Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Industri Pengguna Gas Bumi Usul Program HGBT Dihapuskan

Kompas.com - 24/06/2024, 16:00 WIB
Kiki Safitri,
Aprillia Ika

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Penguatan koordinasi serta terciptanya kesepahaman lintas sektor dinilai sangat diperlukan dalam rangka optimalisasi gas bumi di dalam negeri. Wakil Ketua Forum Industri Pengguna Gas Bumi (FIPGB) Achmad Widjaja menilai, ini perlu segera dijalankan agar kebutuhan industri pengguna sumber energi ini bisa terpenuhi dan pada saat yang sama mata rantai industri migas tetap terjaga.

“Hal terpenting bagi industri pengguna gas bumi adalah kepastian pasokan dan kepastian harga. Supaya keberlangsungan serta keberlanjutan produksi tetap terjaga,” kata Achmad dalam siaran pers, Senin (24/6/2024).

Achmad mengatakan, pihaknya menyadari bahwa konsistensi kepastian pasokan gas bumi saat ini sulit terealisasi karena masih terdapat sejumlah faktor yang harus dibenahi. Salah satunya terkait harga sebagaimana tercermin dalam program gas murah untuk industri yang dikenal sebagai Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT).

”Kalau perlu HGBT buat industri dicabut saja nggak apa-apa. Yang penting adalah perlu kepastian pasokan,” jelas Achmad usai acara Forum Gas Bumi 2024.

Baca juga: Bos Pupuk Indonesia: Produksi Padi akan Turun 5,1 Juta Ton jika Program HGBT Tak Dilanjutkan

Program HGBT yang mematok harga sebesar 6 dollar AS per MMBTU, yang di satu sisi sangat bermanfaat dan dinikmati industri pengguna gas bumi. Meski begitu di sisi lain negara juga harus menyubsidi ke sektor hulu migas sehingga produksinya akan sangat tergantung ketersediaan dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) itu sendiri.

Di sisi midstream dan downstream sebagai pihak pemilik serta pengelola infrastruktur penyaluran gas bumi, harga tersebut juga tidak mencapai nilai keekonomian. Situasi ini yang menciptakan ketidakpastian akan pasokan sehingga pada akhirnya juga tidak menguntungkan bagi pihak manapun.

”Padahal yang terpenting adalah kepastian pasokan gas ke industri,” tegas dia.

Maka dari itu, Achmad berharap segera ditentukan skema yang pasti serta koodinasi lintas sektor mulai dari Kementerian Perindustrian, Kementerian ESDM, Kementerian Keuangan, serta kesepahaman antara pelaku industri migas dan juga industri pengguna gas bumi.

Baca juga: Soal Gas Murah buat Industri, Menperin: Selama Perpresnya Masih Ada, Program HGBT Tetap Jalan

 


Direktur Eksekutif Reforminer Institute, Komaidi Notonegoro mengungkapkan, koordinasi lintas sektor sangat penting guna terwujudnya keseimbangan dan tidak merugikan pihak manapun, termasuk industri pengguna gas bumi.

”Selama ini tidak ada kesepahaman maka akan berpengaruh kepada komersialisasi gas bumi di Indonesia. padahal kebutuhan gas bumi diperkirakan akan terus bertambah dalam 10 tahun ke depan,” ujar Komaidi.

Dia mencontohkan, Kementerian Perindustrian terus mendorong kebijakan program HGBT dilanjutkan dan bahkan jumlah industri penerimanya ditambah. Sebaliknya, pada saat yang sama, Kementerian Keuangan menyadari bahwa program ini kian membebani keuangan negara.

Baca juga: PGN Belum Lakukan Penyesuaian Harga Gas Industri Non-HGBT, Ini Alasannya

Begitu juga Kementerian ESDM menyadari pentingnya evaluasi program HGBT ini supaya tidak hanya menguntungkan salah satu pihak sedangkan terdapat industri lain yang kian terganggu mata rantainya.

”Nilai keekonomian proyek gas bumi juga penting karena ini adalah penentu supply gas bumi untuk industri,” ungkap Komaidi.

Salah satu acuan terdekat terkait pentingnya kesepahaman lintas sektor dalam pengelolaan dan optimalisasi gas bumi, seperti di Thailand. Pemerintah Thailand menjamin adanya marjin yang layak untuk semua elemen, mulai dari insentif untuk produsen gas bumi, badan usaha pengelola infrastruktur sampai ke pembelinya.

“Dengan bagitu, ada jaminan pasokan,” jelas Komaidi.

Koordinator Penyiapan Program Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM, Rizal Fajar Muttaqin, mengatakan program HGBT saat ini sedang dalam proses evaluasi sampai Agustus 2024. Salah satu poin evaluasi adalah melihat dari sisi penerimaan negara atas pemberlakuan kebijakan ini.

”Dari sisi keuangan negara, Menteri Keuangan menyampaikan sekitar Rp67 triliun sudah digunakan untuk penyesuaian harga ini,” kata Rizal.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com