Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Pramono Dwi Susetyo
Pensiunan

Pemerhati masalah kehutanan; penulis buku

Menyoal "Contract Farming" Solusi Pengganti "Food Estate" ala Anies Baswedan

Kompas.com - 15/12/2023, 10:33 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

KONSEP calon presiden (capres) nomor urut satu dalam kontestasi Pemililihan Presiden 2024, Anies R Baswedan memang menunjukkan antitesa kebijakan dan program Presiden Joko Widodo.

Salah satu kebijakan yang dikritik dan ditolak oleh Anies adalah program “food estate” atau lumbung pangan sebagai salah satu program ekstensifikasi penambahan luas baku sawah dan tanaman pangan laiinya untuk memperkuat ketahanan pangan nasional.

Konsep “Contract Farming” disebut Anies sebagai solusi pengganti “Food Estae”. Dalam Youtube yang diunggah Kompas TV, di Jakarta (25 November 2023) Anies menjelaskan:

Wilayah pertanian kita tersebar di seluruh Indonesia. Petani-petani kita sudah melakukan kegiatan pertanian lintas generasi. Mereka tidak boleh ditinggalkan, justru kita harus hadir melakukan intensifikasi atas aktivitas pertanian mereka. Karena itu, pendekatan yang kami lakukan adalah pendekatan yang selama ini dilakukan di Jakarta.

Pemerintah Provinsi DKI Jakarta (di era Anies sebagai Gubernur), membuat kontrak dengan gabungan kelompok tani (gapoktan) di berbagai wilayah yang mempunyai lahan pertanian.

Lalu para petani yang bergabung dengan gapoktan dan koperasi-koperasi petani memiliki kepastian bahwa kami akan membeli hasil pertanian mereka selama lima tahun dengan ada kesepakatan range harganya.

Bagi kami ada kepastian supply, sementara bagi para petani ada kepastian yang akan dibeli.

Pemprov DKI Jakarta bukan membeli lahan besar, lalu membuat “food estate” di DKI Jakarta, justru mengajak petani-petani yang ada untuk diperkuat.

Apa yang terjadi ketika mereka mempunyai contract farming, mereka bisa mendapatkan kredit untuk mekanisasi pertanian, mereka melakukan produksi pertanian secara kolektif.

Karena mereka mempunyai kepastian siapa yang membeli hasil taninya. Jadi kami melihat petani-petani di Indonesia, harus dibantu untuk berdaya, bukan ditinggalkan dan membangun setra pertanian baru (ekstensifikasi dan “food estate”) yang mengerjakan korporasi dari Jakarta, sementara petani di seluruh Indonesia tidak mendapatkan fokus perhatian.

Kami ingin seluruh petani Indonesia mendapatkan perhatian, koperasi petani diperkuat, contract farming dikerjakan sehingga mempunyai kepastian pembeli dan pemerintah membantu para petani tradisional mengalami modernisasi dan efisiensi sehingga dapat meningkatkan kesejahteraannya.

Secara profesional, saya mencoba mengurai dan menganalisis konsep pertanian pangan yang disodorkan Anies tersebut dengan teori ilmu pertanian yang pernah saya pelajari di IPB, dikaitkan dengan peningkatan produksi pangan, khususnya beras/gabah untuk mencukupi kebutuhan pangan nasional dalam perspektif ketahanan pangan dan swasembada pangan, sekaligus untuk meningkatkan kesejahteraan petani, berikut kendala dan masalah pertanian pangan yang dihadapi Indonesia sekarang ini.

Pertanian pangan Indonesia

Dalam teori ilmu pertanian lama telah dikembangkan adagium yang diperkenalkan oleh ilmuwan Inggris, yakni Thomas Malthus yang menyebut bahwa kebutuhan pangan bagi manusia berkembang sesuai dengan deret hitung, sedangkan pertambahan penduduk berkembang sesuai dengan deret ukur.

Presiden Soeharto pernah mendapatkan penghargaan yang sama dari FAO tahun 1984 di Roma Italia. Pada saat itu jumlah penduduk Indonesia baru mencapai 135 juta jiwa.

Setelah 38 tahun (2022) kemudian, di era reformasi menyusul Presiden Joko Widodo mendapatkan penghargaan yang bergengsi ini.

IRRI menilai, Indonesia mencapai swasembada karena mampu memenuhi kebutuhan pangan pokok domestik, dalam hal ini beras, lebih dari 90 persen.

Jumlah penduduk Indonesia pada 2022, telah mencapai dua kali lipat lebih dibanding 1984. Menurut hasil sensus terakhir Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2020, jumlah penduduk Indonesia berada pada angka 270,20 juta jiwa.

