Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Capt. Soenaryo Yosopratomo

Direktur Indonesia Aviation and Aerospace Watch (IAAW), mantan Penerbang TNI AL, dan mantan Dirjen Perhubungan Udara

Mendesaknya Pengambilalihan Wilayah Udara RI yang Dikuasai Singapura

Kompas.com - 03/12/2019, 10:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

KOMPAS.com - Dalam dunia penerbangan, keberadaan Flight Information Region (FIR) atau wilayah udara tertentu yang menyediakan layanan informasi penerbangan, menjadi satu hal yang sangat penting.

Selain menguasai ruang udara untuk melindungi kedaulatan dan martabat bangsa, negara yang mengelola FIR memiliki keuntungan berupa akses informasi lalu lintas penerbangan, keamanan negara dan pemasukan keuangan.

Indonesia memiliki dua FIR yaitu FIR Makassar yang mengelola wilayah Indonesia Bagian Timur dan FIR Jakarta yang mengelola Indonesia Bagian Barat dengan total panjang mencapai 8.541 km. Bahkan Indonesia juga diminta untuk mengelola wilayah udara negara lain, yaitu Timor Leste dan Chrismast Island (Australia).

Berbeda dengan “wilayah titipan” yang tidak signifikan secara ekonomi, wilayah udara strategis Indonesia justru berada di bawah pengelolaan FIR Singapura.

Sejak tahun 1946 sebagian FIR wilayah Barat Indonesia berada di bawah pengelolaan FIR Singapura sekitar 100 nautical miles (1.825 kilometer) wilayah udara Indonesia yang melingkupi Kepulauan Riau, Tanjungpinang, dan Natuna. Kondisi ini membuat pesawat Indonesia harus melapor ke otoritas Singapura jika ingin melewati wilayah tersebut.

Ihwal pengelolaan FIR Singapura berawal pada tahun 1946 ketika International Civil Aviation Organization (ICAO) menyatakan bahwa Indonesia belum mampu mengatur lalu lintas udara di wilayah yang disebut sektor A, B,dan C tersebut.

Pernyataan ini cukup beralasan mengingat pada saat itu Indonesia sedang merintis penerbangan dengan kondisi fasilitas peralatan maupun tenaga lalu lintas udaranya saat itu sangat minim, sehingga pantas, pengelolaan FIR diserahkan kepada Singapura.

Baca juga : Menko Luhut : Kesepakatan Ruang Udara RI-Singapura Demi Kedaulatan

Namun kondisi ini telah berjalan selama 74 tahun tanpa ada peninjauan kembali. Apakah hal ini akan berlangsung seperti ini seterusnya?

Padahal jika dilihat kondisi terkini, Indonesia telah memiliki peralatan dan personil pengatur lalu lintas udara yang memadai, sehingga sudah saatnya kita mengelola FIR kita secara penuh.

Merugikan Indonesia

Selama ini Indonesia mendapatkan pemasukan dari FIR Singapura sekitar 5 juta dollar AS per tahun yang bersumber dari sektor A saja, sementara untuk sektor B dan sektor C masih perlu dipertanyakan.

Melihat luasnya sektor A, B dan C serta jumlah trafik yang melewati daerah tersebut, seharusnya pendapatan Indonesia jauh lebih besar dari angka yang tertera di atas.

Selain pemasukan keuangan, kerugian lain adalah penerbangan jarak jauh maskapai Indonesia yang melewati FIR tersebut sering diberi ketinggian jelajah yang tidak ekonomis. Sehingga hal ini mengakibatkan biaya tinggi bagi maskapai yang bersangkutan.

Hal lain misalnya penerbangan domestik maskapai Indonesia untuk rute terbang, misal dari Batam ke Jakarta harus mendapatkan clearance dari pihak Singapura. Ini belum termasuk pesawat-pesawat TNI kita yang mempunyai "misi khusus" harus mendapatkan clearance dari pemerintah Singapura bila akan melewati wilayah tersebut.

