PAJAK merupakan instrumen utama dan penting dalam pengelolaan sebuah negara. Dimensi pajak sangat kompleks.
Tidak hanya sebatas alat untuk mengumpulkan penerimaan negara, pajak juga penting untuk menjaga stabilitas ekonomi dan sosial yang semakin dinamis dari waktu ke waktu.
Di tengah krisis multidimensi dua tahun terakhir akibat pandemi Covid-19, pajak semakin dibutuhkan, terutama untuk mendukung kebijakan countercyclical di berbagai negara, termasuk Indonesia.
Kebijakan membutuhkan anggaran super besar untuk menangani dan mengatasi pandemi sekaligus memulihkan perekonomian dan kesejahteraan masyarakat.
Semua itu mendorong Pemerintah Indonesia melakukan reformasi perpajakan besar-besaran. Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) menjadi narasi yang kemudian dibangun dan dibahas cepat bersama DPR menggunakan skema omnibus law.
Baca juga: Kapan Aturan Baru Pajak UU HPP Berlaku?
Pemerintah optimistis UU HPP mampu menjadikan sistem perpajakan Indonesia semakin efisien, netral, fleksibel, efektif, adil, dan memberikan kepastian hukum bagi pembayar pajak.
"Selain mengumpulkan penerimaan, pajak juga harus peka dan sensitif, serta responsif terhadap kebutuhan ekonomi, ujar Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati saat Kick Off Sosialisasi UU HPP secara daring di hadapan pengusaha (19/11/2021).
Di sisi lain, lanjut Sri Mulyani, tata kelola pajak juga dituntut makin baik.
"Tidak boleh ada korupsi. Harus ada proses dan prosedur yang mudah, simple, dan singkat (bagi pembayar pajak)," tegas dia.
Terdiri dari 9 Bab dan 19 Pasal, UU HPP memunculkan dua kebijakan baru—yaitu Program Pengampunan Sukarela (PPS) dan Pajak Karbon—, mengubah besaran tarif pajak, sekaligus merevisi empat UU Perpajakan, yakni UU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP), UU Pajak Penghasilan (UU PPh), UU Pajak Pertambahan Nilai (UU PPN), dan UU Cukai.
Baca juga: Poin Penting Perubahan dan Tambahan Aturan Pajak di UU HPP
Lalu, apakah UU HPP mampu menjawab harapan dan tuntutan zaman?
Untuk menjawab itu, Kompas.com berkolaborasi dengan MUC Consulting menggelar rangkaian seminar #BIJAK (Bicara Pajak) untuk membedah poin-pon penting UU HPP. Seminar pertama akan digelar daring (webinar).
Webinar perdana akan diselenggarakan pada Rabu, 19 Januari 2022 pukul 13.00 WIB. Topik yang diangkat adalah babak baru perpajakan Indonesia pasca-terbitnya UU HPP.
Babak baru perpajakan pasca-terbitnya UU HPP akan dijelaskan langsung oleh Dian Anggraeni, SE, MSi, Penyuluh Pajak Ahli Madya Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan. Webinar akan dipandu oleh Direktur MUC Consulting, Shinta Marvianti.
Sahabat Kompas.com dapat mengikuti webinar via Zoom dengan melakukan registrasi melalui link ini (kuota 500 orang).
Baca juga: Potensi Masalah di Balik Perluasan Objek PPN
Webinar #BIJAK dapat diikuti juga melalui live streaming di Youtube @mucconsulting dan @Kompas.com. Kami menyediakan e-certificate bagi peserta yang mengisi formulir registrasi dan memberikan feedback pasca-acara.
Sejak 2021, MUC berkolaborasi dengan Kompas.com menghadirkan rubrik Tanya-tanya Pajak di Kompas.com.
Rubrik ini merupakan wadah bagi Sahabat Kompas.com untuk bertanya dan memperbarui informasi seputar kebijakan dan praktik perpajakan, sekaligus menghubungkannya dengan para praktisi perpajakan.
Baca juga: Ada Konsultasi Pajak di Kompas.com, Bertanyalah...
Rangkaian webinar #BIJAK menjadi bagian dari kolaborasi Kompas.com dan MUC pada 2022. Melalui #BIJAK dan Tanya-tanya Pajak di Kompas.com, topik perpajakan diharapkan menjadi isu yang relevan untuk dibicarakan oleh semua kalangan, tidak eksklusif bagi kalangan tertentu saja.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.