Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Denny Indra Sukmawan
Dosen

Pengajar di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Pembangunan Nasional "Veteran" Jakarta

Pembatasan Ekspor Nikel dan Keamanan Nasional Indonesia

Kompas.com - 12/04/2023, 05:45 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

INDONESIA kalah melawan Uni Eropa dalam sengketa larangan ekspor bijih nikel di Badan Penyelesaian Sengketa (DSB) Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) dan akan melakukan banding.

Setelah membaca ulang dan mengkaji putusan WTO, saya mengambil kesimpulan bahwa argumen Indonesia tidak didasarkan pada keamanan nasional, dan ini disayangkan.

Indonesia tidak membangun argumen berdasarkan tren global, di mana sejumlah negara menggunakan pengecualian atas keamanan nasional untuk proteksionisme ekonomi.

Pun tidak membangun argumen bahwa pengecualian yang dimaksud sesuai dengan perkembangan hubungan internasional, di mana batas antara keamanan tradisional dan keamanan non-tradisional makin kabur, termasuk hubungan keamanan dan ekonomi.

Saya juga mencatat pernyataan-pernyataan Presiden Joko Widodo dan Menteri Investasi Bahlil Lahadalia di ruang publik mengenai pembatasan ekspor nikel. Sama sekali tidak tersirat dan tersurat mengenai keamanan nasional.

Presiden lebih sering menekankan pembatasan ekspor nikel untuk pembangunan nasional (hilirisasi industri). Sementara Menteri Investasi menggiring sentimen publik mengenai penjajahan ekonomi gaya baru oleh Uni Eropa.

Dengan melihat perkembangan dan tren perang dagang beberapa tahun belakangan, serta celah hukum perdagangan internasional -General Agreement on Tariffs and Trade (GATT 1947), Agreement on Trade-Related Aspects of Intellectual Property Rights (TRIPS 1994), dan General Agreement on Trade in Services (GATS 1995), bisa dibilang, pernyataan-pernyataan tadi tidak tepat sasaran.

Keamanan nasional dalam Hukum Perdagangan Internasional

Seperti dijelaskan Wolfers (1952), kata “keamanan nasional” memiliki makna ambigu. Sampai sekarang, tidak ada konsensus mengenai definisi keamanan nasional. Termasuk dalam hukum internasional.

Namun, keambiguan ini bisa berguna bagi Indonesia untuk merumuskan argumen alternatif saat banding nanti.

Pasal XXI GATT 1947, Pasal XIV GATS 1995 dan Pasal 73 TRIPS 1994 -diamandemen pada 2017, membenarkan pengecualian hukum perdagangan internasional apabila pasal-pasalnya bertentangan dengan keamanan nasional suatu negara.

Bahwa ketiga hukum tadi bisa tidak berlaku selama kebijakan perdagangan suatu negara ditujukan untuk melindungi keamanan nasionalnya, yang berkaitan dengan: (1) materi nuklir (fisi); (2) logistik perang atau terkait dengan militer; (3) perang atau situasi mendesak lainnya.

Pertanyaan kritisnya: mendesak yang bagaimana? Lebih menarik lagi karena pengecualian atas keamanan nasional bersifat tafsir sepihak (self judgement). Dengan kata lain, setiap negara bisa menjelaskan urgensi untuk melindungi kepentingan terkait keamanan nasionalnya.

Apalagi, WTO memang tidak dan tidak bisa mendefinisikan dengan jelas apa itu keamanan dan apa itu keamanan nasional.

Boklan dan Bahri (2020) menjelaskan mengenai nuansa saat Pasal XXI GATT dirumuskan adalah liberalisasi perdagangan dan keamanan nasional harus seimbang. Pertanyaan kritisnya lagi: seimbang seperti apa?

Di panel WTO, sejauh ini pengecualian atas keamanan nasional baru digunakan oleh: Arab Saudi Vs Qatar, Rusia Vs Ukraina, dan Amerika Serikat Vs Uni Eropa.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com