JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengajak negara anggota G20 untuk menangani bekas luka memar (scarring effect) akibat pandemi Covid-19.
Adapun bekas luka akibat pandemi adalah jumlah pengangguran yang tinggi, investasi yang lemah, dan produktivitas tenaga kerja yang rendah.
Menurutnya jika tidak ditangani dengan baik, bekas luka ini akan berimplikasi pada perlambatan pemulihan.
"Seperti yang ditunjukkan oleh sejarah, bekas luka tersebut jika tidak ditangani dengan benar dan cepat, pasti akan meninggalkan bekas luka yang bertahan lama," kata Sri Mulyani dalam pembukaan 1st FMCBG Meetings di JCC Senayan, Jakarta, Kamis (17/2/2020).
Baca juga: Sri Mulyani Sebut Covid-19 Bukan Pandemi Terakhir, Negara G20 Harus Siap-siap
Sri Mulyani mengungkapkan, bekas luka tersebut dapat menghambat pemulihan sektor swasta serta menyebabkan dampak jangka panjang pada keuangan publik.
Tak hanya itu, bekas luka pandemi bisa mempengaruhi pemulihan di sektor riil maupun sektor keuangan.
Jika tidak ditangani bersama, seluruh negara di dunia tidak bisa mencapai pemulihan yang lancar, kuat, berkelanjutan, seimbang, dan inklusif. Saat ini saja, pemulihan di seluruh negara tidak merata (uneven recovery).
"Pada akhirnya hal ini akan menghambat kemajuan menuju pertumbuhan ekonomi yang kuat dan tangguh," tutur dia.
Baca juga: Sri Mulyani Tagih 3 Janji BRI, Soal Jumlah Nasabah, Kredit UMKM hingga Laba
Wanita yang akrab disapa Ani ini meminta dunia bergerak bersama menuju pemulihan.
Dia bilang, sangat penting memastikan semua negara pulih bersama untuk menghindari ketidakseimbangan.
Artinya, kebijakan apapun baik dari sisi fiskal dan moneter yang diambil negara manapun harus terencana dan matang.
Negara tersebut harus mengomunikasikan kebijakan yang diambil agar memperkecil risiko exit strategy.
"Mengomunikasikan exit strategy, dan memastikan bahwa pertumbuhan ekonomi akan inklusif, tidak ada yang tertinggal," ujar Ani.
Baca juga: Sambut Forum G20, Jokowi: Winter yang Berat Benar-benar Datang...