Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Irvan Maulana
Direktur Center of Economic and Social Innovation Studies (CESIS)

Peneliti dan Penulis

Mencari Solusi Menekan "Eggflation"

Kompas.com - 19/06/2023, 13:30 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

SIAPAPUN yang konsumsinya bergantung pada telur akhir-akhir ini tahu bahwa harga telur melonjak. Pengamat pangan dunia menyebutnya fenomena eggflation, sebagai neologisme baru yang berasal dari paduan kata egg (telur) dan inflation (kontinuitas kenaikan harga).

Banyak yang berasumsi, kenaikan harga telur merupakan bagian dari inflasi umum yang membuat harga sembako dan bahan makanan lainnya meroket. Tetapi, sebenarnya ketika menyangkut telur, bukan itu masalah utamanya.

Meski mulai turun, harga telur ayam hingga kini masih terbilang mahal. Setelah melewat puncak harga di Rp 40.000 per kg, kini harga telur rata-rata berkisar Rp 34.000 per kg. Harganya diperkirakan akan tetap mahal hingga September 2023.

Ada apa sebenarnya di balik melonjaknya harga telur? Banyak pengamat menyimpulkan bahwa harga telur yang meroket dipengaruhi dua faktor, yaitu kenaikan harga pakan dan program bantuan sosial (bansos).

Baca juga: Harga Telur Ayam Masih Mahal, Apa Upaya Pemerintah?

Program bansos diklaim telah menyebabkan harga telur melambung karena ayam dan telur diserap pemerintah untuk dibagikan kepada sekitar 1,4 juta keluarga penerima manfaat (KPM). Di sisi lain, produksi ternak sulit dilakukan, imbas harga pakan ternak (terutama jagung) yang kian mahal.

Fenomena seperti itu tampaknya sudah musiman. Pasalnya, kenaikan harga telur setelah program bansos pangan juga terjadi tahun lalu. Harga telur tahun lalu mencetak rekor tertinggi dalam sejarah, yaitu Rp 33.000 per kg. Tahun ini, harga telur kembali mencetak rekor, yaitu Rp 40.000 per kg.

Pemerintah selalu menjadikan faktor musiman sebagai dalih saat menjelaskan kepada publik soal kenaikan harga telur ayam saat ini diperkirakan hanya berlaku sementara. Tak ada yang salah memang, hanya saja tidakkah ada langkah konkret pemerintah untuk menahan atau mengatasi kenaikan harga telur agar tidak terjadi setiap tahun?

Baca juga: Harga Telur di Medan Melambung, Pedagang Keluhkan Omzet Makin Tipis

Menteri Perdagangan (Mendag), Zulkifli Hasan, sangat optimis bahwa harga telur bisa turun dalam dua minggu ke depan. Hal itu lantaran pemerintah sedang berupaya menambah jumlah indukan ayam agar bisa memproduksi telur lebih banyak. Dengan begitu, pasokan telur di pasaran tercukupi, dan harga bisa kembali stabil.

Pertanyaannya, apakah semudah dan sesingkat itu panen telur dari indukan ayam yang biasanya memiliki siklus produksi 12 hingga 14 bulan untuk menghasilkan telur secara konsisten. Itu pun jika distribusi indukan ayamnya merata dan menghasilkan telur di waktu yang relatif bersamaan.

Belum lagi persoalan ayam broiler dan ayam petelur yang diproduksi di Indonesia termasuk jenis ayam yang berbeda dengan garis genetika khusus yang diperlukan untuk memproduksi telur yang akan secara khusus diimpor. Bahkan 81 persen unggas Indonesia memiliki cadangan genetika yang berasal dari Amerika Serikat (Wright dan Darmawan, 2017).

Apakah Zulkifli bisa menjamin dua minggu lagi berhasil sesuai rencana? Tampaknya pemerintah perlu menjelaskan fakta dan data secara detail pada publik agar tidak menimbulkan kebingunan.

Jika dilihat dari industri perunggasan secara umum, sebenarnya tak ada masalah yang berarti dengan produksi telur kita. Bahkan produksi telur ayam ras petelur di Indonesia konsisten meningkat tiap tahun selama 2017-2021.

Menurut laporan Statistik Peternakan dan Kesehatan Hewan 2021, produksi telur ayam ras tahun 2017 tercatat 4,63 juta ton. Produksinya meningkat 1,19 persen menjadi 4,68 juta ton pada 2018, selanjutnya naik 1,4 persen menjadi 4,75 juta ton pada 2019. Tren peningkatan terus berlanjut mencapai 5,15 juta ton pada 2021.

Meski memang penyebab harga telur terus naik berkaitan erat dengan harga pakan yang kian melambung. Ini juga wajar karena pakan mewakili 60 persen sampai 70 persen dari biaya peternak layer.

Setiap perubahan seputar biaya pakan memengaruhi harga telur. Harga pakan global naik dua kali lipat antara pertengahan tahun 2020 dan 2022. Hal ini berdampak besar pada industri telur, karena sulit bagi produsen untuk membebankan biaya yang lebih tinggi ini kepada pelanggan.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com