Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pungutan Pajak Pinjol Dinilai Perlu Dikaji Ulang, Ini Alasannya

Kompas.com - 29/08/2023, 20:40 WIB
Rully R. Ramli,
Akhdi Martin Pratama

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah diminta untuk mengkaji ulang kebijakan pemungutan pajak pertambahan nilai (PPN) pinjaman online atau pinjol. Ketentuan ini tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 69 Tahun 2022 yang sudah berlaku sejak 1 Mei 2022 lalu.

Sebagai informasi, melalui ketentuan tersebut, jasa penyelenggara teknologi finansial wajib memungut PPN sebesar 11 persen atas layanan yang diberikan.

Teknologi finansial yang dimaksud meliputi jasa pembayaran, settlement investasi, crowdfunding, peer-to-peer (P2P) lending, pengelolaan investasi, dan layanan jasa keuangan lainnya.

Direktur Eksekutif Indonesia Economic Fiscal (IEF) Research Institute Ariawan Rahmat menilai, penerapan pajak pinjol tersebut bertentangan dengan Undang-Undang (UU) PPN sebagaimana telah diubah terakhir dengan UU No. 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan, Pasal 16 B ayat (1a) huruf f bahwa jasa keuangan diberikan fasilitas PPN dibebaskan.

Baca juga: Pinjol Bakal Masuk SLIK, OJK: Jadi Anak-anak Muda Itu Aware, Jangan Main Utang Online

Adapun dalam UU No. 21 Tahun 2021 tentang Otoritas Jasa Keuangan (OJK), diatur bahwa Lembaga Jasa Keuangan adalah lembaga yang melaksanakan kegiatan di sektor Perbankan, Pasar Modal, Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya.

"Sedangkan, P2P lending sendiri dikategorikan sebagai Jasa Keuangan Lainnya sesuai dengan Peraturan OJK, yakni POJK Nomor 77/POJK.01/2016," kata dia, dalam keterangannya, Selasa (29/8/2023).

Oleh karenanya, ia menilai, penerapan PMK 69 Tahun 2022 menjadi inkonsisten. Sehingga, pemerintah dinilai perlu mengkaji ulang ketentuan pungutan pajak pinjol tersebut.

Baca juga: 4 Hal yang Perlu Diperhatikan Sebelum Ajukan Pinjol

Selain itu, industri peer to peer lending disebut memiliki model bisnis serupa dengan bank. Industri pinjol memiliki model bisnis menghimpun dana masyarakat dan menyalurkanya ke debitur.

"Dengan demikian, sudah sepatutnya dipandanng sama dalam hal perlakuan PPN-nya," ujar Ariawan.

Ariawan juga menyoroti potensi dampak pungutan pajak terhadap industri pinjol. Pasalnya, pengguna jasa akan dibebankan pajak tersebut.

"Dalam konteks PMK 69 ini maksud awalnya adalah ingin melakukan upaya ekstensifikasi perpajakan, tetapi jangan sampai malah merusak ekosistem perekonomian kita," ucapnya.

Baca juga: Kredit Macet Pinjol Makin Besar, Kini Jadi Rp 1,73 Triliun

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com