Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Beda Kata Mahfud MD Vs Kemenkeu di Kasus TPPU Rp 189 Triliun Bea Cukai, soal Impor atau Ekspor Emas?

Kompas.com - 04/04/2023, 14:15 WIB
Rully R. Ramli,
Aprillia Ika

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Temuan transaksi mencurigakan tindak pidana pencucian uang (TPPU) di lingkungan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) masih menjadi perbincangan publik. Salah satu poin yang disorot ialah terkait dugaan TPPU senilai Rp 189 triliun di lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Kemenkeu.

Nilai temuan senilai Rp 189 triliun itu menjadi sorotan sebab Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menyebutkan, nilai tersebut berkaitan dugaan TPPU impor emas batangan ke Indonesia. Ia menyebutkan, PPATK melakukan penyelidikan terhadap impor disebut berupa emas mentah, namun nyatanya berupa emas batangan.

Pernyataan itu sebenarnya telah direspons oleh para pejabat Kemenkeu. Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara dan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kemenkeu Askolani memberikan kronologi versi kementerian terkait temuan tersebut.

Namun dalam pernyataannya, Kemenkeu bilang, nilai temuan senilai Rp 189 triliun itu berkaitan dengan upaya penggagalan ekspor komoditas emas. Hal ini menjadi berbeda dengan yang disebutkan Mahfud bahwa temuan berkaitan dengan impor.

Perbedaan pernyataan itu kemudian menjadi pertanyaan baru bagi publik. Sebenarnya, bagaimana penjelasan dari Menko Polhukam dan Mahfud MD terkait temuan transaksi senilai Rp 189 triliun itu?

Baca juga: [POPULER MONEY] Bea Cukai soal Dugaan Pencucian Uang Ekspor Emas Rp 189 Triliun | Indofood soal Viral Video Es Krim Rasa Indomie Goreng

Dugaan TPPU Rp 189 triliun versi Mahfud MD

Dugaan terkait TPPU yang dilakukan di lingkungan DJBC disampaikan Mahfud dalam gelaran rapat kerja Komisi III DPR RI. Ia mengatakan, dugaan pencucian uang itu terkait impor emas batangan ke Indonesia.

“Impor emas batangan yang mahal-mahal itu, tapi di dalam surat cukainya itu dibilang emas mentah. Diperiksa oleh PPATK, diselidiki, ‘Mana kamu kan emasnya sudah jadi kok bilang emas mentah?’," ujarnya, di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (29/3/2023).

Dalam proses penyelidikan, lanjut Mahfud, pihak bea cukai sempat berdalih bahwa impor yang dilakukan bukan emas batangan, tetapi emas murni. Kemudian, emas murni tersebut dicetak melalui berbagai perusahaan di Surabaya, Jawa Timur.

Akan tetapi, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) tidak menemukan keberadaan perusahaan yang dimaksud.

“Dicari di Surabaya tidak ada pabriknya,” ujar Mahfud.

Baca juga: Data Sri Mulyani Vs Mahfud MD Kok Berbeda?

Ia menyatakan dugaan pencucian uang itu pernah diserahkan ke Kemenkeu oleh PPATK pada tahun 2017. Kala itu Laporan kejanggalan transaksi keuangan itu langsung diberikan melalui Dirjen Bea Cukai, dan Irjen Kemenkeu bersama dua orang lain.

Tapi, tutur Mahfud, hingga tahun 2020 laporan tak pernah ditindaklanjuti oleh Kemenkeu. Maka, dugaan pencucian uang itu baru diketahui Sri Mulyani saat bertemu PPATK pada 14 Maret 2022. Data yang diberikan ke Sri Mulyani pun disebut berkaitan soal pelanggaran pajak perusahaan, bukan dugaan pencucian uang di Direktorat Bea Cukai.

"Sehingga ketika diteliti (pihak Kemenkeu) ‘Oh ini perusahaannya banyak hartanya, pajaknya kurang,’. Padahal ini (dugaan pencucian uang) cukai laporannya," pungkasnya.

Baca juga: Benang Merah Data Mahfud MD dan Sri Mulyani soal Transaksi Janggal

Penjelasan Kemenkeu soal transaksi Rp 189 triliun

Selang dua hari Mahfud melontarkan pernyataan tersebut, tepatnya pada Jumat (31/3/2023) Kemenkeu memberikan penjelasan.

Namun bukan berkaitan dengan impor, Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara mengatakan, nilai temuan tersebut justru bermula dari aksi pencegahan ekspor emas yang dilakukan oleh DJBC pada Januari 2016

Pada saat itu, DJBC menghentikan sebuah kegiatan ekspor yang berpotensi melanggar ketentuan kepabeanan, sebab di dalam data tertulis komoditas yang akan diekspor emas perhiasan, namun ternyata komoditas yang akan dikirimkan berupa ingot.

"Dan itu distop oleh BC. Ketika distop oleh BC, maka kemudian didalami dan dilihat ini ada potensi tindak pidana kepabeanan, maka ditindaklanjuti dengan peniitian, penyidikan," kata dia.

Baca juga: Kemenkeu Beberkan Bidang Perusahaan yang Diduga Terkait TPPU

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com