Contoh kedua adalah Capricorn Society Ltd., merupakan koperasi produsen otomotif Australia dan Selandia Baru, dengan sekitar 18.500 anggota usaha kecil.
Capricorn mengeluarkan saham untuk anggotanya dan membayar dividen ke anggotanya setiap tahun. Semua anggota memiliki hak suara yang sama.
Anggota dapat memilih untuk menerima dividen mereka saat dibagikan dalam bentuk saham tambahan, atau sebagai dividen secara penuh.
Sedangkan contoh koperasi non-distributing di Australia seperti Nundah Community Enterprises Co-operative (Nundah Co-op) yang dibentuk pada tahun 1998 untuk menciptakan peluang kerja dan pelatihan yang berkelanjutan bagi penyandang disabilitas.
Nundah Co-op melakukan pelatihan serta penyaluran tenaga kerja untuk para difabel. Mereka membiayai aktivitasnya dengan modal dari hibah dan juga dari keuntungan operasional yang tidak dibagikan kepada anggota.
Contoh lainnya adalah Civic Risk. CivicRisk merupakan perusahaan mutual yang selama lebih dari tiga dekade telah mendukung pemerintah daerah di Australia dengan layanan manajemen risiko dan mitigasi.
Mereka melindungi dan melayani komunitas dengan lebih baik daripada swasta. Keanggotaan Civic Risk terdiri dari 26 pemerintah daerah.
CivicRisk merupakan non-distributing mutual yang tidak mengeluarkan saham dan tidak memiliki modal anggota. Alih-alih, anggota mereka membayar kontribusi setiap bulan atau tahunan.
Dividen tidak didistribusikan kepada anggota, melainkan diakumulasi setiap tahun dan digunakan kembali untuk pengembangan koperasi.
Pembagian dividen umumnya dilakukan oleh koperasi produsen atau pemasaran, di mana koperasi ini berorientasi pada pasar terbuka.
Koperasi-koperasi tersebut mencari nilai dari pasar yang menguntungkan bagi anggotanya. Sedangkan non-distributing cooperative biasanya adalah koperasi yang bergerak di bidang layanan atau yang berbasis komunitas, dan juga mutual. Koperasi-koperasi tersebut cenderung berorientasi pada layanan bagi anggotanya.
Meski UU Perkoperasian di Indonesia tidak mengenal klasifikasi seperti di atas, kita dapat meminjamnya sebagai suatu paradigma dalam analisis.
Di tengah masyarakat sering terjadi perdebatan dalam melihat koperasi, apakah berorientasi laba atau tidak. Bila meminjam klasifikasi Australia, memang koperasi pada dasarnya terbagi dalam dua jenis seperti di atas.
Koperasi-koperasi yang terbentuk untuk mengonsolidasikan sumber daya anggota dalam rangka menciptakan nilai tambah, meningkatkan posisi tawar, jangkauan pasar serta lainnya, cenderung bersifat distributif.
Artinya mereka perlu mencetak laba, yang kemudian mendistribusikannya kepada anggota berdasar tingkat partisipasinya. Koperasi produksi tergolong dalam jenis ini.
Di sisi lain, koperasi yang berorientasi layanan seperti simpan-pinjam dan konsumsi, nature of business keduanya cenderung bersifat non-distributif.
Mereka cenderung bekerja pada pasar tertutup, yakni anggotanya saja. Sehingga upaya pencarian laba akan membebani anggota.
Alih-alih mengejar laba, koperasi jenis ini cenderung akan meningkatkan efisiensi sehingga selisih antara harga pasar dengan koperasi menjadi manfaat nyata bagi anggota.
Dengan memahami paradigma tersebut, idealnya manfaat utama bagi anggota pada koperasi simpan-pinjam atau konsumsi adalah dalam bentuk harga layanan yang murah.
Sedangkan manfaat dalam bentuk dividen dapat dinilai kurang relevan. Sebabnya, penciptaan dividen sama dengan peningkatan harga layanan sehingga trade-off antara aspirasi anggota dengan usaha koperasi.