Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

AS Todong ByteDance: Pilih Jual TikTok atau Diblokir

Kompas.com - Diperbarui 15/03/2024, 12:00 WIB
Muhammad Idris

Penulis

Sumber AP,Al Jazeera

KOMPAS.com - Badan legislatif Amerika Serikat (AS) baru-baru ini mengesahkan rancangan undang-undang (RUU) yang akan menyebabkan pemblokiran nasional terhadap aplikasi video populer TikTok.

Ancaman blokir di seluruh Negeri Paman Sam ini akan diterapkan jika pemiliknya yang berbasis di China, ByteDance, tidak menjual sahamnya.

Mengutip AP, Jumat (15/3/2024), menurut para senator di DPR AS, ada kekhawatiran bahwa struktur kepemilikan bisa menjadi ancaman nasional.

Anggota parlemen mengklaim, mereka bertindak atas kekhawatiran bahwa struktur kepemilikan perusahaan saat ini merupakan ancaman keamanan nasional. RUU tersebut disahkan dengan dukungan suara 352 melawan 65 dan kini diajukan ke Senat.

TikTok, yang memiliki lebih dari 170 juta pengguna di Amerika, adalah anak perusahaan yang sepenuhnya dimiliki oleh ByteDance Ltd.

Baca juga: Sandiaga Jawab Kritik WN Malaysia Beri Rating Jakarta 0/10 di TikTok

Para anggota parlemen berpendapat bahwa ByteDance terikat dan tunduk pada pemerintah China, yang dapat meminta akses ke data pengguna TikTok di AS kapan pun Beijing mau.

Kekhawatiran ini berasal dari serangkaian undang-undang keamanan nasional di China yang bisa memaksa organisasi maupun perusahaan untuk membantu pemerintah dalam pengumpulan data intelijen.

"Kami telah memberikan pilihan yang jelas kepada TikTok. Pisahkan dari perusahaan induk Anda, ByteDance, yang terikat pada PKC (Partai Komunis China), dan tetap beroperasi di Amerika Serikat, atau berpihak pada PKC dan hadapi konsekuensinya (diblokir). Pilihan ada di tangan TikTok," kata Cathy McMorris Rodgers dari Partai Republik.

Pengesahan RUU ini oleh DPR AS ini hanyalah langkah pertama. Keputusan untuk memblokir masih memerlukan beberapa tahapan. Senat juga perlu meloloskan RUU tersebut agar menjadi undang-undang (UU).

Baca juga: Lima Bulan Berlalu, TikTok Shop Masih Langgar Aturan

Pemimpin Senat Chuck Schumer, mengatakan dia harus berkonsultasi dengan ketua komite terkait untuk menentukan arah RUU tersebut.

Respon Joe Biden

Sementara itu Presiden Joe Biden mengatakan jika Kongres meloloskan undang-undang tersebut, dia akan ragu untuk menandatanganinya.

Pemungutan suara di DPR AS tentu saja meningkatkan ketegangan antara China dan Paman Sam. Dengan menargetkan TikTok, para anggota parlemen berupaya mengatasi apa yang mereka anggap sebagai ancaman besar terhadap keamanan nasional AS.

Dalam video yang diposting pada Rabu malam, CEO TikTok Shou Zi Chew mengatakan bahwa perusahaan telah berinvestasi untuk menjaga keamanan data pengguna dan platform TikTok bebas dari manipulasi pihak luar.

Jika disahkan, dia mengatakan RUU tersebut akan memberikan kekuasaan dan keuntungan lebih besar kepada segelintir perusahaan sosial lainnya yang jadi pesaing TikTok.

Baca juga: Apa Itu Minyak Makan Merah yang Lagi Di-endorse Jokowi?

"Kami tidak akan berhenti berjuang dan memberikan advokasi untuk Anda. Kami akan terus melakukan semua yang kami bisa, termasuk menggunakan hak hukum kami, untuk melindungi platform luar biasa yang kami bangun bersama Anda,” kata Chew dalam pesannya kepada pengguna aplikasi.

Menanggapi pemungutan suara di DPR AS tersebut, juru bicara Kementerian Luar Negeri Tiongkok, Wang Wenbin, menuduh Washington menggunakan alat politik ketika dunia usaha AS gagal bersaing dengan pesaingnya dari luar.

Dia mengatakan upaya tersebut akan mengganggu investasi kedua negara dan bisa melemahkan kepercayaan investor yang pada akhirnya akan menjadi bumerang bagi AS sendiri.

Secara keseluruhan, 197 anggota parlemen Partai Republik mendukung tindakan tersebut dan 15 menentangnya. Di pihak Demokrat, 155 orang mendukung RUU tersebut dan 50 orang menolaknya.

Beberapa penentang RUU tersebut dari Partai Republik mengatakan AS harus memperingatkan pengguna TikTok jika ada kekhawatiran akan privasi data dan propaganda, namun pilihan akhir harus diserahkan kepada pemilik akun media sosial masing-masing.

Baca juga: Kemendag Minta TikTok Turunkan yang Jualan Pakaian Bekas Impor

Mengapa AS ngotot ingin blokir TikTok

Dilansir dari Al Jazeera, pertarungan memperebutkan TikTok adalah konflik terbaru dalam persaingan AS-China. Ada upaya Washington untuk menggagalkan potensi pengaruh asing dalam stabilitas politik dalam negeri.

Dalam kasus TikTok, legislator AS khawatir bahwa ByteDance dapat dikontrol secara diam-diam oleh Partai Komunis China.

ByteDance beberapa kali membantah tuduhan bahwa mereka membagikan data sensitif pengguna kepada pemerintah Beijing.

“ByteDance tidak dimiliki atau dikendalikan oleh pemerintah China. Ini adalah perusahaan swasta,” kata CEO TikTok Shou Chew dalam kesaksiannya di depan Kongres pada bulan Maret.

Namun regulator China memiliki sejarah menindak perusahaan teknologi dalam negeri. Beijing juga terkenal karena menyensor konten yang sensitif secara politik dan membatasi pengguna mengakses media sosial dan situs Barat dengan "Great Firewall".

Marco Rubio, Wakil Ketua Komite Intelijen Senat dari Partai Republik, mengungkapkan sebagian besar kekhawatiran di DPR yakni adanya ancaman bahwa setiap perusahaan di China dikendalikan oleh PKC, termasuk ByteDance.

“Mereka kebetulan mengendalikan sebuah perusahaan yang memiliki salah satu algoritma kecerdasan buatan terbaik di dunia. Itu yang digunakan TikTok di negara ini, dan menggunakan data orang Amerika untuk membaca pikiran Anda dan memprediksi video apa yang ingin Anda tonton,” katanya.

Baca juga: Sah, TikTok Kini Jadi Pemegang Saham Pengendali Tokopedia

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com