Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kata Ekonom, Proyek KCJB Sudah Melenceng Jauh dari Janji B to B Jokowi

Kompas.com - 22/09/2023, 13:21 WIB
Muhammad Idris

Penulis

KOMPAS.com - Mega proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung (KCJB) kembali menuai kritik publik Tanah Air. Pemerintah baru-baru merilis aturan yang membuka peluang penjaminan angsuran utang ke China yang timbul akibat pembengkakan biaya (cost overrun).

Ekonom sekaligus Direktur Center of Economics and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira, menyebut proyek KCJB sudah semakin melenceng dari janji awal Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Di periode pertama, Jokowi berkali-kali menegaskan KCJB tidak akan menggunakan dana APBN sepeser pun, lalu pemerintah juga tidak akan memberikan jaminan jika proyek bermasalah di kemudian hari. Tapi kedua janji tersebut kini bagai angin lalu.

"Sudah melenceng jauh ya dari awal sifatnya business to business (B to B), kemudian ada keterlibatan PMN dan mekanisme subsidi tiket (tidak langsung), sekarang masuk ke penjaminan. Ini jelas memunculkan beban tidak langsung ke APBN," ungkap Bhima pada Jumat (22/9/2023).

Baca juga: Kenapa Jonan Dulu Keberatan dengan Proyek Kereta Cepat?

Ia bilang, pemerintahan Presiden Jokowi selama ini bisa saja terus berdalih kalau beban utang nantinya diserahkan ke BUMN sebagai entitas bisnis, bukan dibebankan ke APBN.

Meski hanya melibatkan BUMN dalam perjanjian utang, bukan negara secara langsung, dampak dari keputusan ini tentunya bakal merugikan keuangan negara.

Ini karena PT Kereta Api Indonesia (KAI) yang menjadi pemimpin konsorsium BUMN dalam pemegang saham KCIC, yang mana KAI adalah perusahaan strategis yang bisnisnya melayani hajat hidup orang banyak di Tanah Air.

Dengan kata lain, saat keuangan KAI terbebani akibat menanggung pembayaran utang dan bunga proyek KCJB ke China, mau tidak mau pemerintah akan langsung turun tangan mengucurkan bantuan seperti melalui penyertaan modal negara (PMN) dari APBN.

Baca juga: Kilas Balik Kereta Cepat, Minta Konsesi 50 Tahun, tapi Ditolak Jonan

"Artinya secara finansial kan proyek kereta cepat menjadi beban pembayar pajak yang harusnya bisa mandiri secara komersial," terang Bhima.

Dinilai lembek ke China

Menurut dia, PMK yang dikeluarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 89 tahun 2023 yang diteken Sri Mulyani dan mengizinkan negara menjamin kelangsungan pembayaran pinjaman harus ditinjau ulang.

"Aturan dalam PMK Nomor 89 Tahun 2023 sebaiknya ditinjau ulang dan dikonsultasikan ke DPR. Selain itu pemerintah harus terbuka ke publik terhadap skenario beban APBN sebagai implikasi penjaminan," kata Bhima.

"Publik wajib meminta keterangan rinci, berapa besar anggaran yang akan muncul dari penjaminan, risiko detail likuiditas KAI, hingga berapa bunga dalam rupiah yang ditanggung selama masa penjaminan utang," tambah dia.

Baca juga: Ekonom: Proyek Kereta Cepat Masuk Kategori Jebakan Utang China

Bhima juga tak habis pikir dengan solusi yang ditawarkan pemerintah untuk menyelesaikan masalah pembengkakan biaya KCJB, di mana keputusan dinilainya lebih banyak menguntungkan pihak China. Padahal, kontribusi paling dominan cost overrun proyek ini muncul akibat perhitungan pihak China yang meleset.

"Harusnya dari hasil pemeriksaan BPK kesimpulannya dilakukan renegosiasi pinjaman dengan China Development Bank terkait utang cost overrun," ujar Bhima.

"Bagaimana agar pemerintah bisa kreatif misalnya lakukan debt swap, kemudian ada debt cancellation dan debt moratorium. Intinya pemerintah terlalu lembek ketika berhadapan dengan kreditur China," imbuhnya.

Masuk kategori jebakan utang

Bhima juga mengungkapkan apabila dilihat dari beberapa indikasi, maka proyek KCJB sudah masuk dalam kategori jebakan utang (debt trap) China.

Baca juga: Ironi Kereta Cepat: Diklaim B to B, Tapi Minta Jaminan Pemerintah dan APBN

"Sudah masuk kategori jebakan utang. Pertama, indikasi proyek yang berbiaya mahal ditanggung APBN," beber Bhima.

Sedari awal, China dalam proposalnya juga awalnya memberikan jaminan kalau kereta peluru yang ditawarkannya tidak akan membebani ABPN Indonesia. Belakangan, komitmen itu kemudian tidak ditepati China maupun pemerintah Indonesia sendiri.

Tawaran China yang memberikan iming-iming pembangunan kereta cepat tanpa APBN itu pula yang kemudian jadi alasan Indonesia tak jadi menggandeng Jepang. Ini karena Negeri Sakura sejak awal sudah memprediksi sulit merealisasikan KCJB tanpa jaminan dari negara.

Baca juga: Kala Jonan Tak Hadir Saat Jokowi Groundbreaking Kereta Cepat Jakarta-Bandung dan Alasannya...

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com