BrandzView
Konten ini merupakan kerja sama Kompas.com dengan Sido Muncul

Komitmen Sido Muncul Jaga Mutu Obat Bahan Alam Diapresiasi BPOM

Kompas.com - 29/07/2023, 12:01 WIB
Hotria Mariana,
Aditya Mulyawan

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - PT Industri Jamu Dan Farmasi Sido Muncul Tbk (Sido Muncul) meraih penghargaan dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) sebagai salah satu perusahaan yang berhasil melakukan penjaminan mutu produk obat herbal dari hulu ke hilir.

Apresiasi itu diserahkan langsung oleh Ketua BPOM Penny K Lukito kepada Direktur Sido Muncul Irwan Hidayat di acara “Membangun Kemandirian Nasional Obat Bahan Alam” yang digelar BPOM di Grand Mercure Kemayoran, Jakarta, Kamis (27/7/2023).

Irwan mengaku senang. Apresiasi itu merupakan motivasi bagi pihaknya untuk melahirkan inisiatif-inisiatif baru guna memajukan industri obat berbahan alam nasional

“BPOM kian kreatif, tidak hanya mengawasi dan memberikan izin, tapi juga memotivasi atau apresiasi. Salah satu contohnya penghargaan ini. Bagi kami, apresiasi ini akan mendorong kami agar tahun depan bisa mendapatkan kembali (lebih baik),” ucap Irwan Hidayat.

BPOM sendiri menilai, Sido Muncul mampu membuktikan komitmennya dalam menyediakan bahan baku obat alam yang bermutu dan terjamin keamanan dan efektivitasnya.

Selain itu, perusahaan yang berdiri sejak 1940 tersebut juga memiliki inisiatif untuk mendukung percepatan kemandirian farmasi nasional dalam hal obat berbahan alam melalui pembentukan Asosiasi Industri Ekstrak Bahan Alam dan Rempah Indonesia (Airindo).

Untuk diketahui, Sido Muncul melalui anak usahanya, PT Semarang Herbal Indo Plant, bersama PT Borobudur Industri Jamu, PT Konimex, PT Phytochemindo Reksa, dan PT Tri Rahardja (Javaplant) membentuk Airindo pada 22 Desember 2022.

Baca juga: Berhasil, Sido Muncul Raih Penghargaan Keberlanjutan Lingkungan Industri Farmasi dan Makanan 2023 dari BPOM

Asosiasi itu didirikan sebagai sentra distribusi ekstrak tanaman obat dan rempah dengan mutu terjamin. Pasalnya, perusahaan yang tergabung dalam Airindo sudah tersertifikasi Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik (CPOTB) dari BPOM.

Kehadiran Airindo diharapkan dapat mempermudah industri dan usaha obat tradisional, khususnya yang berskala usaha kecil dan menengah (UMKM), dalam mendapatkan bahan baku obat alam bermutu.

Terkait jaminan mutu, Irwan menjelaskan, Sido Muncul telah memiliki berbagai fasilitas yang dibutuhkan untuk ekstraksi bahan baku, seperti laboratorium dan green house nursery untuk pembibitan sekaligus pembudidayaan tanaman obat.

“Kami selalu memuliakan tanaman obat. Kemudian, kami memiliki mesin-mesin pabrikasi berteknologi yang dibutuhkan untuk mengekstraksi komoditas. Pengalaman kami sebagai produsen obat herbal terstandar (OHT) pun tidak bisa dibilang sebentar. Kalau tidak berpengalaman, kami tidak bisa seperti ini,” terang Irwan.

Baca juga: Sido Muncul Gandeng Kodam VI Mulawarman Bantu 75 Warga Balikpapan Operasi Katarak Gratis

Tak berhenti sampai di situ, guna memastikan mutu bahan baku dan produk, Sido Muncul juga bekerja sama dengan banyak perguruan tinggi untuk melakukan riset atau pengembangan.

“Kami pun senantiasa memberikan pendampingan dan pelatihan kepada para petani tanaman obat. Upaya ini tidak hanya meningkatkan kapasitas sumber daya manusia (SDM), tapi juga standar mutu komoditas,” ujarnya.

