JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta tengah menyusun regulasi yang mengatur pembatasan penggunaan kendaraan pribadi di Jakarta.
Kepala Unit Pengelola Sistem Jalan Berbayar Elektronik (SPBE) Dinas Perhubungan Jakarta Zulkifli mengatakan, regulasi berbentuk peraturan daerah (perda) itu ditargetkan rampung tahun ini.
"Targetnya tahun ini selesai perdanya, kemudian diusulkan tahun depan ke DPRD," ujarnya setelah acara diskusi Instran di Jakarta, Kamis (4/7/2024).
Dia menyebut, isi perda tersebut tidak hanya mengatur jumlah penggunaan kendaraan pribadi tetapi juga mengatur Electronic Road Pricing (ERP), Low Emission Zone, manajemen parkir, dan pembatasan usia kendaraan.
"Perdanya itu isinya push strategy semua, namanya perda manajemen lalu lintas isinya 4 utama salah satunya ERP. Ini sekarang kami proses," ucapnya.
Baca juga: Kemacetan Jakarta Akibatkan Kerugian Rp 100 Triliun
Dia mengungkapkan, regulasi tersebut dibuat untuk mengatasi kemacetan di Jakarta yang disebut disebabkan oleh minimnya penggunaan transportasi umum dan banyaknya jumlah kendaraan pribadi di wilayah ini.
Pasalnya, pada 2023 hanya 18,86 persen penduduk Jakarta yang menggunakan tranportasi umum.
Padahal sebanyak 87,5 persen penduduk Jakarta sudah bisa mengakses transportasi umum baik KRL, MRT, LRT, dan Transjakarta maupun yang feeder, mikrotrans, non-BRT di dekat lokasi asalnya.
Dia bilang, kemacetan di Jakarta menyebabkan kerugian sebesar Rp 100 triliun. Nilai kerugian itu berasal dari Rp 40 triliun biaya operasional kendaraan seperti bahan bakar minyak (BBM), oli, dan sebagainya yang terbuang akibat kemacetan.
Kemudian Rp 60 triliunnya berasal dari kerugian atas waktu yang dihabiskan selama perjalanan akibat macet, polusi udara, hingga kesehatan warga Jakarta.
"Kerugian Rp 100 triliun dihitung biaya waktu perjalanan, kemudian ada kerugian polusi udara yang menyebabkan kesehatan terganggu, dia sakit dan itu bisa dihitung, external cost itu akan dihitung. Itu total kerugian semua polusi udara, kesehatan, kemudian waktu tempuh," tuturnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.