Oleh: Alifia Putri Yudanti dan Brigitta Valencia Bellion
KOMPAS.com - Menjadi pemimpin bukanlah hal yang mudah. Mereka perlu memiliki beberapa keahlian tertentu agar mereka bisa berdampak bagi anggota timnya. Ada banyak keahlian yang mereka miliki, seperti berpikir kritis, kerja sama, hingga delegasi.
Namun, ada kemampuan yang terkadang dianggap sepele padahal tak kalah penting, yaitu mendengarkan. Di masa kini, mendengarkan adalah kemampuan yang sulit dimiliki. Pasalnya, arus informasi yang semakin cepat membuat atensi kita jadi lebih mudah teralihkan.
Padahal, dalam siniar Obsesif bertajuk “Pemimpin Wajib Jadi Pendengar Yang Baik” dengan tautan akses dik.si/ObsesifS8EP6, dielaskan kalau pemimpin yang bijak harus mau mendengarkan anggota timnya, serta selalu berusaha untuk membangun konektivitas terhadap lawan bicara.
Mengutip BetterUp, mendengarkan merupakan kemampuan untuk membangun kepercayaan dan menumbuhkan loyalitas seorang pemimpin. Kemampuan ini nyatanya mampu membuat eksistensi orang lain dan perkataan mereka sama pentingnya bagi seorang pemimpin.
Sayangnya, banyak pemimpin tidak pernah belajar bagaimana cara mendengarkan secara efektif. Menurut penelitian Profesor Harvard Business School, Raffaella Sadun dan Joseph Fuller, perusahaan semakin mencari pemimpin yang mahir mendengarkan dengan empati, menerima masukan, dan mengerahkan anggota timnya untuk mencapai tujuan bersama.
Baca juga: Mengelola Emosi Negatif di Lingkungan Kerja
Itu sebabnya, pemimpin yang memiliki kemampuan ini lebih cenderung diminati, terutama di organisasi besar dan perusahaan atau proyek multinasional.
Perusahaan-perusahaan tersebut menilai keterampilan sosial lebih penting daripada kemampuan operasional dan administratif yang lebih kaku.
Pasalnya, saat ini, para petinggi perusahaan menghadapi dunia kerja yang lebih kompleks karena didorong oleh perkembangan teknologi.
Itu sebabnya, mereka harus mampu mengordinasikan tim dengan latar belakang berbeda untuk mencapai tujuan dan memecahkan masalah.
Para pemimpin zaman dulu mungkin memiliki penasihat atau juru bicara untuk menentukan suatu hal. Namun, pemimpin masa kini berbeda karena mereka harus turut berperan bersama anggota timnya agar keputusan yang dipilih tak keliru.
Bahkan, kini, kita tak heran jika melihat lowongan yang kualifikasi utamanya adalah mampu berkomunikasi dengan baik.
Kemampuan ini tak hanya serta-merta mampu bertutur dengan baik, melainkan juga harus mampu mendengarkan. Pasalnya, komunikasi harus memiliki lawan bicara yang berbeda.
Artinya, selain kita, lawan bicara pun juga akan menyampaikan pendapatnya. Di sinilah peran mendengarkan berfungsi.
Pemimpin yang tak mampu mendengarkan secara aktif akan membuat anggota timnya kehilangan rasa percaya. Pasalnya, mereka tak dipersilakan ruang untuk menyampaikan masalahnya dan lebih dulu dihakimi.