KOMPAS.com - Menteri Koperasi dan UKM (MenkopUKM) Teten Masduki menduga adanya praktik predatory pricing atau jual rugi, terutama komoditas barang-barang dari luar negeri yang menyebabkan terpukulnya industri tekstil dalam negeri.
Teten menjelaskan barang-barang dari luar negeri tersebut masuk dan membanjiri Indonesia dengan harga di bawah produksi dalam negeri yang dinilai tidak wajar, kemudian dijual secara daring, hingga membuat produk dalam negeri tidak bisa bersaing.
"Saya mendapatkan banyak sekali masukan dari diskusi di sini terkait banyaknya barang impor yang masuk, utamanya dari China dengan harga yang sangat murah," kata Teten di Bandung dikutip dari Antara, Minggu (24/9/2023).
"Nah harga yang murah ini bisa jadi kami menyebutkan predatory pricing dijual di online kemudian memukul pedagang offline dan efeknya yang terpukul sektor produksi juga," kata dia lagi.
Baca juga: Jawaban Jokowi dan Menterinya saat Diminta Tutup TikTok Shop
Sebagai informasi saja, predatory pricing adalah praktik bisnis ilegal yang menetapkan harga suatu produk terlalu rendah untuk menghilangkan persaingan.
Dalam bahasa yang sederhana, penjual atau produsen melakukan banting harga, tak peduli meskipun rugi, supaya bisa mematikan para pesaingnya di pasar yang sama.
Jika salah satu pelaku usaha melakukan predatory pricing, maka yang terjadi adalah perang harga. Di mana penjual atau produsen lain juga akan melakukan potongan harga besar-besaran.
Jika dilihat sekilas, perang harga ini akan menguntungkan konsumen karena bisa mendapat barang atau jasa dengan harga rendah. Namun penjual yang tidak kuat melakukan perang harga terus menerus, terutama yang kecil dan kalah modal, akan mengalami kebangkrutan.
Baca juga: Diminta Tutup TikTok Shop, Ini Respon Menkominfo
Otomatis persaingan akan berkurang, bahkan dikuasai segelintir pemain. Yang dalam jangka panjang, justru akan cenderung mengontrol harga dan pada akhirnya merugikan konsumen.
Teten sendiri berujar, pihaknya sudah menyelidiki dugaan aksi predatory pricing barang-barang tekstil impor asal China. Kementeriannya akan berkoordinasi dengan instansi-instansi lain yang terkait peredaran barang impor.
"Maka ini yang akan saya bicarakan, memang ini sudah dikoordinasi dengan pak Mensesneg, saya akan melaporkan karena kewenangan ini bukan di saya tapi di Kementerian Perdagangan dan Kementerian Keuangan," ungkap Teten.
"Termasuk soal harga pokok khusus, seperti China itu memang barang masuk yang dari luar itu gak boleh lebih rendah dari HPP, nah itu kalau kita terapkan maka ini akan melindungi industri dalam negeri," ucap Teten menambahkan.
Baca juga: Teten: Mana Bisa Menteri Koperasi Tutup TikTok
Teten menegaskan bahwa kalah saingnya barang produksi dalam negeri, bukan soal kualitas, namun memang terkait harga di mana barang-barang impor tersebut memiliki Harga Pokok Penjualan (HPP) yang tidak sesuai.
"Jadi HPP-nya itu tidak masuk, akhirnya gak bisa bersaing. Nah saya dapat info itu, dan memang banyak indikasi masuknya barang-barang impor pakaian jadi maupun tekstil seperti itu. Yang kita mau lihat di mana problemnya, kenapa kita dibanjiri produk dari luar yang sangat murah," ucapnya.
Kondisi terpukulnya industri tekstil diungkapkan oleh para pelaku usaha, seperti Dudi Gumilar yang memiliki pabrik tenun di Solokan Jeruk, Kabupaten Bandung, yang mengaku kesulitan menjual produknya karena membanjirnya barang luar negeri.