Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

PII Buka Suara soal Jaminan Pembayaran Utang Kereta Cepat ke China

Kompas.com - 09/12/2023, 00:06 WIB
Muhammad Idris

Penulis

KOMPAS.com - Direktur Utama PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia (Persero) atau PT PII Muhammad Wahid Sutopo mengatakan penjaminan Kereta Cepat Jakarta Bandung (KCJB) atau Kereta Cepat Whoosh akan menunggu arahan dari Menteri Keuangan Sri Mulyani.

“Dari sisi penjaminannya memang sudah diatur dalam Peraturan Presiden (Perpres), namun berapa yang akan dimandatkan ke PT PII itu akan ditetapkan dalam Keputusan Menteri Keuangan (KMK),” kata Sutopo saat media briefing Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) di Jakarta, dikutip dari Antara, Sabtu (9/12/2023).

Meski belum memastikan alokasi anggaran yang akan diterima, Sutopo memastikan penjaminan Kereta Cepat Whoosh bakal menyesuaikan kemampuan PT PII.

Dengan begitu, PT PII tidak akan meminta tambahan Penyertaan Modal Negara (PMN) terkait penjaminan Kereta Cepat Whoosh.

Baca juga: Jawaban Jokowi Soal APBN RI Jadi Jaminan Utang Kereta Cepat ke China

Sutopo menambahkan antusiasme masyarakat terhadap Kereta Cepat Whoosh terbilang tinggi. Bila tren perilaku tersebut terus dijaga, maka kemampuan pengembalian penjaminan proyek Kereta Cepat Whoosh akan terjadi lebih cepat.

Di samping itu, dia menilai Kereta Cepat Whoosh juga memberikan dampak ekonomi baru kepada masyarakat, salah satu contohnya adalah Padalarang. Sutopo melihat bahwa pembangunan dan pergerakan ekonomi di sana semakin aktif.

“Orang pilih naik Whoosh, lebih cepat daripada naik mobil. Jadi, memang sudah ada manfaat yang dirasakan,” tutur dia.

Sutopo meyakini progres tersebut menjadi sinyal baik bagi proyek Kereta Cepat Whoosh ke depan, yang pada akhirnya turut berdampak pada mitigasi risiko yang mungkin muncul dari proyek tersebut.

Baca juga: APBN Jadi Jaminan Utang Kereta Cepat, MTI: Tetap Menjadi Kewajiban PT KAI

Porsi utang

Sebagai informasi saja, struktur pembiayaan KCJB adalah 75 persen dari nilai proyek dibiayai oleh China Development Bank (CBD) dan 25 persen dibiayai dari ekuitas konsorsium.

Dari 25 persen ekuitas dari ekuitas tersebut, sebesar 60 persen berasal dari konsorsium Indonesia karena menjadi pemegang saham mayoritas.

Dengan demikian, pendanaan dari konsorsium Indonesia ini sekitar 15 persen dari proyek, sedangkan sisanya sebesar 85 persen dibiayai dari ekuitas dan pinjaman pihak China, yang awalnya disepakati tanpa jaminan dari Pemerintah Indonesia dan penggunaan APBN.

Namun belakangan pemerintah merevisinya, di mana APBN bisa dikucurkan untuk menyelamatkan proyek ini ancaman mangkrak.

Pemerintah sendiri saat ini sudah dua kali mencairkan APBN untuk proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung. Pertama sebesar Rp 4,3 triliun pada tahun 2021 dan berikutnya sebesar Rp 3,4 triliun pada 2022.

Baca juga: Kala China Minta APBN RI Dijadikan Jaminan Utang Kereta Cepat

Jaminan pemerintah

Pemerintah sudah memutuskan untuk membuka opsi utang yang timbul dari proyek ini bisa dijamin keuangan negara.

Keputusan pemerintah Indonesia untuk bisa menjamin pembayaran utang Kereta Cepat Jakarta Bandung disahkan melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 89 tahun 2023 yang diteken Sri Mulyani.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com