Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Sumarjo Gatot Irianto
Analis Kebijakan Utama Kementan

Analis Kebijakan Utama Kementerian Pertanian/Presiden Komisaris PT Berdikari (Persero)

Indonesia Memasuki Perangkap Pangan?

Kompas.com - 03/04/2024, 09:42 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Jika ingin jujur, harusnya pengambil kebijakan di sektor subsidi ini perlu melihat seberapa besar subsidi pangan dibandingkan dengan subsidi lainnya seperti halnya subsidi energi.

Publik perlu melihat dan mencermati bahwa subsidi energi jauh lebih besar dibandingkan dengan subsidi pangan khususnya subsidi pupuk. Tahun 2024, untunglah subsidi pupuk sudah dinaikkan menjadi Rp 42,1 triliun dari semula hanya Rp 24 triliun untuk menyediakan pupuk terjangkau bagi petani.

Apa yang harus dilakukan?

Jika tidak segera dilakukan langkah-langkah teknis operasional bukan seremonial dan politis, maka dipastikan Indonesia akan mengalami perangkap pangan yang dampaknya luas dan masif bagi perekonomian nasional, bahkan bagi perpolitikan nasional.

Pembelajaran pada komoditas pangan strategis seperti kedelai, daging sapi, bawang putih yang secara a priori sudah masuk ke dalam cengkeraman impor adalah karena ketidakseriusan kita mengatasi persoalan pada komoditas tersebut.

Kondisi ini diperburuk lagi dengan mindset pengambil kebijakan yang ingin jalan pintas, demi kepentingan sesaat, meskipun harus mengorbankan masa depan pertanian Indonesia.

Pertama, memanfaatkan dan mendorong peningkatan produksi di lahan rawa. Lahan rawa pasang surut dan lebak yang tersebar sangat luas di Lampung, Sumatera Selatan, Jambi, Riau, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan menjadi pilihan menjanjikan.

Secara potensi lahan rawa memang merupakan pilihan rasional. Namun banyaknya kendala lapangan dan terbatasnya personal yang menguasai/mengenai rawa, menyebabkan program ini masih belum berjalan optimal.

Selain itu, ketika sawah irigasi didera kekeringan, maka lahan rawa menjadi ideal untuk dioptimalkan. Kementerian Pertanian pada 2024 telah melakukan mitigasi anjloknya produksi padi khususnya melalui program optimasi lahan rawa.

Kedua, peningkatan daya saing sektor pertanian harus dimaksimalkan terutama di lahan sawah konvensional, lahan rawa lebak maupun pasang surut.

Keunggulan komparatif yang dimiliki lahan sawah Indonesia berupa tanah volkanik yang subur dan curah hujan sepanjang tahun dan lahan rawa yang mengalami pengkayaan dari luapan sungai saat musim banjir, harus dimaksimalkan. Itu saja tentu tidak cukup, jika biaya produksi padi keseluruhan masih sangat tinggi.

Ketiga, bisnis proses produksi padi harus dipetakan secara detail, mulai hulu (up stream), budidaya (on farm) dan hilir (down stream) untuk melihat peluang melakukan disrupsi teknologi, agar biayanya murah, dilakukan secara masif, dalam waktu cepat.

Disrupsi Teknologi diartikan sebagai suatu retakan terhadap teknologi saat ini (existing). Di Hulu bisa dimulai dengan sistem produksi pupuk, pestisida dan benih yang masif dan murah.

Selanjutnya di pra produksi ada pengolahan tanah, perlu dikembangkan tanam langsung (direct seedling) tanpa olah tanah.

Melalui direct seedling, maka biaya olah tanah bisa dihemat dan biaya tanam dengan drone akan menghemat waktu tanam, biaya olah tanah, tanam dan biaya menyiang (weeding) dan menyulam.

Menggunakan drone, pemupukan dan pengendalian Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) dapat dilakukan lebih cepat, murah dan efisien.

Menggunakan pendekatan Normal difference Vegetation Index (NDVI), maka pemupukan bisa dilakukan sesuai respon spektral tanaman.

Tanaman yang defisien hara Nitrogen, Posfor dan Kalium dapat memperoleh pupuk sesuai yang dibutuhkan. Sebaliknya yang sudah cukup, bisa diberikan untuk maintenance saja. Semua itu bisa di-setting pada aplikasi drone.

Penggunaan pupuk lebih akurat, efisien, efektif dan mampu menurunkan pencemaran lingkungan.

Populasi tanaman yang rapat akibat direct seeding memungkinkan gulma terkendali dengan baik. Pengalaman tanam langsung telah berhasil diaplikasikan pada lahan rawa di Indonesia.

Brasil telah menerapkan direct seeding secara luas untuk produksi padinya di bawah assistensi CIRAD Perancis.

Menggunakan benih 70 kg per hektare, petani tebar langsung benih, tanpa menyiang dan mampu berproduksi 10-11 ton/hektare, jauh lebih tinggi dibandingkan sawah konvensional yang produksinya sekitar 7-8 ton/hektare.

Selanjutnya biaya produksi yang rendah dan panen yang tinggi diperkuat lagi dengan panen dan pengolahan hasil yang effisien.

Penurunan losses panen dari 10 persen menjadi 5 persen akan mampu meningkatkan produksi padi 5 persen.

Selanjutnya penggunaan RMU moderen yang mampu menghasilkan beras premium, tanpa pengeringan matahari, dengan by product menir, bekatul, dedak, sekam, dan minyak bekatul akan mendiversifikasikan sumber pendapatan petani di luar beras.

Keempat, konsolidasi lahan perlu dilakukan agar ongkos produksi dan aplikasi disrupsi teknologi dapat diimplementasikan di lapangan.

Contoh kasusnya adalah di Sukoharjo yang awalnya hanya 80 ha sekarang sudah menjadi 1000 ha. Program konsolidasi lahan khususnya sawah-sawah di Jawa yang terpetak-petak dan luasan yang kecil, sudah layak dan harus dilakukan oleh menteri yang baru.

Selanjutnya, para peneliti, akademisi dan pemangku kepentingan perlu duduk bersama melakukan pemetaan detail disrupsi sektor pertanian per komoditas, agar dapat dijadikan acuan nasional dalam produksi komoditas pertanian nasional.

*Analis Kebijakan Utama Kementerian Pertanian

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com