebut masuk lembaga keuangan mikro. Idealnya, sebuah BPR beroperasi di tingkat kecamatan atau desa. Hal ini lantaran BPR memang dirancang untuk memenuhi kebutuhan masyarakat di kawasan rural atau pedesaan.

"Seharusnya mereka (BPR) dilindungi dari persaingan dengan bank besar, tapi kenyataannya BPR berhadapan dengan bank besar di daerah," imbuh dia.

Piter menjelaskan, BPR tidak memiliki permodalan yang kuat untuk menghadapi persaingan dengan bank umum di desa yang sepatutnya menjadi wilayah mereka.

Tak hanya permodalan, BPR juga menghadapi hambatan teknologi, dan sumber daya manusia untuk mengembangkan unitnya.

Untuk itu BPR membutuhkan sederat langkah penguatan oleh regulator atau OJK.

OJK minta BPR fokus

Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae menerangkan, untuk dapat bersaing secara bisnis, ke depannya BPR akan diminta fokus ke bisnis usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) sesuai dengan maksud dan tujuannya.

"Tidak melakukan kegiatan-kegiatan yang sifatnya bersaing dengan bank-bank besar dalam pembiayaan-pembiayaan korporasi dan sebagainya," kata dia dalam konferensi pers Hasil Rapat Dewan Komisioner Bulanan Februari 2024, Senin (4/3/2024).

Ia menambahkan, segmen pasar yang terkait dengan UMKM sangat luas. Menurut Dian, segemn tersebut ada yang tidak diambil oleh bank-bank besar.

"Termasuk BRI sendiri pun, karena skalanya itu mungkin terlalu kecil kalau untuk bank besar itu," imbuh dia.

Oleh karena itu, segmen ini diharapkan membuat BPR dapat lebih kompetitif dengan menggarap segmen UMKM.

Adapun langkah penguatan BPR lainnya dilakukan dengan meminta BPR melakukan merger atau penggabungan.

"Sampai dengan saat ini, sudah menurun sampai dengan 33 BPR. Ini cukup lumayan, kami harap nanti akan terus berlangsung beberapa tahun ke depan konsolidasi ini," ujar Dian.

Baca juga: OJK Bakal Dorong Konsolidasi Peluncuran Peta Jalan BPR

Ia menyampaikan, jumlah BPR yang memiliki modal inti di atas Rp 6 miliar mengalami peningkatan dari sebelumnya sejumlah 1.076 BPR kini menjadi 1.190 BPR.

Nantinya, Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK) memberi penguatan kepada BPR yang tidak dimiliki oleh BPR sebelumnya.

Konsekuensinya, OJK perlu melakukan penyesuaian dalam regulasi dan sistem pengawasan terhadap BPR dengan baik.

“Penyesuaian ini tidak mudah dan OJK pada posisi sangat mendukung untuk menjadikan seluruh BPR sebagai bank yang bisa diandalkan oleh masyarakat, terpercaya, efisien dan terus meningkatkan kontribusinya bagi perekonomian,” tandas Dian.

Sepanjang tahun ini OJK telah mencabut izin usaha 7 BPR, yakni BPR Usaha Madani Karya Mulia di Surakarta, BPR Wijaya Kusuma di Madiun, BPRS Mojo Artho di Mojokerto, BPR Bank Pasar Bhakti di Sidoarjo, Perumda BPR Bank Purworejo, teranyar BPR EDCASH di Tangerang, dan BPR Aceh Utara di Aceh.

Pada 2023, OJK telah mencabut izin usaha 4 BPR lain yakni BPR Bagong Inti Marga (BIM) di Jawa Timur, Perumda BPR Karya Remaja Indramayu (BPR KRI) di Jawa Barat, BPR Indotama UKM Sulawesi, dan BPR Persada Guna di Jawa Timur.

Baca juga: Kalah Saing dengan Bank Umum, BPR Diminta Garap Segmen UMKM

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com