Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

MenkopUKM: Digitalisasi Efektif Membuat UMKM Naik Kelas

Kompas.com - 09/11/2020, 19:00 WIB
Elsa Catriana,
Ambaranie Nadia Kemala Movanita

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki mengatakan, perlu ada perubahan strategi yang besar dalam membangun ekosistem ekonomi yang terintegrasi.

"Dalam hal ini, UU Cipta Kerja diarahkan untuk bisa menumbuhkembangkan UMKM atau ekonomi resisten ini, memberikan akses pembiayaan, akses pasar, dan sebagainya," ujar Teten mengutip siaran resminya, Senin (9/11/2020).

Untuk itu, lanjut Teten, perlu ada gerakan transformasi usaha informal yang kebanyakannya adalah usaha mikro, di mana jumlahnya mencapai 98 persen dari 64 juta pelaku usaha yang menjadi usaha formal atau usaha kecil.

Baca juga: Ini Alasan Pemerintah Tak Sertakan Tonase Kapal Nelayan dalam UU Cipta Kerja

Selain itu, perlu juga melakukan transformasi dari usaha kecil menjadi usaha menengah.

"Digitalisasi disertai pendampingan menjadi salah satu alat yang efektif dalam usaha menaikkelaskan mereka. Selain itu, mungkin juga harus mulai dipikirkan akan fokus usaha di mana mereka itu," kata Teten.

Bagi Teten, fokus usaha bagi upaya transformasi ekonomi informal itu menjadi penting karena semua negara di dunia sekarang juga melirik apa saja kemudahan dalam ekonomi domestik masing-masing.

Di era 1980 hingga 1990-an, pelaku ekonomi dunia sibuk dengan pembagian tempat usaha.

Saat itu, industri maju melirik negara berkembang sebagai lokasi industrinya.

Sementara saat ini masing-masing negara sibuk dengan mencari keunggulan ekonomi domestiknya.

Selain itu Teten menambahkan, jenis usaha UMKM tidak bisa lagi hanya sekadar berkutat pada yang itu-itu saja. Namun, harus didesain ulang.

"Produk UMKM harus mengarah pada custom product, yaitu produk yang disesuaikan dan dirancang untuk promosi merk atau produk yang dipersonalisasikan," ucap Teten.

Teten juga melihat, kelemahan UMKM di Indonesia yang belum masuk dalam sistem produksi nasional maupun global.

Hal ini berbeda dengan UMKM di China, Jepang, maupun Korea Selatan.

Baca juga: BPK Temukan 13.567 Permasalahan Senilai Rp 8,97 Triliun di Semester I 2020

Di sana, produk mereka seperti elektronik dihasilkan UMKM masing-masing negara tersebut dan merupakan bagian dari rantai pasok indutri besar.

Sementara di Indonesia gap-nya terlalu lebar sehingga belum mampu jadi sebuah mata rantai produksi.

Hanya saja, Teten melihat masih ada peluang atau potensi bagi koperasi untuk bisa berperan sebagai agregator, konsolidator bagi UMKM, agar bisa mencapai skala bisnis untuk kemudian dihubungkan dengan ekosistem atau rantai produk ekonomi nasional

"Saya kira, daerah juga harus melihat keungulan domestiknya. Kita punya kekayaan daerah seperti produk kelautan, perkebunan, dan perikanan, yang belum diolah secara optimal. Itu bisa dikembangkan dalam produk kustom. Dan ini yang akan saya kombinasikan dengan koperasi," jelas dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Meski Ada Momen Ramadhan dan Pemilu, Konsumsi Rumah Tangga Dinilai Tidak Tumbuh Maksimal

Meski Ada Momen Ramadhan dan Pemilu, Konsumsi Rumah Tangga Dinilai Tidak Tumbuh Maksimal

Whats New
Era Suku Bunga Tinggi, Bank Mega Syariah Terapkan Jurus Angsuran Tetap untuk Pembiayaan Rumah

Era Suku Bunga Tinggi, Bank Mega Syariah Terapkan Jurus Angsuran Tetap untuk Pembiayaan Rumah

Whats New
Gojek Luncurkan Paket Langganan Gojek Plus, Ada Diskon di Setiap Transaksi

Gojek Luncurkan Paket Langganan Gojek Plus, Ada Diskon di Setiap Transaksi

Whats New
Laba Bersih MPXL Melonjak 123,6 Persen, Ditopang Jasa Angkut Material ke IKN

Laba Bersih MPXL Melonjak 123,6 Persen, Ditopang Jasa Angkut Material ke IKN

Whats New
Emiten Migas SUNI Cetak Laba Bersih Rp 33,4 Miliar per Kuartal I-2024

Emiten Migas SUNI Cetak Laba Bersih Rp 33,4 Miliar per Kuartal I-2024

Whats New
CEO Perusahaan Migas Kumpul di IPA Convex 2024 Bahas Solusi Kebijakan Industri Migas

CEO Perusahaan Migas Kumpul di IPA Convex 2024 Bahas Solusi Kebijakan Industri Migas

Whats New
Ramai soal 9 Mobil Mewah Pengusaha Malaysia Ditahan, Bea Cukai Beri Penjelasan

Ramai soal 9 Mobil Mewah Pengusaha Malaysia Ditahan, Bea Cukai Beri Penjelasan

Whats New
BEI Ubah Aturan 'Delisting', Ini Ketentuan Saham yang Berpotensi Keluar dari Bursa

BEI Ubah Aturan "Delisting", Ini Ketentuan Saham yang Berpotensi Keluar dari Bursa

Whats New
BEI Harmonisasikan Peraturan Delisting dan Relisting

BEI Harmonisasikan Peraturan Delisting dan Relisting

Whats New
Hadirkan Solusi Transaksi Internasional, Bank Mandiri Kenalkan Keandalan Livin’ by Mandiri di London

Hadirkan Solusi Transaksi Internasional, Bank Mandiri Kenalkan Keandalan Livin’ by Mandiri di London

Whats New
Biasakan 3 Hal Ini untuk Membangun Kekayaan

Biasakan 3 Hal Ini untuk Membangun Kekayaan

Earn Smart
Pertumbuhan Ekonomi RI 5,11 Persen Dinilai Belum Maksimal

Pertumbuhan Ekonomi RI 5,11 Persen Dinilai Belum Maksimal

Whats New
Laba Bersih JTPE Tumbuh 11 Persen pada Kuartal I 2024, Ditopang Pesanan E-KTP

Laba Bersih JTPE Tumbuh 11 Persen pada Kuartal I 2024, Ditopang Pesanan E-KTP

Whats New
Pabrik Sepatu Bata Tutup, Menperin Sebut Upaya Efisiensi Bisnis

Pabrik Sepatu Bata Tutup, Menperin Sebut Upaya Efisiensi Bisnis

Whats New
Jadwal LRT Jabodebek Terbaru Berlaku Mei 2024

Jadwal LRT Jabodebek Terbaru Berlaku Mei 2024

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com