Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

BPKP Temukan 40 Persen Belanja Pemda Tak Ada Manfaatnya

Kompas.com - 22/06/2021, 12:04 WIB
Fika Nurul Ulya,
Ambaranie Nadia Kemala Movanita

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) menemukan, hampir 30-40 persen anggaran pemerintah daerah (Pemda) tidak menghasilkan manfaat apapun bagi masyarakat.

Kepala BPKP Muhammad Yusuf Ateh mengatakan, hal itu ditemukan usai BPKP melakukan remote audit saat pandemi Covid-19 berlangsung. Audit yang berbasis digital ini membuat cakupannya lebih luas.

"Intinya kita lakukan semacam remote audit, hasilnya hampir 30-40 persen anggaran di daerah itu memang tidak menghasilkan manfaat apa-apa," kata Ateh dalam Kongres IPKN secara virtual, Selasa (22/6/2021).

Baca juga: BPK: Kerugian Negara Akibat Kasus Korupsi Asabri Capai Rp 22,78 Triliun

Dia menuturkan, anggaran yang tidak efektif dan efisien itu membuat Pemda tak kunjung berhasil mengurangi pengangguran dan kemiskinan.

Begitupun meningkatkan layanan kesehatan dan pendidikan.

Pemerintah pusat sudah berkali-kali meminta Pemda untuk menggunakan anggaran seefektif mungkin saat pandemi Covid-19.

Kinerja APBN saat ini tergantung dari akselerasi anggaran Pemda karena rasio transfer ke daerah (TKDD) mencapai 1/3 dari APBN.

"Untuk mengurangi kemiskinan, mengurangi pengangguran, dan meningkatkan kesehatan, pendidikan, itu bisa kita perbaiki agar daerah bisa benar-benar menghasilkan manfaat dalam penggunaan anggaran kepada masyarakat," ujar Ateh.

Baca juga: Audit Laporan Keuangan Sempat Terlambat, Dirut Asabri: Sangat Memalukan untuk BUMN

Ia menambahkan, BKPK siap membantu kementerian/lembaga (K/L) membereskan data dengan memanfaatkan data Forlap dan data forensik di BPKP.

Dia bilang, pemanfaatan data secara digital banyak sekali kegunaannya, seperti cleansing data bansos UMKM dari Kemensos, cleansing data insentif tenaga kesehatan, maupun data klaim rumah sakit.

"Dan sekarang ini termasuk menangani adanya isu tentang ribuan tenaga ASN fiktif. Ini bisa kita gunakan banyak sekali, dan kita sudah membuka diri pada seluruh K/L bila membutuhkan bisa menggunakan lab data forensik dan analytics kami," sebut Ateh.

Terkait anggaran Pemda, sebelumnya Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati membeberkan, belanja beberapa daerah memang lebih banyak dialokasikan untuk belanja pegawai dibanding belanja modal.

Belanja pegawai yang cukup tinggi di beberapa daerah membuat akselerasi pertumbuhan ekonomi yang digemakan pemerintah pusat tidak maksimal.

Baca juga: Utang Garuda Indonesia Membengkak Rp 70 Triliun, DPR Minta Audit Laporan Keuangan

Bendahara negara itu lantas menyebut Bangka Belitung menjadi salah satu provinsi dengan belanja pegawai tertinggi mencapai 36 persen.

Sedangkan Jawa Barat menjadi yang terendah, yakni 21,4 persen.

Di tingkat Kabupaten, rata-rata belanja pegawai untuk membayar gaji mencapai 35,3 persen.

Tercatat 189 Pemda sudah lebih rendah, namun ada 30 Pemda yang masih di atas rata-rata. Kabupaten Bangkalan, Madura, Jawa Timur menjadi kabupaten dengan belanja pegawai paling tinggi.

"Kabupaten Berau paling rendah 22 persen. Tapi ada 30 Pemda yg di atas itu, 50 persen di Kabupaten Bangkalan," beber Sri Mulyani beberapa waktu lalu.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Mengenal Mata Uang Kanada, Salah Satu yang Paling Stabil di Dunia

Mengenal Mata Uang Kanada, Salah Satu yang Paling Stabil di Dunia

Whats New
Inggris Dukung dan Berbagi Pengalaman untuk Keanggotaan Indonesia di CPTPP

Inggris Dukung dan Berbagi Pengalaman untuk Keanggotaan Indonesia di CPTPP

Whats New
Menaker: Serikat Pekerja Nuntut Kenaikan Upah, Kami Tuntut Kenaikan Kompetensi

Menaker: Serikat Pekerja Nuntut Kenaikan Upah, Kami Tuntut Kenaikan Kompetensi

Whats New
Bea Cukai, Dulu Tenar Jadi Sarang Pungli, Sempat Dibekukan Soeharto

Bea Cukai, Dulu Tenar Jadi Sarang Pungli, Sempat Dibekukan Soeharto

Whats New
Emiten GPS PT Sumber Makmur Sasar Pasar Pembayaran Tol Tanpa Setop MLFF di RI

Emiten GPS PT Sumber Makmur Sasar Pasar Pembayaran Tol Tanpa Setop MLFF di RI

Whats New
Ini Alasan Microsoft Investasi Rp 27,6 Triliun di Indonesia

Ini Alasan Microsoft Investasi Rp 27,6 Triliun di Indonesia

Whats New
Mata Uang Denmark, Pakai Euro atau Krone?

Mata Uang Denmark, Pakai Euro atau Krone?

Whats New
Menaker: Kami Tolak Upah Murah dan PHK Sepihak

Menaker: Kami Tolak Upah Murah dan PHK Sepihak

Whats New
Walau Pendapatan Turun, PT Timah Bukukan Kenaikan Laba Per Kuartal I 2024

Walau Pendapatan Turun, PT Timah Bukukan Kenaikan Laba Per Kuartal I 2024

Whats New
OJK Cabut Izin Usaha PT BPR Dananta Kabupaten Kudus

OJK Cabut Izin Usaha PT BPR Dananta Kabupaten Kudus

Whats New
Di Perda Klungkung, Justru Bukan Warung Madura yang Dilarang Buka 24 Jam, tapi Ritel Modern

Di Perda Klungkung, Justru Bukan Warung Madura yang Dilarang Buka 24 Jam, tapi Ritel Modern

Whats New
Harga BBM Vivo dan BP Kompak Naik Per 1 Mei 2024, Cek Rinciannya!

Harga BBM Vivo dan BP Kompak Naik Per 1 Mei 2024, Cek Rinciannya!

Whats New
Gerakan Serikat Buruh Minta Prabowo Cabut UU Cipta Kerja, Ini Alasannya

Gerakan Serikat Buruh Minta Prabowo Cabut UU Cipta Kerja, Ini Alasannya

Whats New
Emiten Menara Telko Tower Bersama Catatkan Pendapatan Rp 1,7 Triliun Per Kuartal I 2024

Emiten Menara Telko Tower Bersama Catatkan Pendapatan Rp 1,7 Triliun Per Kuartal I 2024

Whats New
Kinerja 2023 'Kinclong', Emiten TI ATIC Sasar Pasar Baru Konsultasi Cloud pada 2024

Kinerja 2023 "Kinclong", Emiten TI ATIC Sasar Pasar Baru Konsultasi Cloud pada 2024

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com