Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kala Jokowi Mau Subsidi Tiket Kereta yang Sebagian Sahamnya Milik China...

Kompas.com - Diperbarui 14/08/2023, 08:19 WIB
Muhammad Idris

Penulis

KOMPAS.com - Meski akan segera diresmikan, pro kontra mengenai Kereta Cepat Jakarta Bandung (KCJB) masih saja terus bergulir hingga saat ini, dari mulai pembengkakan biaya investasi hingga penggunaan duit APBN di proyek ini.

Pemerintah Indonesia dan China belum lama ini telah menyepakati angka pembengkakan biaya proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung sebesar 1,2 miliar dollar AS. Dengan demikian, total biaya proyek yang berlangsung sejak 2016 itu kini membengkak jadi 7,27 miliar dollar AS

Padahal, pihak China pada mulanya menyodorkan proposal kalau investasi proyek KCJB sebesar 5,5 miliar dollar AS alias lebih murah dari tawaran pihak Jepang.

Selain itu, Pemerintah Indonesia juga kini tengah menegosiasikan pinjaman tambahan, termasuk tingkat bunga, dari pihak China untuk menutup pembengkakan tersebut.

Baca juga: Ironi Kereta Cepat: Kereta Mewah, tapi Tiketnya Bakal Disubsidi APBN

Kabar teranyar, Presiden Joko Widodo memastikan negara akan memberikan subsidi tiket Kereta Cepat Jakarta Bandung. Tujuannya, agar masyarakat terdorong menggunakan kereta peluru sehingga diharapkan bisa mengurangi angka kemacetan.

Pemegang saham KCJB

Sebagai informasi saja, KCJB sendiri merupakan proyek awalnya digadang-gadang murni business to business yang digarap secara bersama-sama BUMN Indonesia dan China. Dengan kata lain, pemerintah sama sekali tidak terlibat di dalam pembiayaannya, meski akhirnya hal ini diralat.

Pemilik KCJB adalah PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC). Perusahaan ini juga yang nantinya akan menanggung utang dari China beserta beban bunganya.

Konsorsium ini melibatkan sembilan perusahaan. Dari Indonesia ada empat BUMN yaitu Wijaya Karya, Jasa Marga, Perkebunan Nusantara VIII, dan KAI sebagai pemimpin konsorsium.

Baca juga: Jokowi Bakal Subsidi Tiket KCJB, Dulu Janjinya Tanpa APBN

Sedangkan dari China adalah China Railway International Company Limited, China Railway Group Limited, Sinohydro Corporation Limited, CRRC Corporation Limited, dan China Railway Signal and Communication Corp.

BUMN dari Indonesia lalu membentuk badan usaha bernama PT Pilar Sinergi BUMN dan dari China membentuk China Railway. Lalu kedua perusahaan gabungan itu kemudian membentuk konsorsium PT KCIC.

PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia ini kemudian menggenggam saham sebesar 60 persen di PT KCIC. Sementara sisa saham 40 persen dikuasai konsorsium China.

Dalam keterangan resmi KCIC, struktur pembiayaan KCJB adalah 75 persen dari nilai proyek dibiayai oleh China Development Bank (CBD) dan 25 persen dibiayai dari ekuitas konsorsium.

Baca juga: Alasan Jokowi Subsidi Tiket Kereta Cepat: Itu Kewajiban Pemerintah

Dari 25 persen ekuitas dari ekuitas tersebut, sebesar 60 persen berasal dari konsorsium Indonesia karena menjadi pemegang saham mayoritas.

Dengan demikian, pendanaan dari konsorsium Indonesia ini sekitar 15 persen dari proyek, sedangkan sisanya sebesar 85 persen dibiayai dari ekuitas dan pinjaman pihak China, yang awalnya disepakati tanpa jaminan dari Pemerintah Indonesia dan penggunaan APBN.

Namun belakangan pemerintah merevisinya, di mana APBN bisa dikucurkan untuk menyelamatkan proyek ini ancaman mangkrak.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com