Semua itu dilakukan, kata Irwan, mengingat besarnya pasar obat berbahan obat sehingga diperlukan sinergi banyak pihak.

Direktur Sido Muncul Irwan Hidayat (ketiga dari kanan), Kepala BPOM Penny K Lukito (keempat dari kanan) dan Ketua Umum Airindo Patrick A Kalona (keenam dari kanan).  Dok. Sido Muncul Direktur Sido Muncul Irwan Hidayat (ketiga dari kanan), Kepala BPOM Penny K Lukito (keempat dari kanan) dan Ketua Umum Airindo Patrick A Kalona (keenam dari kanan).

Sementara itu, Penny mengatakan bahwa Indonesia kaya akan keanekaragaman hayati, salah satunya tanaman obat. Varietas ini bisa dimanfaatkan dan dikembangkan sebagai obat berbahan alam dalam bentuk sediaan jamu, OHT, dan fitofarmaka.

“Indonesia sebagai bangsa yang dianugerahi beragam tanaman obat harus bisa memproduksi obat sendiri. Dengan begitu, masyarakat bisa semakin mudah mengakses obat-obatan untuk kesehatan. Ini menjadi sesuatu yang penting karena menunjukkan kemandirian negara,” katanya.

Pemerintah sendiri, lanjutnya, telah mengeluarkan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 6 Tahun 2016 tentang Percepatan Pengembangan Industri Farmasi dan Alat Kesehatan. Salah satu tujuan beleid ini adalah untuk menjadikan Indonesia sebagai negara yang mandiri di bidang obat, termasuk obat berbahan alam.

Menindaklanjuti instruksi tersebut, BPOM pun sudah menggandeng Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) untuk membentuk Satuan Tugas (Satgas) Percepatan Pengembangan dan Peningkatan Pemanfaatan Jamu dan Fitofarmaka pada 2018.

Satgas itu melibatkan seluruh kementerian atau lembaga terkait sekaligus industri dan badan riset. Upaya ini dilakukan agar produksi obat bahan alam dari hulu ke hilir terjamin secara kualitas, efektivitas, dan keamanannya.

Akan tetapi, sambungnya, pengembangan industri obat berbahan alam masih menemui aral. Salah satunya adalah kontinuitas suplai bahan baku yang terjamin kualitas, keamanan, serta mutunya dari hulu ke hilir.

“Bahan baku itu diperlukan untuk diambil ekstraknya. Pengekstrakan tidak bisa dilakukan sembarangan, butuh peralatan khusus agar tercipta ekstraksi yang murni dan terkonsentrasi, serta higienis. Inilah yang mendorong kemunculan industri ekstraksi obat berbahan alam. Industrinya pun harus memenuhi standar yang ditetapkan BPOM dan bersertifikat CPOTB,” jelas Penny.

Baca juga: Wujudkan Komitmen Antidiskriminasi, Sido Muncul Raih Penghargaan K3 Award 2023

Saat ini, ia menambahkan, terdapat 18 industri ekstrak bahan alam (IEBA) tersertifikasi CPTOB. Beberapa di antaranya, serta sejumlah industri obat tradisional (IOT), telah memulai penjaminan mutu ekstrak di hulu, mulai dari pembibitan, pembiakan, hingga pembudidayaan.

Hambatan selanjutnya, imbuh Penny, industri obat tradisional masih banyak yang berskala UMKM. Dari segi kemampuan produktivitas, sektor ini tidak punya kekuatan layaknya industri obat tradisional skala besar yang dilengkapi peralatan dan teknologi mumpuni.

Karena itu, industri obat tradisional skala besar harus merespons kebutuhan para pelaku UMKM di bidang obat tradisional.

Kolaborasi pun diperlukan untuk mengembangkan potensi dan industri obat berbahan alam. Contohnya, seperti yang diinisiasi Sido Muncul dan empat entitas lain di bidang IOT.


komentar di artikel lainnya
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com