Situasi tersebut tidak menguntungkan bagi strategi pertahanan Indonesia. Belum lagi persoalan yang terjadi dalam hal Military Training Area (MTA) antara Singapura dan Indonesia. Menurut penulis, hal ini sangat krusial untuk dapat segera diselesaikan melalui kesepakatan baru.

Harus Segera Dikelola Sendiri

Seiring dengan perkembangan kemampuan teknologi, khususnya perhubungan udara, maka sudah sewajarnya jika pemerintah Indonesia mendorong pengelolaan wilayah udara sendiri oleh otoritas udara dalam negeri.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Per Februari 2024, Jumlah Pengangguran RI Turun Jadi 7,20 Juta Orang

Per Februari 2024, Jumlah Pengangguran RI Turun Jadi 7,20 Juta Orang

Whats New
Pembangunan Infrastruktur di Australia Jadi Peluang untuk Produsen Baja Lapis RI

Pembangunan Infrastruktur di Australia Jadi Peluang untuk Produsen Baja Lapis RI

Whats New
KAI Ubah Pola Operasi, 21 Kereta Berhenti di Stasiun Jatinegara

KAI Ubah Pola Operasi, 21 Kereta Berhenti di Stasiun Jatinegara

Whats New
Kejar Target 1 Juta Barrel Minyak, Industri Hulu Migas Hadapi Keterbatasan Rig

Kejar Target 1 Juta Barrel Minyak, Industri Hulu Migas Hadapi Keterbatasan Rig

Whats New
PGN Suplai Gas Bumi untuk Smelter Tembaga Freeport

PGN Suplai Gas Bumi untuk Smelter Tembaga Freeport

Whats New
KKP Kembangkan Jejaring Perbenihan Nasional Ikan Nila

KKP Kembangkan Jejaring Perbenihan Nasional Ikan Nila

Whats New
Kemenhub Evaluasi Pola Pengasuhan di STIP Jakarta

Kemenhub Evaluasi Pola Pengasuhan di STIP Jakarta

Whats New
Konsumsi Rumah Tangga Kembali Jadi Penopang Pertumbuhan Ekonomi Indonesia pada Kuartal I-2024

Konsumsi Rumah Tangga Kembali Jadi Penopang Pertumbuhan Ekonomi Indonesia pada Kuartal I-2024

Whats New
Frekuensi Perjalanan LRT Jabodebek Ditambah, Waktu Tunggu Lebih Cepat

Frekuensi Perjalanan LRT Jabodebek Ditambah, Waktu Tunggu Lebih Cepat

Whats New
Kepala Bappenas Sebut Pembangunan IKN Capai 80,82 Persen

Kepala Bappenas Sebut Pembangunan IKN Capai 80,82 Persen

Whats New
Simak Kurs Rupiah Hari Ini di BCA hingga BNI

Simak Kurs Rupiah Hari Ini di BCA hingga BNI

Spend Smart
Pabrik Sepatu Bata di Purwakarta Tutup, Bagaimana Prospek Sahamnya?

Pabrik Sepatu Bata di Purwakarta Tutup, Bagaimana Prospek Sahamnya?

Earn Smart
Ada Regulasi Ketransmigrasian Baru, Kemendes Sebut Sebagai Modal Pengembangan Transmigrasi Modern

Ada Regulasi Ketransmigrasian Baru, Kemendes Sebut Sebagai Modal Pengembangan Transmigrasi Modern

Whats New
Bagaimana Rekomendasi IHSG Pekan Ini? Simak Aneka Sentimen yang Memengaruhinya

Bagaimana Rekomendasi IHSG Pekan Ini? Simak Aneka Sentimen yang Memengaruhinya

Whats New
Kepala Bappenas: Selama 10 Tahun Terakhir, Pertumbuhan Ekonomi Stabil di Angka 5 Persen

Kepala Bappenas: Selama 10 Tahun Terakhir, Pertumbuhan Ekonomi Stabil di Angka 5 Persen

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com