Oleh: Alifia Putri Yudanti dan Brigitta Valencia Bellion
KOMPAS.com - Sebelum mampu memimpin anggota timnya, seorang pemimpin harus lebih dulu mampu mengelola dirinya. Dengan konsep self-leadership, seorang pemimpin bisa menjadi sosok yang disiplin dalam mencapai target.
Selain itu, menurut Ardelia Apti, CEO Mapan, dalam siniar Obsesif edisi LED Talk episode “Lead Yourself, Before You Lead Others ft. Ardelia Apti, CEO Mapan” dengan tautan dik.si/ObsesifArdel, self-leadership juga meningkatkan kesadaran akan kelemahan dan kekurangan diri.
Perempuan itu mendefinisikan self-leadership, “Mengkondisikan diri kita supaya bisa disiplin mencapai apa yang dipengenin. Dan itu dimulai dari konsep self-awareness; kelemahan kita di mana, kekuatan kita di mana.”
Baca juga: Sukses Mulai dari Keyakinan Diri
Dengan self-leadership, Ardelia mampu switch career dari perusahaan konsultan ke teknologi. Meski sempat berkecil hati, ia tetap membawa hal-hal yang sudah dipelajari, seperti memecahkan masalah, delegasi, eksekusi, hingga akhirnya dibawa ke perusahaan teknologi.
Keterampilan kepemimpinan sebenarnya dapat muncul meskipun kita masih berada dalam posisi rendah. Pemimpin sejati tidak menunggu sampai berada dalam posisi yang tinggi untuk menjadi pemimpin. Mereka justru mencari kesempatan memimpin dan berkembang.
Akan tetapi, dalam bukunya True North, Bill George mengatakan dalam prosesnya yang tersulit adalah memimpin diri sendiri. Memimpin diri sendiri berarti kita harus mengenal diri sendiri, mulai dari kekuatan hingga kelemahan diri.
Selain itu, memimpin diri sendiri juga terdiri dari kemampuan untuk memberi batasan terhadap diri sendiri. Hal ini dilakukan dengan menerapkan work-life balance serta mengenali nilai-nilai pribadi dan menyelaraskannya dengan kehidupan profesional.
Mayoritas kita masih kesulitan menyeimbangkan waktu antara pekerjaan dan diri sendiri.
Padahal, menjaga kesehatan diri juga penting agar kinerja yang dihasilkan bisa maksimal. Ketika pemimpin tidak mempraktikkan self-leadership, mereka jadi mudah lelah dan akan berdampak pada penurunan produktivitas, kreativitas, dan rasa bahagia.
Mengutip situs Ohio State University, self-leadership bukan berarti membuat seorang pemimpin akhirnya tidak memperhatikan anggota timnya karena terlalu berfokus pada diri sendiri.
Menerapkan konsep kepemimpinan ini justru menumbuhkan sifat empati dan memahami anggota tim juga memiliki kesempatan sama menerapkan work-life balance. Pemimpin yang hanya fokus pada anggota tim di atas kebutuhan mereka sendiri justru membuat proses tidak maksimal.
Untuk itu, menurut Harvard Business Review, seorang pemimpin harus memiliki kesadaran dari dalam diri. Kesadaran ini melibatkan pemahaman akan perasaan, keyakinan, dan nilai diri. Ketika tidak memahami diri sendiri, kita cenderung mudah menyalahkan hal-hal yang terjadi di luar kendali.
Pemimpin dengan kesadaran diri rendah biasanya melihat keyakinan dan nilai yang dipunya sebagai “kebenaran”. Alhasil, mereka jadi sulit menerima perspektif dan gagasan baru.
Kedua adalah memiliki empati terhadap orang lain. Kesadaran diri kali ini berasal dari eksternal yang melibatkan pemahaman bagaimana kata-kata dan tindakan kita bisa berdampak pada orang lain.