JAKARTA, KOMPAS.com - Omnibus law Cipta Kerja atau UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja disebut-sebut mempermudah nelayan tradisional naik kelas dan mampu melindungi nelayan.
Tenaga Ahli Utama Kedeputian I Kantor Staf Presiden (KSP), Alan F. Koropitan menuturkan, kemudahan ini terlihat dari ukuran kapal nelayan kecil dalam UU Cipta Kerja yang tidak dibatasi.
Dalam UU perikanan sebelumnya, yakni 45 Tahun 2009 pasal 1 ayat 11, nelayan kecil didefinisikan sebagai orang yang mata pencahariannya melakukan penangkapan ikan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari yang menggunakan kapal perikanan berukuran paling besar 5 gross ton (GT).
Baca juga: BPK Temukan 13.567 Permasalahan Senilai Rp 8,97 Triliun di Semester I 2020
“Misalnya, pemilik kapal dibawah 10 gross ton, tapi punya modal besar dan mesin kapasitas besar. Ini tidak bisa masuk kategori nelayan kecil. Negara akan mengatur melalui UU Ciptaker dengan aturan turunan melalui RPP,” ungkap Alan dalam siaran pers, Senin (9/11/2020).
Menurut Alan, UU Cipta Kerja bakal mempertajam definisi nelayan sehingga memperkuat pengelolaan yang tepat sasaran.
Tercatat, ada 96 persen kapal ikan berada dibawah 10 GT.
Sebanyak 68 persen di antaranya merupakan perahu motor tempel dan perahu tanpa motor yang tidak mungkin berlayar ke area Zona Ekonomi Eksklusif.
“Dengan UU CIptaker dan aturan turunannya maka definisi nelayan akan dipadankan dengan kategori UMKM, sehingga dapat mendorong para nelayan untuk memperoleh akses permodalan dari perbankan serta bantuan pemerintah lebih tepat sasaran. Izin di sektor UMKM semakin mudah dalam UU Ciptaker,” ujar Alan.
Selain itu Alan menegaskan, Pemerintah punya semangat nasionalisme tinggi, terutama dalam hal kedaulatan negara.
Salah satunya mengenai aturan akses asing terhadap pengelolaan perikanan, terutama di Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE).
Tulis komentar dengan menyertakan tagar #JernihBerkomentar dan #MelihatHarapan di kolom komentar artikel Kompas.com. Menangkan E-Voucher senilai Jutaan Rupiah dan 1 unit Smartphone.
Syarat & Ketentuan