Kerja keras dan jerih payah Presiden Jokowi untuk membenahi sektor pertanian dengan membangun banyak infrastruktur pertanian (bendungan, embung, saluran irigasi) dari sejak awal pemerintahannya (2014 hingga 2022) nampaknya membuahkan hasil yang sangat baik.

Namun, swasembada beras yang membanggakan ini hanya berlangsung sesaat dan bersifat semu; karena memasuki 2023 badai krisis iklim dengan munculnya kembali fenomena El Nino pada 2023, suhu rata-rata global tahun ini melebihi rata-rata global pada 2022.

Sinyal lebih panasnya suhu pada saat ini terlihat dari serangkaian gelombang panas pada 2023. Krisis iklim sedikit banyak akan menggangu ketahanan pangan Indonesia, di tengah mahalnya harga pangan global.

Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (waktu itu) menyebut bahwa El Nino tahun ini bisa menekan produksi pertanian nasional.

Berdasarkan data dari Kementerian Pertanian, kekeringan lahan pertanian akibat fenomena El Nino ekstrem tahun ini bisa mencapai 560.000-570.000 hektare. Padahal, ketika El Nino lemah hanya sekitar 200.000 hektare.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Harga Emas ANTAM: Detail Harga Terbaru Pada Minggu 28 April 2024

Harga Emas ANTAM: Detail Harga Terbaru Pada Minggu 28 April 2024

Spend Smart
Harga Emas Terbaru 28 April 2024 di Pegadaian

Harga Emas Terbaru 28 April 2024 di Pegadaian

Spend Smart
Investasi Aman, Apa Perbedaan SBSN dan SUN?

Investasi Aman, Apa Perbedaan SBSN dan SUN?

Work Smart
Harga Bahan Pokok Minggu 28 April 2024, Harga Daging Ayam Ras Naik

Harga Bahan Pokok Minggu 28 April 2024, Harga Daging Ayam Ras Naik

Whats New
SILO Layani Lebih dari 1 Juta Pasien pada Kuartal I 2024

SILO Layani Lebih dari 1 Juta Pasien pada Kuartal I 2024

Whats New
Bulog Diminta Lebih Optimal dalam Menyerap Gabah Petani

Bulog Diminta Lebih Optimal dalam Menyerap Gabah Petani

Whats New
Empat Emiten Bank Ini Bayar Dividen pada Pekan Depan

Empat Emiten Bank Ini Bayar Dividen pada Pekan Depan

Whats New
[POPULER MONEY] Sri Mulyani 'Ramal' Ekonomi RI Masih Positif | Genset Mati, Penumpang Argo Lawu Dapat Kompensasi 50 Persen Harga Tiket

[POPULER MONEY] Sri Mulyani "Ramal" Ekonomi RI Masih Positif | Genset Mati, Penumpang Argo Lawu Dapat Kompensasi 50 Persen Harga Tiket

Whats New
Ketahui, Pentingnya Memiliki Asuransi Kendaraan di Tengah Risiko Kecelakaan

Ketahui, Pentingnya Memiliki Asuransi Kendaraan di Tengah Risiko Kecelakaan

Spend Smart
Perlunya Mitigasi Saat Rupiah 'Undervalued'

Perlunya Mitigasi Saat Rupiah "Undervalued"

Whats New
Ramai Alat Belajar Siswa Tunanetra dari Luar Negeri Tertahan, Bea Cukai Beri Tanggapan

Ramai Alat Belajar Siswa Tunanetra dari Luar Negeri Tertahan, Bea Cukai Beri Tanggapan

Whats New
Sri Mulyani Jawab Viral Kasus Beli Sepatu Rp 10 Juta Kena Bea Masuk Rp 31 Juta

Sri Mulyani Jawab Viral Kasus Beli Sepatu Rp 10 Juta Kena Bea Masuk Rp 31 Juta

Whats New
Sri Mulyani Jelaskan Duduk Perkara Alat Belajar Tunanetra Milik SLB yang Ditahan Bea Cukai

Sri Mulyani Jelaskan Duduk Perkara Alat Belajar Tunanetra Milik SLB yang Ditahan Bea Cukai

Whats New
Apa Itu Reksadana Terproteksi? Ini Pengertian, Karakteristik, dan Risikonya

Apa Itu Reksadana Terproteksi? Ini Pengertian, Karakteristik, dan Risikonya

Work Smart
Cara Transfer BNI ke BRI lewat ATM dan Mobile Banking

Cara Transfer BNI ke BRI lewat ATM dan Mobile Banking

Spend Smart
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com