Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Teguh Santoso
Dosen

Teguh_Unpad

Literasi Keuangan Milenial dan Jerat Utang Digital

Kompas.com - 12/08/2023, 10:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

PENYALURAN kredit pinjaman online kian agresif, menunjukkan tingginya utilisasi masyarakat akan jasa pembiayaan non-bank tersebut.

Merujuk data statistik fintech peer to peer lending (P2P), per Juni 2023, sebanyak Rp 19,62 triliun telah disalurkan oleh penyelenggara P2P. Angka tersebut tumbuh kisaran 5 persen secara tahunan.

Kondisi ini memang menyuratkan peningkatan inklusifitas, di mana masyarakat semakin dapat mengakses sumber pembiayaan.

Namun, ada dua hal yang patut disoroti, yakni peruntukan pinjaman dan angka pinjaman bermasalah.

Penyaluran P2P sebagian besar ke aktivitas konsumtif, mencapai 64,20 persen. Sementara data Mei 2021 masih mencapai 57,07 persen.

Selain itu, agresivitas penyaluran P2P juga tidak dibarengi dengan perbaikan kualitas pembiayaan. Angka tingkat wanprestasi 90 hari (TWP90) yang merupakan indikator pinjaman bermasalah mencapai 3,29 persen per Juni 2023.

Meski masih dalam batas aman OJK, namun angka tersebut terus menanjak dibanding periode Juni 2022 yang berada pada angka 2,53 persen.

Lebih lagi bila dibandingkan dengan bulan yang sama tahun 2021 yang hanya sebesar 1,54 persen. Artinya kenaikan potensi gagal bayar pinjaman melonjak lebih dari 100 persen selama dua tahun terakhir.

Kedua fenomena tersebut tampaknya bertalian. Semakin besarnya proporsi pembiayaan konsumtif tidak lepas dari semakin membudayanya belanja digital.

Berbagai kemudahan, kenyamanan, dan pilihan yang ditawarkan oleh platform belanja digital tentu membuat aktivitas belanja online semakin menjadi pilihan.

Namun, beberapa sisi negatif juga hadir, salah satunya motivasi hedonic yang kemudian berdampak pada perilaku impulsif.

Hal tersebut terkonfirmasi dari studi Indrawati dkk (2022) yang menemukan bahwa aktivitas belanja online sangat dipengaruhi perilaku impulsif yang didorong motivasi hedonic.

Lebih lagi, aktivitas belanja online semakin dipermudah dengan adanya pinjaman digital, baik P2P maupun skema paylater.

Dengan berbagai kemudahan berbelanja dan ketersediaan sumber pembayaran, tentu berpotensi mendorong perilaku konsumtif, terutama pada generasi milenial.

Hal tersebut juga dikonfirmasi dari proporsi pinjaman online yang sebagian besar memang dimanfaatkan oleh kaum milenial.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com